Chapter 29

1.9K 395 27
                                    

Imalah
---

Mobil itu terparkir digarasi setelah menempuh 30 menit perjalanan ditambah menemui kemacetan. Aku membawa segala belanjaan itu masuk kerumah. Aufar yang masih memainkan ponselnya dimobil itu kutinggalkan.

"Assalamualaikum, bi. Ini belanjaannya." Salamku ketika memasuki rumah besar itu. Bi Suni tergopoh-gopoh dari dapur lalu segera mengambil belanjaan yang ada ditanganku. Bi Suni menyenggol ku.

"Gimana bos Aufar nya?"

"Hah?"

"Iya gimana? Ada so sweet-so sweet gak?" Aku tertawa mendengar pertanyaan bi Suni. Lucu sekali pertanyaannya. Mana ada Aufar menjadi lelaki seperti itu.

"Gak bi. Jangan berekspektasi terlalu tinggi sama seseorang. Apalagi kalau orang itu Mas Arga." Bi Suni mengerutkan kening.

"Mas Arga siapa non?"

"Eh, maksud saya mas Aufar." Aku meringis. Bi Suni menganggukkan kepala walaupun dari wajahnya masih terlihat curiga. Sesampainya di dapur, aku membantu bi Suni memilah-milah sayur dan buah itu.

"Oh, iya, bi. Besok anak panti kesini. Jadwalnya belajar." Kataku mengingat-ingat. Sebelumnya, memang aku sudah menceritakan kepada bi Suni perihal anak panti.

"Oh iya, ada guru baru nanti, bi. Namanya mbak Namira, dia istrinya temen saya, Namanya mas Azzam." Ceritaku bersemangat lalu meletakkan beberapa sayur dikulkas.

"Temen apa demen?" Aku dan bi Suni menoleh hampir berbarengan melihat Aufar yang berada dibelakang kami sedang mengambil air di dispenser. Aufar mengedikkan bahunya lalu meminum air sambil berdiri.

"Udah dibilangin kalau minum itu duduk." Kataku lalu berdiri mengambil gelas yang sedang diteguknya.

"Yaelah, bentar doang." Wajahnya terlihat kesal karena sedikit airnya tumpah mengenai bajunya. Bi Suni tertawa melihat kami.

"Iya-iya duduk." Katanya akhirnya setelah wajahku kubuat datar sedatar mungkin.
Aku tersenyum melihatnya menurut. Setelah meminumnya hingga habis, ia meletakkan gelas itu dimeja dekat dispenser.

"Jadi temen apa demen?" Aku memukulnya pelan. "Masih aja dibahas."

"Kalau cemburu, bilang bos." Timpal bi Suni yang membuatku menoleh. Aku mamainkan alisku agar bi Suni tidak usah berbicara macam-macam.

Aufar hanya tertawa kecil lalu berjalan menaiki tangga. Pria itu menghilang setelah sampai diatas. Aku menghela nafas.

"Apaan, sih. Bi. Gak lucu, deh." omelku membuat Bi Suni tertawa. Aku segera memasukkan sisa sayuran-sayuran itu kedalam kulkas.

***

"Eh, ini bacaannya gimana, sih?" Tanya Aufar ketika aku sedang membolak-balikkan buku bacaan baruku. Aku tersenyum tipis melihat bacaan yang ditunjuk pria itu.

Aku segera berdiri menuju kumpulan buku-bukuku. Mencari buku tajwid disana.

"Makanya kalau baca buku tajwid, jangan cuman dibolak-balik doang. Bingung kan jadinya." Aku menyerahkan buku tajwid yang sudah kubuka. Aufar mengambilnya lalu membacanya.

"Imalah?" Tanyanya. Aku mengangguk.

"Yap. Didalam Al-Qur'an ada yang namanya bacaan Gharib. Nah, bacaan Gharib sendiri dibagi menjadi 5. Tau bacaan Gharib?" Aku bertanya sebelum melanjutkan. Pria itu menggelengkan kepalanya lucu. Aku menghela nafas.

"Bacaan Gharib adalah bacaan yang tidak biasa. Nah salah satunya Imalah."

"Salah dua nya?" Aku tertawa.

FARWhere stories live. Discover now