Chapter 40

2K 343 27
                                    

Sebuah tragedi
.
.
.

🍁🍁

Point Of View :

Aufar bersiap memasukkan baju-bajunya kedalam koper. Dia bersiap untuk pergi perjalanan dinas selama dua Minggu kedepan. Zayna-nya membantunya menyiapkan segala hal yang dibutuhkan.

"Gak papa aku tinggal?" Tanya Aufar. Pria itu sudah menanyakan hal yang sama sejak semalam. Aufar mengelus perut Maida lalu tersenyum. Gadis itu sebenarnya tidak rela jika Aufar meninggalkannya diusia kehamilannya yang terbilang muda.

Apalagi, besok ia harus mengambil hasil tes DNA itu bersama Nanda. Aufar menghela nafas. "Baik-baik ya, nak." Ucap Aufar lalu menutup kopernya. Merapikan resleting koper itu agar tertutup rapat.

DRRRTTDRTTT

Telepon milik Aufar berdering. Pria itu segera mengambil ponsel miliknya yang tergeletak diatas kasur. Telepon itu dari Farez, sahabatnya yang sudah tiba sejak satu menit yang lalu dirumahnya.

"Gue tunggu, Buruan, nanti keburu kehabisan tiket." Kata Farez membuat Aufar hanya mengiyakannya. Aufar membawa koper lalu berjalan menuruni tangga. Maida yang sedari tadi hanya mengekor entah mengapa ingin menahannya untuk tetap disini.

"Lama banget." Protes Farez ketika melihat Aufar sampai didepan pintu. Aufar tersenyum tipis. "Ya sorry." Tangkas Aufar membuat Farez mengangguk. Farez memang sangat peka, tanpa diberi aba-aba dia langsung mengambil koper milik Aufar lalu ia memasukkannya kedalam bagasi mobil.

"Gak papa aku tinggal?" Sekali lagi pertanyaan itu keluar dari mulut Aufar membuat Maida akhirnya menggeleng. "Sebenernya, dari semalem aku selalu pengen jawab gak. Gak bisa gak papa kalau kamu tinggal."

Maida menghela nafas, "Mungkin ini bawaan dari hamil ya, perasaan sensitif muncul terus. Belum lagi besok harus kerumah sakit buat ngambil hasil tes DNA. " Lanjutnya membuat Aufar mengangguk.

"Iya, aku paham. Tapi, nanti, bisa telepon, vc, atau apa deh. Sosial media udah canggih. Aku gak mungkin ingkar janji." Kata Aufar lalu mengangkat tangannya, menyisakan jari kelingking yang tidak ia tekuk.

"Apa?"

"Janji jari kelingking." Maida tertawa mendengar Aufar, tapi hatinya justru ingin menangis. Dia ikut mengangkat tangannya lalu mengaitkan jari kelingkingnya dikelingking Aufar.

"Oke. Baik-baik ya. Aku pergi dulu." Kata Aufar lalu mengecup kening Maida. Aufar berjalan menjauh ketika Farez sudah mulai mengklakson nya. Memperingatkannya agar cepat masuk mobil.

"Mas," suara wanita itu tercekat. Langkah Aufar terhenti ketika Maida memanggilnya. Ia menoleh, lalu sepersekian detik kemudian, Maida berlari memeluknya. Memeluknya erat sampai pria itu kesulitan bernafas.

"Perasaanku emang lagi sensitif, mas. Aku lagi pengen nangis aja." Maida memeluk pria itu. Pria itu tersenyum tipis, menyembunyikan kesedihannya. Padahal, sebelumnya, dia sering melakukan perjalanan dinas, namun, kali ini berbeda.

Ada janin yang harus ia temui 2 Minggu lagi.

🍁🍁

Matahari bersinar sangat terik. Hari itu sangat cerah, hari dimana Maida harus mengambil hasil tes DNA bersama Nanda menggantikan suaminya itu.

"Iya, mas. Ini udah siap, nanti naik taksi kok." Ucap Maida sambil bersiap memakai jilbabnya yang berwarna merah. Suara diseberang terkekeh. "Iya, pokoknya gak boleh bawa motor sendiri." Peringat Aufar melalui sambungan telepon.

FARKde žijí příběhy. Začni objevovat