chapter 23

751 156 4
                                    

"Jo." Panggil Helen sambil mencolek-colek punggungku.

"Apa?" Jawabku tanpa menoleh kebelakang sambil mengipasi wajahku dengan telapak tangan saking panasnya lapangan upacara hari ini.

"Dasar nggak peka." Sungut Helen, "Diplototin sama pacarnya daritadi  bisa-bisanya nggak sadar."

"Saga?" Tanyaku.

"Iyalah Saga. Emang pacarmu ada yang lain?"

Aku menoleh ke barisan kelas 11-Ipa-4 . Setelah mengedarkan pandangan beberapa detik aku menemukan Saga sedang berdiri menoleh sedikit memandang ke arahku. Begitu mata kami bertemu, Saga langsung tersenyum. Seketika aku gugup. Senyum Saga membuatku gugup.

"Kenapa Saga ngeliatin kamu?" Tanya Helen heran.

Aku mengangkat bahu sambil mengalihkan pandangan gugupku dari Saga.

"Kalian nggak putus kan gara-gara kejadian minggu lalu itu?"

"Enggaklah." Jawabku cepat, "Kenapa memangnya?"

"Habis aneh. Kamu kan udah jadi pacarnya Saga. Kenapa Saga masih juga sering ngeliatin kamu diam-diam gitu?"

"Maksudmu?"

"Yah kesannya kayak masih jatuh cinta diam-diam. Jatuh cinta sendirian." Jawab Helen sambil garuk-garuk kepala bingung, "Tapi yaaa bisa aja sih Saga dasarnya memang sayang banget sama kamu. Tapi kok bisa ya?" Lalu Helen memandangku dari atas kebawah heran, "Apa yang bikin Saga sebegitunya suka sama kamu?"

"Aku nggak tau." Jawabku jujur. Memang benar, sampai sekarangpun aku tidak yakin kenapa.

Saat upacara berakhir, Saga berjalan ke arahku. Ketika di sudah sampai di depanku senyum Saga memudar. Membuatku hanya bisa mendongak bingung. Kenapa tau-tau Saga berhenti senyum? Apa hidungku basah keringatan? Karena memang hari ini lapangan upacara panas banget. Rasanya mirip simulasi di Padang Mahsyar. 

"Kemarin aku nunggu Saga datang ke rumah." Ucapku pada Saga.

Alis Saga naik satu dengan ekspresi lucu sebelum ia berkata," Maaf."

Selama beberapa detik aku masih mendongak menunggu Saga melanjutkan kalimatnya. Tapi nyatanya, memang cuma kata 'maaf' tanpa tambahan alasan apa-apa. Membuatku jadi gelisah.

"Maaf aku nggak ngasih kabar." Lanjut Saga. Saga menyelesaikan katanya dengan senyum kecil favoritku sebelum ekspresi wajahnya berubah datar kembali.

Aku menggigit bibir. Tidak tau harus bereaksi apa. Biasanya di saat semacam ini, saat-saat aku kehabisan kata, aku biasa merespon dengan ketawa. Respon default karena aku orang yang tidak kreatif dalam bicara. Tapi kini, kalau aku sampai tertawa itu rasanya respon paling jelek yang pernah kulakukan.

Aku menggerakan jemariku gelisah selama beberapa detik sebelum aku mendengar suara helaan nafas pelan. Tanpa sadar aku menoleh, mendapati Saga menatapku dengan penuh perhatian sambil memintaku segera kembali ke kelas.

Aku langsung mengangguk. Membalikan badanku dan buru-buru pergi. Sebetulnya aku tidak kembali ke kelas. Karena untuk pertama kalinya seumur hidupku. Aku buru-buru ke kamar mandi untuk mengecek penampilan ku di kaca. Aneh. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku nggak pernah sebegitu tidak percaya dirinya di depan Saga.

Dalam pantulan kaca wajahku tampak merah dan memang hidungku basah keringatan. Aku meringis ngeri. Sejak kapan hidung basah jadi momok hidup begini? Sejak kapan aku peduli hidungku basah atau wajahku merah atau poniku tampak berantakan karena topi upacara. Dulu saja aku sering lupa aku punya bagian tubuh bernama poni, hidung dan dahi.

Disaat kegelisahan ku memuncak mendadak aku mendengar suara Bella. Aku semakin familiar dengan suara nya semenjak kami satu kelas. Alarm tanda bahaya di kepalaku langsung menyala. Secara reflek aku langsung terbirit-birit masuk ke dalam bilik kamar mandi. Bersembunyi disana, setengah menahan nafas seperti pengecut.

"Kamu dengerin pembicaraan Johan sama Saga waktu mereka ngobrol habis upacara?" Suara Bella menembus bilik kamar mandi.

Hatiku mencelos mendengar namaku dan Saga di sebut. Andrenalin ku terpacu. Bahkan tanganku ikut ngilu. Entah kenapa, tulang tanganku yang dulu retak selalu terasa sakit setiap aku merasa Yano dan kawan-kawan berada di dekatku. Sebenarnya aku tau tanganku nggak bener-bener sakit. Hanya sekedar ilusi atau trauma.

"Kayaknya mereka sudah putus." Lanjut Bella. Aku menelan ludah. Menunggu suara Yano atau siapa saja anggota geng mereka menyahut, "Kuakuin Saga ganteng sih. Tapi semenjak dia pacaran sama Johan, Saga jadi kelihatan jelek. Lagian siapa juga yang mau sama cowok bekas Johan?"

Aku memejamkan mata rapat-rapat. Sambil menggigit bibir. Aku tau kalimat Bella selanjutnya cuma membuatku sakit hati. Sayangnya aku cuma bisa membeku ketika mendengar suara tawa mengalun dalam ruangan berbilik sempit ini.  Suara tawa Helen.

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now