Part 14

1.4K 233 6
                                    

"Saga?" Panggilku begitu Saga memasang seatbelt mobilnya padaku saat jam pulang sekolah.

"Ya?" Jawab Saga singkat lalu menyalakan mesin mobil tanpa mengatakan apa-apa.

Aku menggigit bibir gelisah memandangi Saga. Saga masih tampak gusar bahkan setelah kejadian sebelumnya di taman belakang perpustakaan. Aku belum pernah melihat Saga segusar ini sebelumnya. Ternyata benar kata Ellie, May dan Novietta; kalau Saga marah, ia lebih seram dari pak Bambang dan pak Yasmin jadi satu.
Suasana mobil terlalu horor. Aku di cekam keheningan sepanjang perjalanan.

"Maaf aku buat Saga marah." Bisikku pelan. Memecah keheningan.

Saga menghela nafas, "Aku bukan marah sama kamu, Jo."

"Lalu?"

Saga menggelengkan kepala, "Kamu lapar kan? Bisa kita mampir makan sebentar sebelum kamu kerja sambilan?"

"Boleh." Aku mengangguk setuju.

Kemudian Saga membawaku ke restauran tidak jauh dari sekolah kami. Saga sepertinya berusaha kembali bersikap seperti biasa. Buktinya begitu mobil terparkir, Saga menatapku sambil tersenyum walaupun senyumnya nggak menyentuh matanya.

"Saga jangan galak-galak sama aku." Ucapku seperti yang pernah kukatakan pada Saga sewaktu pertama kalinya Saga marah padaku dulu.

Saga menghela nafas sebelum bergumam, "Sebetulnya aku bisa marah, Jo. Cuma aku hampir nggak pernah nunjukin kalau aku marah."

Aku menggeleng, "Nggak kok. Menurutku Saga orang paling sabar yang pernah kutemuin."

"Aku nggak sebaik itu." Saga menatapku tak puas.

"Nggak. Saga itu baik kayak papaku." Kataku ngotot.

"Kenapa kamu selalu nganggap aku papamu?" Saga tersenyum lembut dan perlahan raut wajah Saga terlihat lebih tenang.

"Soalnya aku selalu ngerasa aman di dekat Saga."

"Bukannya kadang kamu takut didekatku?"

Aku meringis lucu, "Aku takut bukan karena Saga di dekatku, tapi gara-gara aku takut Saga pergi menjauh setelah kubuat marah."

"Aku nggak akan kemana-mana." Bisik Saga. Perlahan Saga mendekatkan wajahnya padaku. Aku membelalakan mata kaget. Sementara posisiku terjepit di antara Saga dan jendela kaca mobil. Ketika bibir Saga tinggal beberapa senti dari bibirku, aku bisa merasakan nafas Saga dan ia malah tertawa. Padahal di saat yang sama jantungku rontok.

"Saga?" Suaraku seperti kehabisan nafas.

"Hm?" Saga tersenyum geli. Ia memandangku dalam jarak yang sangat dekat sekali.

Aku terpana menatap mata Saga. Sampai aku tidak bisa melakukan apapun selain memejamkan mata. Kemudian bibir Saga menyentuh bibirku. Aku tidak tau seberapa lama. Waktu seperti tidak relevan lagi. Yang aku tau, aku menahan nafas cukup lama.

"Jo?" Panggil Saga membuatku pelan-pelan membuka mata. Saga sudah kembali memposisikan dirinya dalam jarak sopan dan ia menyunggingkan senyum lembut favoritku.

"Ayo kita makan. Kamu nggak punya banyak waktu kan?"

Lalu Saga menggandeng tanganku masuk ke dalam restauran. Ternyata restauran ini menjual berbagai jenis pancake. Aku bersandung pelan gembira. Aku suka pancake terutama setelah Saga beberapa kali membawakanku pancake buatannya ke sekolah untukku.

"Boleh hari ini aku yang bayar semua pesananmu?" Tanya Saga, dengan sopan ia menarik kursi untuk mempersilahkanku duduk.

Aku menggeleng.

"Sampai kapan kamu nggak pernah mau di bayarin?"

"Saga kan sudah ngantar aku pulang pergi sekolah setiap hari. Aku nggak mau ngerepotin Saga lebih banyak lagi."

"Nggak ngerepotin sama sekali. Kamu lupa kalau arah rumah kita sama?" Saga tersenyum kecut.

Aku menggigit bibir begitu sadar, "Iya, ya? Tapi Saga juga antar aku setiap selesai kerja sambilan." Aku buru-buru menambahkan.

"Bukannya itu sudah tanggung jawabku?"

Aku mengerjapkan mata, "Itu bukan tanggung jawab Saga. Lagian jarak toko kue nggak ada 100 meter dari rumahku. Aku bisa pulang pergi ke tempat kerjaku sendiri."

"Nggak boleh." Saga menggeleng tegas, "Karena aku harus jaga, apa yang jadi milikku."

Dunia Jo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang