Part 48

649 125 3
                                    

Seharusnya aku sudah terbiasa naik mobil berdua dengan Saga. Anehnya, aku nggak pernah bisa. Apalagi sore ini, disampingku Saga menyetir mobilnya memakai kemeja putih gading kasual dan celana jeans. Rambut hitam Saga sedikit berantakan jatuh di kening, di bingkai wajah yang bagiku terasa tidak nyata. Wajah yang dulu membuatku hanya bisa diam mematung memandang Saga untuk pertama kalinya dari depan papan tulis kelas tujuh sewaktu umurku masih dua belas tahun.

Di tambah, mobil Saga juga berjalan menembus hujan. Aku suka hujan. Sudah lama hujan nggak turun dan aku juga sudah lama tidak melihat langit sore mendung gelap. Bagiku, bau hujan dan suara tetesan air itu membuat segala hal yang kurasakan menjadi berlipat. Termasuk, debaran jantungku juga.

"Saga? Kita mau kemana?" Tanyaku sambil menatap pemandangan di luar jendela mobil Saga semakin tidak familiar untukku.

Saga menyunggingkan senyum favoritku, "Menurutmu?"

Sayangnya sebelum aku sempat menjawab, perhatianku mendadak teralih ke suara deringan panggilan dari handphoneku.

"Siapa yang telepon? Kenapa nggak di angkat?" Tanya Saga ketika melihatku hanya diam memandangi layar handphoneku yang terus bergetar.

"Helen."

Dalam sekejab bibir Saga langsung melengkung cemberut dan lagi-lagi Saga menggerutukan hal yang sama. Yang sudah kudengar belasan kali, tentang kenapa sampai detik ini aku masih mau berteman dengan Helen.

"Gimana kalau waktu itu kamu betul-betul ganti baju ke baju yang di tawari mereka? Gimana kalau waktu itu bener-bener terjadi sesuatu yang lebih parah?" Saga menggertakan gigi jengkel.

"Terjadi sesuatu gimana?"

"Bella anak eskul fotografi, Johan. Apa kamu lupa dia pernah beberapa kali ngambil fotomu diam-diam?"

Aku meringis ngeri, membayangkan diriku benar-benar memakai pakaian minim milik Yano lalu di foto atau memakai pakaian lain yang bisa aja membuatku gatal-gatal tiga hari tiga malam.

"Apa kamu masih bisa maafin mereka?"

Aku menggeleng, "Nggak."

"Seharusnya memang begitu," Saga mendengus tak puas, "Sedari awal."

Aku cuma mengangguk-anggukan kepala menanggapi kalimat Saga, karena aku tau apapun jawaban yang keluar dari mulutku sekarang tentang Helen cuma akan tambah menyulut emosinya.

Gimanapun, Helen sudah masuk dalam daftar hitam Saga. Jadi walaupun aku bilang, sejauh ini Helen bertingkah normal. Nggak begitu terlalu mencurigakan didepanku (aku nggak tau kalau di belakangku) tetap aja Saga sudah terlanjur melabelinya jelek.

"Jaga jarak dari Helen." Kata Saga. Ucapan yang sama yang sudah kudengar belasan kali juga, "Kamu boleh maafin Helen, tapi jangan pernah lupa apa yang pernah dia lakuin."

"Siap." Jawabku sambil tertawa kecil. Berusaha mencairkan suasana yang agak berubah mencekam dalam mobil Saga setelah telepon mendadak dari Helen, "Saga jangan khawatir ya. Aku nggak bakal kenapa-napa. Janji."

"Aku tetap khawatir, Johan."

Aku menggigit bibir. Tertekan sendiri karena sepertinya semua orang terlalu khawatir padaku, "Ingat nggak Saga? Saga dulu pernah bilang. Dunia itu luar lebih jahat dari yang aku kira."

Saga mengerutkan kening, "Ya."

"Justru karena Saga, aku mau pergi dengan Helen, Yano, Bella. Aku mau nyelesain semua masalahku, sendiri. Aku mau Saga tau, aku bisa ngehadapi masalahku. Aku juga nggak mau bikin Saga khawatir, sampai Saga lupa ngerjain tugas sekolah, lupa bawa jas praktikum, di hukum guru, apalagi sampai nilai Saga jadi jelek gara-gara aku."

Kata-kataku membuat suasana dalam mobil sunyi senyap selama beberapa detik. Untuk sesaat aku cuma mendengar suara rintik hujan dalam latar belakang hingga suara berat dalam Saga akhirnya memecah keheningan, "Maaf." Gumam Saga, "Maaf kalau selama ini aku terlalu khawatir."

"Iya. Saga pokoknya jangan terlalu khawatirin aku lagi." Aku mengepalkan kedua tanganku di depan dada seperti anak kecil ingusan yang berusaha tampak sok dewasa di depan orang tua, "Mulai sekarang aku bakal berusaha nggak bikin Saga khawatir lagi. Nggak boleh lemah lagi. Pokoknya aku harus bisa sekeren Saga."

"Hm?" Saga mengangkat alisnya sambil menatapku sementara bibirnya bergerak seperti menahan senyum sebelum ia mengalihkan pandangan kembali ke jalan, "Ya." Jawab Saga dan ia melanjutkan berkata lembut padaku,"Tapi jangan pernah lupa. Sekarang kamu bukan cuma punya ibumu, tapi kamu juga punya aku, Johan."

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now