Chapter 26

729 153 1
                                    

"Johan, kamu ada masalah lagi ya di sekolah?" Tanya Bu Wito sambil menatapku yang baru saja sukses menumpahkan  seember air pel ke lantai toko roti beliau. 

Aku menggigit bibir dalam-dalam. Serasa seperti jadi orang paling sial sedunia hari ini.

"Nggak apa-apa. Bisa di lap." Ucap Bu Wito dengan sabar, padahal belum lima menit yang lalu aku juga menumpahkan senampan roti yang baru selesai di bungkus beliau, "Sana ambil kain bekas di dapur belakang. Sebelum ada pembeli datang." perintah beliau.

Aku bergidik mendengar kata bekas. Teringat kata-kata Bella di kamar mandi, siapa juga mau dengan cowok bekas Johan?

Bekas Johan. Seperti aku serangga jelek, makhluk menjijikan, barang bekas yang sudah buluk.

Aku buru-buru menggelengkan kepala. Memaksakan diri mengeyahkan pikiran nggak enak. Sebelum dengan cepat berlari ke dapur belakang. Sayangnya, aku malah terpeleset di lantai dan sukses menubrukan kepalaku ke salah satu counter roti.

Bu Wito sampai terbengong-bengong sesaat sebelum berteriak panik.  Aku buru-buru memposisikan diri. Berusaha tampak baik-baik saja walaupun badanku, kepalaku, semuanya sakit. Termasuk perasaanku. Rasanya nggak karu-karuan.

Badanku basah hingga rambut. Jelas aku nggak mungkin lanjut jaga toko. Akhirnya Bu Wito memaksaku untuk pulang. Padahal aku masih ingin di toko. Karena kalau aku di rumah, sendirian. Pasti pikiranku tambah kacau.

Tapi mau bagaimana lagi? Aku menyerah kalah dan jalan kaki pulang. Baru setengah jalan aku teringat Saga. Seperti biasa, Saga pasti akan selalu nunggu di depan toko roti begitu aku selesai bekerja. Aku harus memberi tau Saga kalau aku sudah pulang duluan.

Sebetulnya aku hanya mengirim pesan singkat, mengabari Saga aku sudah pulang lebih awal tanpa embel-embel alasan kenapa aku pulang lebih awal. Saga pun membalas dengan singkat. Hanya kata, iya.

Sampai di rumah aku melakukan hal yang biasa selalu kulakukan. Menyalakan semua lampu, mandi, berganti pakaian kemudian menghangatkan makanan sisa sarapan tadi pagi. Selesai melakukan semuanya, aku duduk di depan TV sambil memegang secangkir teh. TV sudah kunyalakan dalam volume keras. Tapi perasaanku masih aneh. Sekarang malah tambah rasa kesepian. Sudah lama aku nggak pernah merasa sesepi ini.

Tanpa sadar, aku mulai menangis. Hampir seperti menangis anak kecil. Merengek sepuasnya. Sekerasnya. Toh aku cuma sendiri. Aku hampir selalu di rumah sendirian.

Tangisanku baru berhenti ketika pintu rumahku di gedor dengan sangat keras. Aku terperanjat kaget. Buru-buru mengelap air mataku dengan ujung baju. Panik, karena aku takut sekaligus malu membayangkan seandainya tamu yang menggedor pintuku itu ternyata tetanggaku yang nggak sengaja dengar suara tangisku yang keras kayak bayi.

Dengan canggung aku berjalan ke depan pintu dan ketika aku membukanya. Saga ada di hadapanku. Berdiri menjulang. Menatapku dengan wajah khawatir, panik takut bercampur sedih.

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now