Part 12

1.4K 213 12
                                    

Pagi ini senormal-normalnya pagi biasanya, kecuali fakta kalau disebelah mejaku duduk Bella. Aku gatal sekali untuk menagih uang LKS padanya, tapi aku tau usahaku pasti tidak akan berguna karena lebih galak orang yang ngutang dibanding yang ngutangin.

Selain itu, sudah lama aku menghindari berhubungan dengan geng Yano. Semenjak kejadian aku jatuh di tangga waktu itu, geng Yano sudah tidak banyak lagi menggangguku. Paling Yano (dia masuk kelas 11-IPA-7) hanya mendelik menatapku ketika kami tanpa sengaja berpapasan. Sebelas dua belas dengan Bella, dia juga nggak banyak berkutik. Bahkan foto jelekku hasil karya Bella sudah nggak pernah ada lagi di mading sekolah sekarang. Aku tau penyebab utamanya mereka jadi begitu; gerakan mereka sekarang selalu diawasi guru.

Untuk mengalihkan kecanggungan dari duduk dekat Bella, aku menyibukan diri membaca katalog lukisan yang dipinjamkan Saga padaku. Sayang, kedamaianku pagi ini di renggut Abimayu. Sepertinya Abimayu sarapan ganja. Makanya ia punya energi ekstra berlebih sedari pagi.

Seperti biasa, Abimayu langsung duduk di meja depanku. Ia tau-tau menggoyang-goyangkan badannya ke kanan kiri kedepan kebelakang sambil duduk, seperti orang mabuk. Aku memang nggak menatapnya secara langsung, tapi sudut mataku mau nggak mau melihat bayangannya yang goyang-goyang terus seperti ulet.

"Johaaan." Abimayu tau-tau menoleh kebelakang sambil nyengir. Aku sudah tau Abimayu ingin menyalurkan energi berlebihannya untuk meledekku sepanjang pagi, karena itu yang biasanya ia lakukan.

"Hm?" Aku berguman tidak jelas tanpa medongak menatapnya.

Tanpa putus asa, Abimayu menarik rambutku supaya aku mendongak memandangnya. Abimayu mengerutkan kening tidak puas karena reaksiku hanya diam saja mengabaikannya. Padahal biasanya juga begitu, energi berlebihan Abimayu tidak cocok untukku.

"Baca apaan Jo?" Abimayu merebut katalog yang kupegang lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. Menungguku meledak marah, tapi nyatanya aku hanya menatapnya sambil menghela nafas.

Tau-tau tangan Abimayu yang lain sudah menggapai rambutku lagi. Ia menarik-narik rambutku, mengacak-acaknya, memain-mainkannya jadi bentuk aneh. Melihatku hanya pasrah saja, Abimayu mendesah tidak puas.

"Ayolah Jo, sekali-kali kamu marah atau sok-sokan ngambek kek kalau aku narik rambutmu. Jangan selalu diem aja." Protes Abimayu.

"Ngambek?" Tanyaku heran, haruskah aku sok-sokan ngambek sambil ketawa genit kayak reaksi kebanyakan anak-anak cewek lain?

"Ayolah. Kamu emang nggak terganggu? Marah aja!" Perintah Abimayu sambil menarik-narik rambutku lagi seperti anak kecil.

"Kenapa harus marah?" Tanyaku makin bingung sambil berusaha membuat Abimayu berhenti menarik rambutku dengan memundurkan kursiku kebelakang dan menutupi rambutku dengan telapak tangan.

"Ya. Pokoknya harus marah." Celetuk Abimayu sambil membuka-buka bukuku, "Eh Jo, ini apaan? Katalog lukisan? Yaelah pagi-pagi baca ginian. Kamu itu pantesnya baca buku resep. Makanmu kan banyak."

Aku menghela nafas mengabaikan ledekan Abimayu, "Abi, balikkin bukuku dong. " Pintaku sambil menyodorkan kedua tangan padanya dan langsung di sambut Abimayu dengan mata berbinar.

"Kamu jadi cewek tingkahnya jangan imut-imut amat gitu loh Jo. Kasihan yang liat." Cerocos Abimayu nggak jelas. Abimayu kalau ngomong memang selalu nggak jelas sih.

"Iya. Iya." Aku menggerutu.

"Gambarin dulu baru kubalikin."

"Iya aku gambarin, tapi nanti aku di bayar nggak?"

"Yaelah, kamu udah imut mata duitan lagi. Tambah gemes."

"Hoek." Helen yang daritadi hanya duduk diam mendengarkan dari sampingku, memasang ekspresi mau muntah.

Dengan cuek Abimayu melanjutkan, "Ya? Ya Jo? Gambarin dong. Sekarang."

"Sekarang?"

"Iya sekarang." Abimayu mendorong kursinya supaya menghadap mejaku.

"Kalau gitu aku minta fotomu."

"Cowok tulen itu nggak pernah foto-foto Jo."

"Siapa yang cowok tulen?" Aku mendengus.

"Disini loh Jo. Didepanmu." Serta merta Abimayu meletakan kedua telapak tangannya di pipiku supaya wajahku menatap wajahnya dari jarak sangat dekat.

Aku melongo sementara Agas bersorak dari sebelah Abimayu. "Dasar Gila!" Agas memukul belakang kepala Abimayu sambil ketawa ngakak.

"Sinting." Tambah Helen sambil geleng-geleng kepala.

Mataku dan Abimayu bertatapan dengan jarak sangat dekat. Baru saat itulah aku sadar, Abimayu punya mata berwarna coklat gelap.

"Gimana? Jadi gambarin kan? Real time tanpa lewat foto bisa nggak?" Ujar Abimayu dan ia semakin mempererat telapak tangannya di pipiku.

"Nggak mau." Aku menggeleng keras-keras sambil berusaha mati-matian melepaskan telapak tangan Abimayu dari pipiku.

Pegangan tangan Abimayu di pipiku malah makin menjadi. Akibatnya pipiku tergencet aneh, mirip bakpau. Membuatku malu setengah mati.

"Ayolah. Baru kulepasin kalau kamu mau gambarin." Paksa Abimayu. Kali ini ia bahkan semakin mendekatkan wajahnya pada wajahku.

Otomatis mataku jadi juling, saking dekatnya mata kami saling bertatapan. Melihat itu Abimayu tertawa terbahak.

"Iya. IYA. LEPASIN." Teriakku

"Beneran loh ya, Janji itu hutang. Hutang itu janji." Serunya.

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now