Part 22

903 169 19
                                    

"Abi?!" Seruku tanpa sadar.

Tanpa mempedulikan reaksiku, Abi mendekatkan wajahnya ke rambutku kemudian nyengir, "Pasti Jo baru bangun tidur."

"Abi ngapain kesini?" Aku buru-buru menyela sambil menoleh kebelakang Abimayu. Berharap ada seseorang di belakangnya. Sayangnya yang ada hanya motor vespa tua sewarna telur asin, "Mobilmu mana? Kenapa naik motor? Kok bisa kehujanan? Jas hujanmu mana? Kok sendirian?"

"Mobilku di rumah. Lagi pingin. Nggak bawa jas ujan. Emang kenapa kalau sendirian?" Jawab Abi secepat bicaraku tadi.

Aku nyerocos lagi menanyakan banyak hal dan Abi langsung menjawab super cepat. Aku baru berhenti menanyakan pertanyaan ketika Abi tertawa sambil berkata, "Kita lagi rap battle? Ngapain ngomong cepet-cepet?"

"Habisnya.." aku menggigit bibir.

"Kenapa? Nggak pingin aku disini?" Tanya Abi santai.

Aku mengangguk.

"Jangan terlalu jujur bisa nggak?" Mata Abimayu melirik geli.

"Tadi aku mimpiin Abi. Tau-tau Abi disini."

"Oh ya? Bagus dong." Seru Abimayu bangga.

Aku mendengus sambil melirik langit. Langitnya hitam sekali. Mendung gelap malam hari. Ini malam minggu. Biasanya Saga mengajakku makan di luar. Tapi Saga tidak mengatakan apa-apa lagi kemarin sewaktu mengantarku pulang. Mungkin Saga sebetulnya masih marah, tapi ia terlalu sopan untuk mengatakannya.

"Boleh duduk nggak nih?" Tanya Abimayu sambil mengacak-acak rambutnya yang basah.

Aku terdiam. Yah bisa apa aku? Mau tidak mau aku mempersilahkan Abimayu duduk di depan. Mengambilkan handuk sekaligus minuman hangat. Nggak mungkin kan dia kuusir seperti adegan sinetron?

"Abi nggak kedinginan? Mau kuambilkan jaket nggak?"

"Nggak. Handuk ini, cukup."

Aku mengangguk-angguk lalu suasana kembali hening mencekam. Horor sekali apalagi ditambah suara geledek. Jadi aku mengetuk jari-jariku di meja sambil ngedumel dalam hati. Kenapa harus di saat seperti ini, Abimayu yang biasanya cerewet mendadak kalem.

"Kamu sengaja kesini nggak bawa mobil." Tuduhku yakin.

"Yap." Jawab Abimayu tanpa ragu, "Susah tau nunggu momen hujan. Biar basah kuyup biar nggak disuruh langsung pulang."

"Buat apa?" Tanyaku nekat.

"Iya. Buat apa ya?" Tanya Abimayu balik dengan wajah serius, "Kamu tipe cewek terakhir yang bakal kupikir untuk ditaksir. Kamu juga bukan cewek yang suka cari perhatian, main-main apalagi selingkuh. Jadi ini semua sebetulnya percuma. Sudah dari awal."

"Dari awal aku nggak pernah nganggap gambarmu yang di pajang di ruang seni menarik. Aku bahkan nggak tau itu gambarmu. Saga yang pertama nunjuk gambarmu. Dia bilang, gambarmu bagus. Kalau bukan karena Saga sering sengaja nendang bola melenceng ketempatmu duduk di pinggir lapangan. Aku nggak bakal tau namamu Johan. Juga kalau bukan karena Saga sengaja duduk di samping Johan Navsar yang laki-laki dan hampir yakin kalau itu anak pasti dituker kelas sama kamu, sudah pasti aku juga nggak pernah perhatiin kamu, Jo. Jadi ini sebetulnya semua gara-gara Saga. Tapi, mulai sekarang aku nggak akan ngelakuin apa-apa lagi." Abimayu mendadak tertawa. Ekspresinya kembali cair.

Aku menelan ludah. Tidak tau harus berkata apa.

"Aku nggak akan nunjukin perasaanku lagi. Tapi jangan lupa kalau aku ada." Lanjut Abimayu sambil tersenyum.

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now