Chapter 19

1.4K 217 3
                                    

"Lama banget sih mereka." Sungut Helen.

"Sabar." Ujarku masih menggigiti bibir gelisah.

"Kita cari mereka aja yuk Jo." Rengek Helen untuk ke seratus juta kalinya.

"Tapi Saga minta aku nunggu disini." Ulangku untuk sejuta kalinya juga.

Mata Helen menyipit sesaat sebelum ia bergumam, "Jo, tau nggak? Mustahil cowok kalau berantem itu sekedar adu ngomong. Cowok itu kalau marah nggak afdol kalau nggak pakai tangan."

"Nggak mungkin." Sahutku yakin, "Saga nggak kayak gitu."

"Saga betulan sayang sama kamu nggak? Kalau Saga betulan sayang, dia pasti marah besar sama Abimayu. Seenggaknya nunjukin kalau dia mempertahankan kamu lah dan nggak mungkin Abimayu nggak bales mukul. Anak kayak Abi mana mau ngalah."

Aku buru-buru menambahkan, "Tapi Saga nggak mungkin mukul orang sembarangan."

"Berarti Saga nggak bener-bener sayang kamu dong." Helen mendengus, "Masa' iya. Saga biasa aja sahabatnya naksir cewe'nya sendiri? Terang-terangan mau nelingkung lagi! Beneran kamu yakin mereka nggak adu jotos? Gimana kalau ternyata iya terus ketahuan guru BK?"

Mendengar nada suara Helen, seketika tekadku untuk mematuhi Saga luntur. Akhirnya aku pasrah saja saat Helen menarikku keluar dari dalam kelas. Aku di geret Helen menyusuri koridor lantai dua. Belum sempat kami menuruni tangga, aku mendengar suara anak perempuan berteriak menyebut nama Saga, bukan dengan nada khawatir tapi dengan nada menggoda. Aku sampai berhenti mendadak. Reflek Helen lebih bagus dari reflekku. Jadi dia sudah tengak-tengok kanan kiri atas bawah di saat aku masih mencerna situasi.

"Si Saga di lapangan tuh!" Seru Helen masih dengan kepala melogok dari tembok pembatas lantai dua.

Aku mengejar Helen menuruni tangga. Aku sampai di pinggir lapangan dengan nafas ngos-ngosan, di samping anak perempuan yang tadi dan sekarang masih teriak-teriak menyoraki Saga dan Abimayu yang sedang main basket. Sekilas, anak perempuan berambut pendek ikal sebahu itu melirikku tapi langsung teriak lagi menyoraki nama Saga. Sebodo tuing, seperti aku laler lewat.

Aku baru faham penyebabnya begitu aku melihat bet namanya. Dia Mia, anak kelas 11-IPA-4 yang di ceritakan May belum lama ini. Mia, anak yang mendeklarasikan ke seluruh siswa di sekolah kalau ia naksir Saga. Tapi yang terpenting, detik itu juga aku menoleh ke Helen, "Betul kan, Saga sama Abimayu nggak mungkin berantem."

"Gimana kalau kamu aja yang tonjok-tonjokan sama itu cewek?" Balas Helen judes sambil menunjuk Mia.

Belum sempat aku menjawab, aku mendengar suara Mia tersentak kaget. Saat aku menoleh, Mia dan beberapa anak perempuan lain yang sedari tadi juga menonton sudah berlari menuju ke tengah lapangan, mengerumuni Saga. Aku tidak bisa melihat Saga karena ia di kelilingi banyak orang. Hanya Abimayu yang bisa kulihat, ia terduduk di dekat ring basket sambil mengelap bibirnya yang berdarah. Tidak ada satupun orang yang mengerumi Abimayu kecuali Agas. Itupun Agas berdiri di samping Abimayu sambil memukul pundak temannya dan berseru, "Cemeen, kesikut aja berdaraah."

Aku ikut berlari ke Saga tapi Saga di kelilingi orang yang berdiri terlalu rapat di sekelilingnya. Aku berusaha menembus kerumunan, tapi tidak bisa. Aku tidak bisa apa-apa kecuali menatap Abimayu yang malah tertawa dengan Agas dua meter disamping kerumunan Saga. Tanpa sadar aku berlutut di depan Abimayu dan bergumam, "Kamu nggak apa-apa?"

Abimayu menoleh. Ia terkejut mendengar suaraku tapi langsung tertawa kembali, "Kenapa kamu nggak di kelas? Bosen ya nunggu?"

"Kok bisa main basket aja sampai berdarah-darah?"  Tanyaku khawatir bercampur heran mengabaikan pertanyaan Abimayu.

Abimayu nyengir, "Soalnya kita main pakek perasaan."

Aku mengerjapkan mata kikuk sementara tatapan mata Abimayu malah teralih sesaat ke Saga yang masih dikerumuni orang sebelum tersenyum lagi padaku, "Kenapa sekarang kamu disini? Kenapa nggak di sebelah Saga?"

Tanpa berpikir aku menjawab, "Soalnya sudah banyak yang ngerumuni Saga."

"Kamu salah!" Mendadak Abimayu berseru.

Aku tersentak kaget, "Apanya yang salah?"

Abimayu tertawa geli, "Kamu buat aku berharap Jo."

Dunia Jo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang