chapter 25

749 160 4
                                    

Malam ini aku mimpi buruk lagi, aku bermimpi kejadian-kejadian yang selama ini tidak kuanggap penting sebelumnya. Tatapan mata orang-orang ketika melihatku berjalan di samping Saga. Cara mereka menatapku dari atas kebawah. Cara mereka balas tersenyum padaku saat aku tersenyum ke mereka.

Tiba-tiba mimpiku berganti lagi, aku melihat Helen sedang tertawa-tawa bersama Lintang, May, Ellie dan Novietta. Mereka semua berkumpul menertawakanku. Sementara dimimpiku aku cuma bisa diam jadi bahan tertawaan.

Sontak, aku terbangun dalam keadaan basah kuyup keringatan. Perasaanku tidak karu-karuan. Aku jadi malas kesekolah. Tapi pada akhirnya, aku memang tetap sekolah.

Ternyata, mimpi buruk kadang bisa jadi pertanda juga. Sebetulnya di sekolah nggak ada apa-apa. Semuanya berjalan seperti biasa. Bedanya, hari ini aku piket dan aku membersihkan kelas lebih dari biasanya. Terus bergerak membuatku terlalu sibuk untuk berpikir yang enggak-enggak.

Diam-diam aku membersihkan apapun yang kira-kira bisa di bersihkan. Mulai dari loker meja guru sampai menyapu kelas, padahal biasanya aku cuma membuang sampah atau menghapus papan tulis.

Tapi, ternyata itu salah juga. Salah satu teman satu kelasku, Haunan maju kedepanku saat aku sedang menyapu. 

"Ei Jo, kamu hari ini piket ya?"

"Iya, hari ini Haunan juga piket kan?" Ujarku lebih untuk basa-basi.

"Aku dimintain tolong Bu Mangun ngumpulin tugas temen-temen sekelas yang kemarin pada belum selesai. Anterin ke ruang guru dong, Jo. Bu Mangun minta sebelum jam pertama semua tugas anak sekelas udah di mejanya." Ujar Haunan sambil menjatuhkan setumpuk buku di atas meja sebelahku.

Aku mengalihkan pandangan dari buku ke jam dinding kelas, tinggal semenit lagi bel pelajaran pertama dimulai. Bahkan aku bisa melihat pak Bambang, guru Matematika yang akan mengajar kelasku pagi ini berjalan di sisi gedung sebelah timur.

"Eh, tapi Bambang udah disitu." Ujarku sambil menunjuk keluar kelas, "Sebentar lagi pak Bambang sampai kesini."

"Jo, ayolahh. Kalau nggak Bu Mangun mesti marah! Kamu mau kita semua satu kelas di marahin Bu Mangun?"

"Tapi kamu yang dimintai tolong Bu Mangun kan, Haunan?" Ujarku mencoba selembut mungkin supaya Haunan tidak tersinggung.

Haunan mendecakkan bibir, "Tolong Jo, ini PR matematika ku belum selesai. Tinggal dikiiit."

Aku tetap terdiam bergeming. Kalau memang waktunya cukup. Aku pasti nggak akan menolak. Pasti akan kubela-belain lari ke ruang guru. Atau seadainya saja jam pertama bukan pak Bambang. Pasti aku lebih berani untuk minta ijin lima menit. Tapi ini pak Bambang yang terkenal galak sampai ke tulang. Anak-anak bahkan seringkali takut ijin ke WC saat jamnya beliau. Terus sekarang aku tiba-tiba ijin beliau mau ke ruang guru disaat beliau baru aja masuk kedalam kelas? Apa nggak sopan itu?

Akhirnya dengan berat hati aku menggelengkan kepala. Susah sekali. Karena aku orang yang susah berkata 'nggak' ke orang lain.

Betapa kagetnya aku ketika Haunan menatapku marah, dengan jengkel ia menyumpah serapah di sampingku. Aku membeku. Aku bahkan nggak bisa di bilang dekat dengan Haunan. Selama ini aku hanya bicara dengan Haunan seperluhku.

Yang lebih parahnya lagi, salah satu teman Haunan, Ryan tertawa di dekat kami sambil berteriak, "Kamu kurang ganteng sih Haunan. Kalau kamu ganteng kayak pacarnya Johan, si Saga. Pasti Johan mau nolongin kamu."

"Haaargghh." Haunan mendengus marah, "Saga mau-maunya ya sama cewek kayak gini."

Mulutku ternganga. Lagi-lagi aku patah hati. Ternyata benar kata Saga. Dunia lebih kejam dari yang aku kira.

Disaat aku masih mematung, tiba-tiba Abimanyu sudah berdiri di depanku. Sambil cengengesan ia menatap Haunan,"Sini kubawain ke ruang guru. Sekalian aku mau cabut ke kantin."

"Seriusan? Mau cabut pas pelajaran pak Bambang?" Haunan mendadak berhenti berjalan untuk menatap kaget Abimanyu.

"Yoiii." Seru Abimanyu tanpa berkurang gembiranya. Ia mengangkat tumpukan buku di atas meja kemudian membalikan badannya untuk menunduk menatapku. Aku ikut menunduk menyembunyikan wajahku karena aku nggak mau Abimanyu tau mataku merah karena aku mati-matian nahan air mata.

Abimanyu dengan tenang menepuk pundak ku pelan sebelum berlari keluar kelas. Tepukan singkat. Tapi entah kenapa. Sedikit menata hatiku yang tadinya patah.

Dunia Jo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang