Part 47

601 126 10
                                    

Pagi ini, seperti pagi yang normalnya, aku meletakan tasku disamping tas Helen kemudian duduk di sampingnya.

Awalnya, ada kesunyian canggung cukup lama hingga suara Helen dululah yang memecah suasana, "Kamu nggak pindah tempat duduk?"

"Kamu mau aku pindah?"

"Kenapa kamu nggak pindah?" Helen yang biasanya ramah, hari ini sama sekali tidak tersenyum, "Kukira kamu bakal pindah tempat duduk setelah kejadian kemarin."

"Tapi nggak ada meja lain yang kosong kan?"

"Minta aja anak lain buat tukar tempat duduk."

"Hmm..." Aku mengangguk kan kepala, sambil mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas, "Apa kamu pingin aku pindah? Apa kamu bener-bener nggak suka aku duduk di sampingmu?"

Helen mengernyitkan wajah cemberut tapi bibirnya cuma terdiam.

"Kalau kamu memang mau pindah, kenapa nggak kamu yang pindah duluan?" Tanyaku sebelum menambahkan berkata, "Tapi, aku nggak bohong soal kata-kataku kemarin. Aku suka duduk di sampingmu, Helen..."

"Dasar aneh!" Seru Helen memotong kalimatku. Ekspresinya tampak ngeri. Reaksi yang hampir sama seperti reaksinya kemarin.

Aku? Aneh? Mungkin juga. Aku toh memang pernah dengar orang lain juga ngomong begitu dan aku sadar saat ini, orang lebih banyak mengasumsikan kebaikan sebagai sesuatu yang aneh. Jadi aku mengabaikan Helen untuk fokus melakukan hal lain.

Sekarang perasaanku sudah nggak sesedih kemarin. Aku cukup ingat-ingat ibuku. Nasihat beliau tadi malam dan kata-kata Saga yang Saga ucapkan sebelum ia pamit pulang dari rumahku.

Saga bilang, aku nggak perluh harus berteman dengan semua orang. Jangan maksain diri untuk ngelakuin apa yang aku nggak suka. Jangan sembrono. Harus hati-hati. Tetap jadi diriku sendiri, sambil menepuk-nepuk pelan puncak kepalaku.

Jadi, aku memang bertekad nggak akan pindah kursi kecuali Helen yang pindah. Karena kalau aku pindah kursi duluan, otomatis mau nggak mau aku menceritakan kejadian kemarin atau seenggaknya harus menceritakan sedikit alasanku pindah.

Aku nggak suka cerita kejadian kemarin dengan orang lain, kecuali Saga. Karena dari sudut manapun aku cerita, Helen, Bella dan Yano bakal tetap kelihatan jelek. Aku juga nggak bisa mencegah orang lain untuk menyebarkan ceritaku lagi dengan versi mereka dan aku tau, cerita yang menyebar pasti berkembang beda jauh dari cerita versi aslinya.

Berhari-hari selanjutnya aku tetap berusaha bersikap sebiasa mungkin. Seperti aku yang biasanya. Awalnya aneh, Helen membalas sikapku dengan canggung tapi pada akhirnya dia ketawa juga. Bersikap seperti dulu lagi, minus mata maaf. Walaupun aku nggak tau ketawanya itu betulan atau akting.

Helen dulu pasti punya alasan, bersikap baik di depanku tapi jahat di belakangku. Dia juga pasti punya alasan kenapa pada akhirnya dia nggak pindah dari kursi sampingku dan semua alasannya itu nggak perluh harus aku tau. Sama seperti alasanku bersikap sejauh ini. Buatku, hubungan antar manusia dan Tuhan lebih mudah di perbaiki daripada hubungan antar manusia. Lagipula aku nggak suka di musuhi, jadi buat apa aku ngelakuin hal yang sama?

Aku juga bersikap biasa saja dengan Bella. Jadi saat mata kami tidak sengaja bertubrukan di kelas dan Bella langsung melengos jengkel, aku seketika sadar, Bella dan Yano sudah berhari hari sama sekali nggak mengangguku. Lebih tepatnya, kini mereka lebih seperti mengabaikanku.

Satu-satunya yang berbeda adalah caraku menyikapi Abimayu. Abimayu seperti hal nya anak-anak lain, tau aku pulang satu mobil dengan Yano, Bella dan Helen tapi nggak betul-betul tau cerita selanjutnya.

"Helen jebak kamu?" Tanya Abimayu sambil terang-terangan melayangkan pandangan tak suka pada Helen saat jam istirahat sekolah. Saat aku sedang berdiri sendirian di dekat pintu kelas.

"Nggak." Jawabku sambil menggelengkan kepala dan raut wajahku berubah nggak suka juga.

Alis Abimayu bertaut sesaat sebelum ia berseloroh sambil tertawa ngeledek, "Masa' sih Jo? Kamu pasti bohong kan buat ngelindungi Helen?"

"Nggak. Memang nggak ada apa-apa."

"Ooohhh...jadi kamu sekarang udah official ikut gabung geng Yano, Bella?"

"Abi, berhenti." Potongku, "Jangan jadiiin mereka bahan bercandaan."

Senyum Abimayu seketika lenyap, "Nggak biasanya reaksimu kayak gini."

"Jangan ungkit-ungkit kejadian itu lagi. Juga jangan ngeledekin Helen soal ini."

"Kenapa?" Abimayu menundukan kepalanya untuk memandang langsung mataku, "Sebenarnya kejadian itu gimana? Kalian kemana? Mereka sebetulnya ngelakuin apa ke kamu?"

"Kenapa Abimayu mau tau?"

"Aku khawatir, Johan." Jawab Abimayu dengan raut wajah yang aku nggak pernah lihat sebelumnya.

"Aku nggak apa-apa. Aku udah cerita ke Saga."

Mendengar nama Saga, bibir Abimayu mendadak tersenyum kecut," Nggak cerita ke aku juga?"

"Nggak." Aku menggeleng, "Aku nggak akan pernah cerita ke siapapun, kecuali Saga."

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now