Part 2

1.8K 288 17
                                    

"Ayo pulang." Saga tersenyum lebar begitu melihatku keluar dari dalam kelas saat jam pulang sekolah. Aku balas tersenyum sambil berlari mendekati Saga. Tanpa komentar, Saga langsung bergerak memperbaiki posisi tas punggungku sebelum bertanya, "Tadi di kelasmu ada ulangan Matematika mendadak juga?"

"Iya." aku mengangguk lalu melanjutkan berkata, "Aku nggak bisa ngerjain sama sekali loh."

"Sama sekali?" Ulang Saga, alisnya terangkat. Ingat kan kalau Saga itu pintar sekali menyembunyikan emosinya? Tapi akhir-akhir ini aku agak bisa membaca emosi Saga, terutama kalau ia sedang khawatir.

"Gimana kalau hari ini kerja sambilanmu libur dulu? Kita belajar bareng."

"Nggak mau." Aku menggeleng. 'Belajar bareng' dalam konotasiku adalah aku yang belajar sementara Saga mengawasiku. Untuk hari ini, aku lebih suka menguleni adonan roti daripada menghafalkan rumus.

"Kalau hari Sabtu? Pulang sekolah kayak biasanya?"

"Oke." Jawabku semangat.

Saga tersenyum geli, "Mungkin kamu satu-satunya anak perempuan yang malah semangat belajar setiap hari Sabtu."

"Soalnya cuma hari itu, aku bisa bebas ketemu dan belajar bareng Saga."

"Sebetulnya hari lain juga bisa. Kalau kamu berhenti kerja sambilan." Gumam Saga.

Aku menggeleng keras-keras, "Nggak mau."

"Kalau kamu berhenti kerja sambilan, kamu bakal punya banyak waktu untuk yang lain."

"Aku udah berhenti jualan donat di sekolah. Masa' aku harus berhenti kerja sambilan juga?"

"Kamu memang harus berhenti karena pergelangan tangan kananmu sekarang sudah nggak sesehat dulu. Kamu sekarang nggak bisa lagi ngangkat barang berat kan?"

"Kalau cuma bawa tiga kotak boleh?" Tanyaku. Soalnya kalau cuma ngangkat tiga kotak, pergelangan tangan kananku yang pernah retak nggak terasa terlalu sakit.

Saga menghela nafas. "Jangan jualan donat lagi. Aku nggak mau ngeliat kamu ngangkat-ngangkat kotak donat sebanyak itu sendirian. Lagian kerja sambilanmu di toko roti sudah banyak makan waktumu."

Aku mengangguk patuh. Pada dasarnya aku memang penurut dan terkadang Saga bisa jadi orang paling keras kepala yang pernah kutemui.

"Hari ini nggak ada yang gangguin kamu kan di kelas? Termasuk Bella?" Tiba-tiba Saga mengalihkan pembicaraan.

Aku menggeleng. "Nggak." Ujarku lalu mulai terkikik geli sambil menceritakan bagaimana tingkah Bella kalau di dekatku. Aku tau dari tatapan matanya, kalau Bella sudah lama gatal ingin menceburkanku ke sumur, tapi dia takut bertindak terang-terangan di kelas karena Abimayu jarang-jarang berada jauh dariku dan setiap Bella seperti hendak berbuat jahat padaku, Abimayu selalu langsung berteriak, "Hayoo loo Bell. Ntar ku bilangin ke Saga! Tau kan Saga kalau marah kayak gimana? Ntar kuat nggak adu jotos sama Saga? Lagian cantik-cantik sifatnya mirip nenek lampir. BWAHAHAHA." lalu Abimayu mulai ketawa ngakak nggak jelas.

"Tapi Abimayu sendiri juga suka gangguin kamu kan?"

"Oh. Iya dia masih suka nyuruh-nyuruh aku ngerjain tugas senirupanya. Tapi sekarang aku nggak kayak dulu! Sekarang aku minta bayaran setiap Abimayu minta aku ngerjain tugasnya."

"Apa?" Saga berhenti mendadak.

"Sekarang semua orang yang minta bantuanku ngerjain tugas senirupa kumintai bayaran." Ujarku ceria lalu mengeluarkan kertas berisi rincian daftar harga jasa menggambarku dari dalam tas dan menyerahkannya pada Saga.

Saga membaca daftar itu dan ekspresinya langsung berubah seperti melihat ada lobak keluar dari lobang hidungku, "Jadi sekarang kamu bukan cuma buka jasa pesanan mengerjakan tugas senirupa, tapi juga gambar artis?"

"Iyap." Aku mengangguk-angguk semangat. Awalnya bisnis baruku ini terbentuk gara-gara Helen iseng memintaku menggambarnya bersama Shawn Mendes dan setelah itu aku kebanjiran pesanan dari orang-orang yang menontonku menggambar. Kebanyakan memintaku menggambar mereka dengan aktor/aktris keren kesukaan mereka.

"Apa maksudnya gambar artis?" Tanya Saga dengan suara seperti habis tersedak biji salak.

"Oh, oh contohnya begini." Ujarku sambil mengeluarkan buku sketsaku yang berukuran A4 dari dalam tas.

Saga menatap gambar yang kubuat, "Ini yang kamu gambar May kan? Siapa ini yang berdiri di samping May? Brad Pitt?" Sekarang suara Saga berubah seperti orang yang kehabisan nafas.

"Iya. Terus yang ini pesanan Ellie. Gambar Ellie dan Christian Ronaldo sedang berkuda di samping matahari terbenam." Aku menunjukan lagi gambarku yang lain.

"Hmph." Saga menahan nafas, "Kamu minta bayaran berapa untuk ini?"

"Lima puluh ribu untuk Brad Pitt. Untuk Christian Ronaldo empat puluh ribu."

"Kenapa Brad Pitt lebih mahal?"

"Karena rambutnya lebih banyak."

"Oh." Saga mengangguk-angguk kehabisan kata-kata seperti orang ingin ketawa sekaligus melongo, "Kalau untuk joki mengerjakan tugas senirupa, kamu minta bayaran berapa?"

"Tiga puluh ribu." Seruku bangga.

"Lalu seberapa banyak siswa yang saat ini titip tugas senirupa sama kamu?"

"Ngg, lima belas?"

"LIMA BELAS?! " Seru Saga sambil menatapku tak habis pikir.

"Lima belas dikali tiga puluh ribu. Banyak kan? Ternyata lebih menguntungkan daripada bisnis donat."

"Kapan kamu ngerjain semua tugas dan pesenanmu itu? Kamu semakin nggak punya waktu untuk ngelakuin yang lain. Kenapa kamu nggak bisa diem istirahat aja sih Jo?" Protes Saga.

Aku menggeleng, "Aku ngerjainnya di sela-sela waktu luang kok. Aku bisa ngatur waktuku Saga. Lagian ngangkat pensil nggak seberat ngangkat kotak donat. Jadi Saga tenang aja."

Mendengarku, Saga langsung mengacak-acak rambutnya frustasi.

Dunia Jo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang