chapter 27

732 152 1
                                    

Didepanku Saga berdiri memakai kaus hitam di balik kemeja flannel biru tua yang tidak di kancing dan celana jeans kasual. Rambutnya sedikit basah. Awalnya kukira Saga habis keramas tapi setelah lebih ku perhatikan, bukan cuma rambut, wajah dan baju Saga juga sedikit basah. Saga keringatan. Seperti ia habis lari keliling komplek rumahku.

"Saga?" Cuma satu kata itu yang bisa kuucapkan sambil mendongak menatapnya.

Saga bergerak maju dan langsung memelukku erat-erat. Aku tersentak kaget. Walaupun Saga berkeringat aroma Saga harum, seperti kue coklat, rempah dan musk lembut.

Aku membenamkan wajahku dalam dada Saga. Rasanya aman. Tenang. Damai. Hatiku kembali utuh lagi. Untuk sesaat, perasaanku jungkir balik. Dari sedih menjadi gembira. Semua gara-gara Saga.

Saga berhenti memelukku setelah aku megap-megap kehabisan nafas. Karena Saga memang memelukku kencang sekali.

"Kamu kenapa, Jo?" Tanya Saga khawatir setelah melepaskan pelukannya.

Aku menggeleng kan kepala sambil meringis setengah tersenyum. Bukan aku bohong. Sekarang aku memang merasa baik-baik saja. Seenggaknya jauh lebih baik. 

"Lenganmu. Kenapa?" Potong Saga.

"Hah?" Aku mengerutkan kening bingung sambil melirik lenganku. Kemudian perlahan menarik ujung kaus bajuku.

Ternyata lenganku memar biru. Aku bahkan baru tau. Rasanya memang daritadi lengan ku sakit. Tapi aku nggak nyangka sampai biru.

"Kenapa Saga bisa tau?" Aku mengerjapkan mata, lagi-lagi Saga tau apapun yang tidak kuberitau.

"Dari gerakanmu." Jawab Saga singkat, "Jadi, KENAPA?" Tuntutnya.

Aku menggigit bibir. Menarik tangan Saga ke salah satu kursi di depan rumahku dan mulai menceritakan kejadian jatuhku di toko roti.

Saga hanya diam sambil menatapku tanpa suara. Sebelum akhirnya berkata, "Ada sesuatu di sekolah?"

Aku mengangguk ragu. Memang, mustahil Saga nggak bisa menebak.

"Mau cerita?" Tanya Saga.

"Mungkin nanti. Aku takut kalau aku cerita perasaanku nggak enak lagi."

Saga menghela nafas panjang, kemudian menepuk-nepuk puncak kepalaku. Untuk sesaat aku merasa damai lagi. Di dekat Saga aku selalu merasa aman.

"Ibumu pasti nggak dirumah kan?" Ujar Saga, ia bangkit berdiri kemudian menarik tanganku lembut sambil memakaikan kemeja flannel birunya padaku, "Boleh aku telepon ibumu?"

"Kenapa?"

"Aku mau ijin ibumu, Johan." Ujar Saga lembut, "Kita pergi. Mungkin sampai malam."

Dunia Jo (Completed)Where stories live. Discover now