Part 39

601 115 7
                                    

Seperti yang Saga minta, sepulang sekolah aku langsung duduk di kursi biru panjang yang letaknya beberapa meter dari ruang laboratorium kimia dekat ruang guru. Aku sedang duduk diam sambil mengayun-ayunkan kakiku pelan ketika kulihat Saga tiba-tiba keluar dari ruang laboratorium dan berjalan mendekatiku.

"Kenapa kamu duduk disini?" Tanya Saga sambil meletakan air mineral yang baru ia buka tutupnya ke tanganku, "Kenapa nggak duduk di kursi depan ruang laboratorium?"

"Nggak, Saga. Aku disini aja."

"Disini panas, Johan." Kata Saga sambil mengelap keringat dari keningku,"Kenapa nggak mau pindah?"

Aku hanya menggelengkan kepala tanpa mengatakan apa-apa. Saga langsung terdiam sambil menatapku. Aku tau dalam otak Saga sekarang, ia mencoba menebak alasan kenapa aku lebih memilih duduk di tempat yang agak jauh dari ruang laboratorium.

Sebetulnya kemudian Saga hanya bertanya singkat, sampai hari apa aku ijin libur kerja sambilan. Sebelum tiba-tiba aku mendengar suara teriakan membahana dari jendela laboratorium yang terbuka,

"SAGAAAA......!!! BANTUIN BERESIN LABORATORIUM DULUUUU!!! NGAPAIN SAGA MALAH DISITU? EMANGNYA SI JOHAN NGGAK MAU DI TINGGAL?"

Seakan belum cukup parah. Teriakan pertama masih diikuti juga oleh teriakan kedua, ketiga, bersahut-sahutan. Semua isi teriakan itu hampir sama. Sama bikin malunya seperti yang pertama dan sama kerasnya. Melolong-lolong hingga mungkin bisa sampai ke dalam ruang guru.

Wajahku merah padam ditonton belasan siswa disekitarku yang langsung kompak menjadikanku dan Saga pusat perhatian. Aku sampai megap-megap susah bernafas saking malunya. Disaat yang sama, Saga menoleh dengan wajah murka ke sumber suara.

Saat itulah aku melihat pelakunya, Mia. Tak jauh di depanku, berdiri di balik jendela laboratorium yang terbuka. Mia, penggemar Saga kelas berat itu. Mia tersenyum lebar menatap kami. Sementara di belakangnya, ada beberapa siswi perempuan teman sekelas Saga tertawa-tawa geli.

Seketika pipiku semakin merah merona sampai ke kuping. Ini bukan jenis malu yang menyenangkan, tapi sejenis malu yang membakar yang persis sama seperti yang kurasakan waktu aku lari ke tengah lapangan gara-gara di kagetin setahun yang lalu itu.

"Saga?" Aku menelan ludah melihat wajah Saga yang benar-benar tegang menahan marah, "Saga jangan marah..."

Saga memejamkan matanya sepersekian detik sebelum menunduk menatapku dan mengubah raut wajahnya lebih lembut supaya aku tidak takut, "Apa buatmu, mereka nggak keterlaluan? "

"Sedikit......tapi aku nggak apa-apa." Jawabku cepat sambil mencoba mengatur ekspresi wajahku sebisanya. Memaksakan bibirku tersenyum lucu tapi tetap saja aku nggak bisa mengatur raut wajahku sepintar Saga menyembunyikan perasaannya, "Pokoknya Saga jangan sampai marah sama mereka ya, janji?"

Mata Saga menyipit memandangku. Tanpa kata tanpa suara. Tapi aku bisa merasakan aura menyeramkan dari Saga. Walaupun di hadapanku ekspresi wajah Saga tenang tapi aku tau, Mia dan kroninya di dalam ruang laboratorium dalam kondisi terancam.

"Kenapa kamu minta aku jangan marah?"

"Karena aku nggak suka orang lain lihat Saga marah, karena aku."

Rahang Saga sontak mengeras, "Justru, karena itu kamu." Gumam Saga singkat sebelum melangkah kembali ke ruang laboratorium.

Setelah itu aku nggak berani lagi melirik ke arah laboratorium. Walaupun aku tau cewek-cewek yang barusan berani ngetawain Saga dari jauh nggak akan berani kalau Saga benar-benar berdiri di hadapan mereka. Tapi tetap aja aku nggak bisa menghentikan perasaanku semakin nggak enak.

Belum pulih dari kejadian yang pertama, tanpa sengaja mataku bertatapan dengan segerombolan anak perempuan. Aku nggak tau mereka kelas apa, namanya siapa. Yang kutau, mereka mungkin satu angkatan denganku karena wajahnya familiar.

"Masa' Saga bersihin ruang laboratorium aja di tungguin? Iiih, bener kata Mia tadi, posesif, cemburuan, lebay amat ceweknya." Gumam salah satu anak perempuan itu ke temannya, cukup keras hingga bisa kudengar, sambil menatap langsung ke mataku, "Kok Saga bisa mau ya sama cewek kayak gitu?"

Seketika darahku terasa seperti hilang dari tubuhku. Ini kenyataannya. Sesuatu yang dulu kusepelekan, fakta bahwa menjadi pacar Saga itu....nggak selalu mudah.

Dunia Jo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang