02. PANGERAN BULAN

58.2K 6.6K 169
                                    

"Anak manusia, hm?" Suara berat lelaki itu terdengar lembut namun sangat mengintimidasi

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Anak manusia, hm?" Suara berat lelaki itu terdengar lembut namun sangat mengintimidasi.

Aku hanya diam membeku tanpa bereaksi apa pun sampai sosok itu berjalan pergi melewatiku. Hingga hanya ada suara langkah kakinya yang menggema di ruangan ini.

Mataku bergerak gerak tak pasti. Aku mulai berani bergerak. Jika kuperhatikan lagi, tempatku berada saat ini seperti aula dansa istana kerajaan versi yang gelap. Tidak, aku bukan takut, aku hanya terkejut.

Tak ingin melewatkan kesempatan ini, buru buru aku ikut berbalik badan sebelum sosok itu benar benar menghilang.

"Ee-ee... Om tunggu!" seruku dengan berani.

Sosok bertanduk itu langsung berhenti melangkah. Dengan satu tangan masih berada dalam kantong celana, ia menoleh padaku tanpa mau berbalik. Sekali lagi, dia hanya menyorotku dengan ujung mata sambil tersenyum miring.

"Benar, ikutlah. Aku sudah menyiapkan hidangan untuk tamu manusia yang lancang ini."

🌙

Awalnya aku sangat ragu untuk mengikuti sosok menyeramkan itu. Namun aku tidak punya pilihan lain.

Sekarang aku sudah duduk di semacam ruang perjamuan dengan seporsi makanan di depanku. Terbentang meja panjang marmer hitam yang memisahkanku dengan lelaki bertanduk itu, dari ujung ke ujung. Entahlah, tampaknya meja ini masih cukup untuk 10 orang lagi.

Tidak ada percakapan yang tercipta. Aku masih terlalu kagum untuk menyadari bahwa semua ini memang nyata. Ya, walaupun aku sadar bahwa lelaki ini juga sedang memperhatikanku dari ujung kaki hingga kepala. Mungkin merasa aneh dengan kemeja putih juga celana bahanku, atau juga dengan kacamataku.

Aku balas memperhatikan sosok di depanku. Baru kusadari walaupun lelaki itu memiliki tanduk, dia memiliki perawakan yang mempesona. Kulitnya pucat. Garis wajah tegas dengan sedikit mengkerucut di bagian dagunya. Hidung kecil yang mancung. Kemudian bibir merahnya yang proporsional, tidak terlalu tebal, dan tidak terlalu tipis. Surai rambutnya hitam legam satu warna dengan matanya yang kelam.

Tidak munafik, kuakui perawakannya nyaris sempurna tanpa celah. Ya, selain tanduk dan dua taring yang membuatnya tampak mengerikan ketika menyeringai.

Aku lalu mengedarkan pandanganku ke interior ruangan ini. Desain interiornya seperti ruangan ruangan di istana zaman dahulu.

Lantai marmer coklat mengkilap yang memantulkan cahaya dari lilin lilin. Kemudian lampu gantung berlian di tengah ruangan. Tiga lilin meja yang berjejer rapi di atas meja makan. Jangan lupakan juga ukiran ukiran penuh seni pada sisi dindingnya.

Ukuran perabotan di tempat ini juga terhitung besar. Bahkan kursinya cukup tinggi hingga kini kedua kakiku menggantung, mengayun bebas.

Jika dipikir dengan logika, secara ekonomi, apa pekerjaan lelaki itu sehingga bisa memiliki rumah seperti ini. Mungkin inilah yang disebut lebih besar tiang daripada pasak. Masuk akal.

AGRHANA [tamat || terbit]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora