24. KAKEK MISTERIUS

24.4K 3.7K 99
                                    

Aku terbangun di pagi buta dan mendapati tubuhku tertutupi pakaian luaran serba hitam milik Al

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku terbangun di pagi buta dan mendapati tubuhku tertutupi pakaian luaran serba hitam milik Al. Tumben sekali Al baik, sejak kapan ia menyampirkan pakaiannya padaku?

Percayalah, aku memang berterima kasih, namun tidak akan terbawa perasaan.

Lelaki pucat bertanduk kerbau itu masih tertidur pulas. Tanpa sadar, aku tersenyum kecil. Lalu balik menyelimuti Al dengan pakaiannya.

Aku berjalan meninggalkan dia. Seingatku, ada semak semak beri di dekat sini. Dan benar saja, tak jauh aku melangkah, aku sudah dapat mengisi perutku dengan beri yang ternyata asam.

Dalam cahaya seadanya dan kabut yang pagi buta yang tebal, perhatianku tertuju pada seorang pria tua yang sedang berdiri dekat pohon besar dengan mata terpejam.

Kakek itu mengenakan semacam jubah putih, dengan jenggot putih keriting yang cukup panjang. Kepalanya botak. Dan ia memegang sebuah tongkat kayu di tangannya. Lalu, kelopak matanya terbuka, menampakkan manik abu abu yang membuatnya terlihat semakin berusia.

Tiba tiba aku merinding. Itu... sungguh manusia, bukan?

Berpikiran positif, sepertinya ia adalah orang yang sedang bermeditasi di hutan.

Mata kami sempat bertemu. Dan khas kebiasaan orang asal negeriku, aku langsung melempar senyum ramah. Ekspresi kakek itu tetap datar. Dia berjalan mendekat.

Tidak perlu takut Re, kau sudah bahkan tinggal dengan siluman kerbau. Tidak ada yang perlu kau takutkan dari manusia tua seperti ini.

"Ha-lo?" sapaku kikuk.

Ia menatapku dari atas sampai bawah.

"Kau..." Suaranya terdengar bergetar dan sangat tua.

Tuk.

Tuk.

Tuk.

Ia mengetuk tongkatnya tiga kali ke tanah. Tiba tiba matanya melotot padaku. Sontak aku mundur satu langkah. Kenapa ini?

"Kau... Putri mereka...," ucapnya lagi dengan suara yang sangat tua itu.

"Pu-putri?"

"Matahari Helios..." Perkataannya semakin tak kumengerti.

Aku sempat menoleh ke sekeliling dengan cepat, mencari sesuatu yang disebut Matahari Helios itu. Setahuku, Matahari Helios adalah sebutan untuk Raja dan Ratu, rakyatnya menganggap mereka sebagai sumber kehidupan dan keagungan layaknya matahari. Tetapi di sini sama sekali tidak ada tanda tanda kehadiran bangsawan.

Mulut keriputnya bergerak kecil seperti membacakan mantra. Dan itu berdampak pada satu bagian rambutku yang serentak bercahaya. Aku mulai merasa takut.

"Ma-maaf, kau siapa ya?"

Dia hanya menatapku tajam dengan manik abunya itu.

"Jadilah kebenaran. Atau jadilah kutukannya, Putri," ungkapnya seperti menyampaikan sebuah pesan yang sukses membuat aku merasa tak nyaman.

AGRHANA [tamat || terbit]Where stories live. Discover now