20. GADIS PENURUT

27.5K 3.7K 29
                                    

Rasanya Tuhan seperti mengabulkan doaku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Rasanya Tuhan seperti mengabulkan doaku.

Aku pernah sangat berharap untuk memiliki orang tua. Kini, aku melihat dua sosok di depanku, wanita dan pria, keduanya memiliki rambut berwarna putih yang indah. Juga pakaian yang menakjubkan.

Dan sekarang, aku dapat mengendalikan mimpiku. Bahasa ilmiahnya lucid dream.

"Ibu mau ini?" Dengan tangan mungil, kusodorkan sepotong kue kering berwarna merah muda.

Ya, aku sadar ini tidak nyata, tapi aku menikmatinya. Jika boleh, maka aku memilih tidak pernah terbangun. Sekalipun di mimpi ini aku dalam wujud anak kecil.

Aku juga tidak dapat melihat dengan jelas. Tapi kulihat wanita itu tersenyum. Mengambil kue kering di tanganku, lalu menyuapiku.

Tak lama setelahnya, seorang pria dengan pakaian mewah bernuansa putih emas berjalan ke arahku. Ia tersenyum sumringah.

"Baaa! Ini untukmu!" Lalu tangan besarnya itu bergerak lincah menggelitiki perutku.

Memang sedikit ganjil karena aku tidak merasa geli. Namun lebih aneh karena aku tetap dapat tertawa seperti dikelitiki sungguhan. Aku menendang bebas dan kuat, menghindari kelitikan itu. Sampai tiba-tiba tanpa sengaja kakiku mengenai sesuatu dengan cukup keras.

"Agh!"

Itu bukan suaraku.

Aku terbangun. Kembali, di kamar suram kastil Al.

Perlahan, aku melirik kakiku yang ternyata menendang paha seseorang. Al, dia sedang berdiri di tepi ranjangku. Dasar perusak mimpi.

Buru buru aku menarik kakiku kembali masuk ke selimut.

"Apa yang kau lakukan pagi pagi di sini?"

"Menikmati tidurmu, hm?" sindirnya.

"Y-ya— ten-tu!" jawabku tergagap. Dilihat dari ekspresi Al, sepertinya dia melihatku tengah tersenyum saat sedang tidur, lucid dream itu memang membuatku senang walau hanya sesaat.

Aku lalu berdesis kesal.

"Seharusnya aku masih bermimpi bermain bersama orang tuaku jika saja kau tidak mengganggu," cibirku.

Seperti biasa, sosok bertanduk itu hanya diam sambil menatapku tajam.

"Bersiaplah, kutunggu di halaman."

"Bersiap ngapain?"

Kebiasaan! Selalu pergi tanpa mau menjawab pertanyaanku terlebih dahulu.

🌙

Melihat matahari yang terik di luar, pilihanku jatuh pada gaun berlengan panjang. Sengaja kupilih lengan panjang agar kulitku tidak terbakar oleh matahari.

Bagian bawah gaun ini sedikit mengembang. Dengan banyak pernak pernik hiasan gaun. Model khas gaun zaman dulu.

 Model khas gaun zaman dulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
AGRHANA [tamat || terbit]Where stories live. Discover now