37. DUA SEMESTA BERBEDA

23.3K 4K 380
                                    

Entah hal ini boleh kulakukan atau tidak, tetapi sekarang aku menurut untuk mengikuti Al

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah hal ini boleh kulakukan atau tidak, tetapi sekarang aku menurut untuk mengikuti Al. Tentunya setelah melalui perdebatan dengan Dylan yang bersikeras untuk terus besertaku. Dan sekarang, Dylan terus mengekori dari radius 20 langkah di belakangku.

Al membawaku ke puncak kastil. Saat membuka pintu, kami disambut oleh embusan angin lembut yang dinginnya menusuk tulang. Juga anak rambutku yang langsung beterbangan. Keadaan masih gelap dan sedikit berkabut, sepertinya sudah hampir subuh.

"Al, kita kenapa ke sini?" tanyaku sedikit ragu.

"Kemarilah," suruh Al, dingin.

Lagi-lagi aku menurut. Berjalan mendekat hingga ke tepi. Aku melirik Al sejenak.

"Al," panggilku pelan. "Itu... maaf untuk ucapanku itu. Aku tidak bermaksud untuk menyakitimu." Aku menelan ludah, "Aku kira kau yang membunuh orang tuaku. Tapi ternyata Raja Leandre penjahatnya. Maaf Al."

Hening.

Aku hanya menunduk ke bawah sembari meremas jariku gelisah. "Al... A-aku tau kau pasti marah dan sakit hati. Tapi sungguh aku tidak..." Kata kata yang kususun seketika hilang saat aku menoleh pada Al dan mendapati bahwa ia sedang menatapku juga.

"Berhenti meminta maaf, Gadis Manusia."

"Eh? Jadi kau tidak marah?"

Al menatap ke arah lain. Lalu satu sudut bibirnya sedikit terangkat, sinis. "Bagaimana denganmu?"

"Maksudmu?"

"Kau sudah mengetahui semuanya?"

Ternyata itu. Aku menghela napas pelan semakin merasa bersalah. "Maaf karena aku sempat menolak untuk mendengar penjelasanmu."

"Aku tahu manusia itu bodoh."

Aku langsung berdesis kesal bercampur malu mendengar jawaban Al.

"Jadi... kita berbaikan ya?" tanyaku.

Al hanya bergumam singkat sebagai jawaban.

Aku tersenyum mendengar jawabannya. Jariku mengetuk ketuk pinggiran pembatas kastil. Menikmati angin yang berembus.

"Kau tahu, Al? Ternyata aku memiliki darah sihir sepertimu. Bedanya, darah sihirku biru, karena aku ternyata bangsawan." Lalu aku tertawa pelan untuk mencairkan suasana. Sedangkan Al, seperti biasa dia tetap datar menatapku tak tertawa sedikitpun.

Tapi tidak apa, rasanya lega sekali bisa melepaskan semuanya.

Aku bergumam pelan sembari menerawang luas ke bawah sana. Hutan penuh pepohonan rindang yang tertutup kabut. Kemudian sekali dua kali burung beterbangan, matahari sebentar lagi terbit.

"Kau mau tahu hal lain lagi tentangku, Al?" Aku menoleh pada Al yang sama sekali tidak menjawab.

"Baiklah, tidak apa jika kau tidak menjawab, tetap akan kuberi tahu." Entahlah sejak kapan aku menjadi secerewet ini. Entahlah, rasanya menyenangkan berbicara santai seperti ini dengan Al setelah konflik kami beberapa waktu lalu.

AGRHANA [tamat || terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang