CHAPTER 6

2.1K 137 2
                                    

"Daripada mempelajarinya dengan membaca saja," ucap Aarav lalu meletakkan buku tadi ke meja dan terlihatlah wajah tampannya yang semakin dekat dengan wajah Ara.

"Bagaimana kalau langsung berinteraksi dengan orangnya?"

Mata Ara membulat, sangat kaget.

Heh? jadi Aarav mengakuinya? batin Ara.

"Sebagai gantinya, untuk menjalankan hal tersebut lo harus jadi pacar gue."

Ara membatu.

"Kenapa diem?"

Ara mengalihkan wajahnya ke samping. Enggan menatap wajah Aarav, entah kenapa dia sekarang berharap Aarav berubah dengan kepribadiannya yang lain, karena yang di hadapannya sekarang benar-benar membuatnya was-was.

"Maaf," ucapan maaf yang keluar dari mulut Aarav itu membuat Ara menolehkan wajahnya kembali. Sepertinya doanya terkabul. Ara hanya diam menunggu Aarav melanjutkan perkataannya.

"Hah...Ini sedikit sulit," nadanya terdengar santai, posturnya yang tadi merapat ke meja juga berubah menjadi duduk tegak. Melihat kondisi dan cara bicaranya sepertinya Ara tahu jenis yang mana yang telah mengambil alih.

"Karena lo sudah mengetahui sedikit kondisi kami,"

Dia menggunakan kata 'kami' batin Ara.

"Walaupun sepertinya lo sebenarnya tidak memahami sama sekali tentang kami,"

Bukannya mereka sudah mengakui kalau mereka mengidap kepribadian ganda? batin Ara lagi.

"Sebenarnya gue hanya berharap lo tidak menceritakan apa pun yang sudah lo lihat, lo dengar, dan apa yang sudah lo ketahui tentang kondisi kami, dan untuk sekarang sepertinya harapan itu terkabul karena tidak ada satu pun berita yang gue dengar baik dalam sekolah maupun media luar. Tapi Nathan tidak menyetujuinya," Aarav melihat Ara yang tampak bingung ketika ia menyebutkan nama Nathan.

"Nathan adalah orang yang mengancam lo," ucapnya. Ara hanya mengangguk-ngangguk.

"Dan yang memberi lo tawaran tadi adalah Elios."

Ternyata mereka memiliki nama-nama sendiri, bukankah itu artinya mereka mengingat diri mereka masing-masing? pikir Ara.

"Dan gue Aarav," Aarav menunggu respon Ara, sebenarnya dia sedikit trauma ketika seseorang mengetahui kondisinya dan memberi respon yang tidak sesuai dengan keinginannya, mereka menganggapnya berbohong dan mengada-ada dengan nama-nama kembarannya, dia dianggap gila, oleh karena itu ia berusaha agar terlihat normal, karena bagi keluarganya terutama orang tuanya yang merupakan pengusaha dan tokoh publik yang cukup di kenal jika mengetahui penerus perusahaan mereka memiliki kepribadian ganda dan dianggap gila akan menjadi aib bagi keluarganya.

Ara terdiam sebentar, lalu berucap,"Maksudnya Nathan tidak menyetujuinya, tidak menyetujui apa? Dan kenapa dia tidak menyetujuinya?"

Bola mata Aarav membulat terkejut, untuk pertama kalinya dia mendapatkan respon seperti itu, Ara seperti menerima kalau Nathan itu ada, yang mana orang lain ketika mendengarnya tidak mempercayainya.

"Mm," Aarav masih terkejut, matanya berkaca-aca namun berusaha di sembunyikannya, "Dia tidak percaya kalau lo akan menyimpan rahasia kami, lo mungkin tidak mengetahuinya kalau keluarga gue akan mendapat masalah kalau hal ini terungkap."

"Kau benar, keluarga kalian itu tokoh yang berpengaruh besar baik untuk sekolah ini maupun negeri kita, tapi bukankah kalian itu orang yang spesial?"

Ara menyebut Aarav dengan kata ganti orang 'kalian' seakan benar-benar mempercayai kalau mereka ada, padahal mereka tidak terlalu saling kenal.

"Orang yang spesial?" tanya Aarav.

"Iya, kalian memang berbeda dengan kebanyakan manusia lainnya, manusia tidak ada yang sempurna, aku yakin kalian paham itu, dan menjadi orang spesial adalah takdir! Tanteku seorang psikolog dia sering menceritakan berbagai macam orang-orang yang spesial tapi aku tidak pernah menemuinya maupun berinteraksi dengan mereka secara langsung, menurutku mereka menarik dan orang-orang yang hebat!" Ara bercerita dengan mata yang berbinar seakan mengaguminya.

Aarav kembali tercengang, lalu terkekeh pelan, hatinya yang tadi sempat tercekat entah kenapa sekarang terasa lega, "Benar-benar di luar dugaan, sekarang apa yang akan lo lakukan setelah mengetahui hal ini?"

"Mm, tidak tahu. Sebenarnya tidak ada untungnya bagiku untuk menceritakannya kepada orang lain, terlebih lagi aku bukanlah orang yang omongannya akan dipercayai begitu saja, aku cuma ingin menjalani kehidupan sekolahku seperti biasanya sampai lulus nanti, sayangnya kalian terus muncul menerorku."

"Kau dengar itu Nathan?" Aarav berbicara kepada kembarannya, hal itu membuat Ara semakin penasaran dan ingin menanyakan kepada Aarav, namun jangan sekarang.

Tidak ada sahutan, tentunya.

"Lo tahu sebenarnya Nathan berencana membunuh lo atau menculik lo lalu di jual ke perdagangan manusia kalau memberitahukan kondisi kami," jelas Aarav sambil berusaha menahan tawa karena menurutnya Nathan terlalu kejam atau terlalu dramatis.

Ara pastinya terkejut bukan main, "Hei! itu menakutkan," wajah Ara cemberut.

Aarav terdiam sebentar, damn she's so cute, batinnya. Sepertinya baik Aarav maupun Elios terpesona dengan keimutan wajah Ara.

"Tentu saja gue dan Elios tidak menyetujuinya, lalu akhirnya Elios memutuskan agar lo jadi pacar kami, agar memiliki ikatan sehingga kami bisa memantau lo dengan alasan."

"Kalian benar-benar menyebalkan," Entah kenapa sekarang mereka seperti orang yang sudah cukup kenal.

"Tapi aku tidak bisa pacaran."

"Kenapa?"

"Aku cuma mau pacaran dengan orang kucintai dan orang yang benar-benar mencintaiku."

"Hmm, begitu," entah kepada rasanya dadanya berdenyut sakit. Aarav menundukkan sedikit kepalanya dan tersenyum miris, benar juga, memang siapa yang mau dengannya setelah mengetahui kondisinya?

"Oleh karena itu," Ara menyodorkan tangannya, " Mari berteman."

Aarav mengangkat kepalanya lalu menatap tangan Ara lalu menatap wajah Ara yang tersenyum manis.

Aarav ikut tersenyum pasrah, dia akan kena semprot oleh Nathan an Elios karena tidak dapat menerima kalau Ara di bunuh dan tidak mampu membuat Ara menjadi pacarnya. Tangannya pun menyambut tangan Ara.

"Baiklah, mari berteman."

"Mari kita mulai dari awal dengan cara perkenalan yang normal, perkenalkan namaku Amalthea Inara, panggil saja Ara, siswi biasa dari kelas XI IPA 3, salam kenal."

"Gue Aarav Ivander, panggil saja Aarav, Ketua OSIS dari kelas XI IPS 1, salam kenal juga Ara."

Inilah awal dari perjalanan Inara dan Aarav, atau Ara dan mereka.

Bersambung...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Blueberriesn_

INARA AND THEM(END)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz