CHAPTER 24

1.5K 118 0
                                    

"Bagaimana?"

"Hm, ini sangat enak!"

Ara memuji masakan Aarav, membuat Aarav mengulum senyumnya.

"Bagaimana kamu bisa memasak sehebat ini? Aku saja yang cewek tidak sepandai kamu memasak," ucap Ara sambil memakan tamagoyakinya lagi, "Kamu les memasak?"

"Tidak, aku bisa hanya karena terbiasa tinggal sendirian," jawab Aarav, Ara menatap cowok di depannya itu, "Dan tentu saja karena bakat," sambung Aarav, membuat Ara menampilkan wajah datar.

"Ya, kamu, kalian semua berbakat, tapi terlalu berlebihan, Aku menjadi berpikir apa yang Tuhan pikirkan saat menciptakanmu," ucap Ara polos sambil menyuap kembali sesendok sup tahu, tuturan Ara membuat Aarav tergelak.

"Hm.. ini juga supnya sangat enak," puji Ara tidak henti-hentinya, "Seandainya aku pandai memasak," gumam Ara.

"Menikah saja dengan gue, gue dengan senang hati menerima istri yang tidak pandai memasak," celoteh Aarav menggoda Ara, membuat sang pacar menjadi salah tingkah.

"Sudah kenyang?" tanya Aarav ketika melihat Ara menyuap makanan terakhir di piringnya.

"Hm, sudah."

"Selanjutnya, ayo kita nonton film yang tidak terlaksana waktu lalu," ucap Aarav. Kemudian mengangkat piringnya dan piring Ara.

"Eits, aku saja yang cuci piring," ucap Ara sambil menahan tangan Aarav.

"Tidak, hari ini hari spesial, jadi Ara duduk saja di sofa."

"Tapi kamu sudah masakin aku."

"Duduk di sofa, atau mau kayak tadi lagi?" goda Aarav.

Ara terdiam sebentar memikirkan maksud Aarav, keningnya berkerut, tidak lama wajahnya memerah dan segera melepaskan tangannya dari Aarav dan segera berlalu ke sofa.

Aarav kembali tergelak melihat tingkah Ara dan hanya membatin, Damn, she's so cute

Aarav berharap dia mampu mengontrol dirinya setiap kali melihat tingkah Ara yang seperti itu. Dia sempat kaget ketika lepas kontrol saat kejadian menggoreng telur tadi, namun tentu saja dia menikmatinya.

Aarav merasakan wajahnya sedikit memerah terlebih telinganya, lalu menjilat bibirnya pelan sambil menyisir rambutnya dengan jari ke belakang, berusaha menetralkan kondisinya.

Dia berbalik sebentar untuk melihat apa yang Ara lakukan, gadis itu sedang melihat-lihat CD film yang ada di lemari bawah TV. Wajahnya tampak serius memperhatikan CD-CD tersebut, membuat bibir Aarav terangkat tersenyum. Kemudian, dia mulai mencuci piring.

Beberapa menit kemudian...

Aarav membawa 2 gelas minuman dingin dan beberapa snack.

"Mau menonton film apa?" tanyanya sesudah meletakkan nampan berisi snack dan minuman.

"Hm... " Ara masih menimbang-nimbang antara dua CD film di tangannya.

"Kamu pernah menonton kedua ini?" tanya Ara sambil menunjukkannya ke Aarav.

"Yang satunya belum, yang di kanan."

"Aku juga, kalau begitu kita menonton ini," jawab Ara, lalu menyerahkan CD filmnya ke Aarav yang mulai beranjak dari sofa ke depan tv.

Ara pun duduk di sofa, setelah menunggu beberapa saat, film di mulai dan Aarav duduk di samping Ara. Ara sempat bingung mau bagaimana duduk di samping Aarav sekarang, menurut dari film dan buku romantis yang dia baca biasanya pasangan saat duduk berdua saling berdekatan, merangkul, atau bersandar. Lalu Ara harus bagaimana?

Aarav merasakan Ara yang melirik-liriknya, rasanya dia mau tertawa kencang, dia memahami keadaan Ara sekarang, Aarav yakin gadisnya itu sedang memikirkan bagaimana seharusnya mereka duduk bersama saat menonton film.

"Ara," panggil Aarav. Ara menoleh dengan cepat, "Ya?" sahut Ara.

Aarav merebahkan badannya dengan paha Ara sebagai bantalan, membuat Ara terkejut kemudian kembali rileks.

"Begini boleh?" tanya Aarav.

Ara merasakan pipinya memanas, "Iya, boleh," jawabnya.

Akhirnya mereka mulai fokus menonton film, terlebih lagi Ara yang ternyata merasa cocok dan suka dengan film bergenre action tersebut, beberapa kali dia terkejut, terkesima, memuji, kadang tertawa, dan memberi komentar serta tanggapan saat menonton filmnya.

Namun tidak bagi Aarav, dia sebenarnya sudah menonton semua film di rumahnya. Oleh karena itu, mulai awal film sampai sekarang dari bawah dia hanya memperhatikan Ara yang terlihat bersemangat menonton film, dia senang tentu saja. Walaupun pernah menonton film bareng dengan Enzi, tentu saja dia tidak bisa sambil bermanja dengannya karena tentunya akan di kira homo, hal tersebut membuat Aarav bergidik membayangkannya.

"Kenapa Aarav?" tanya Ara saat merasakan Aarav bergerak spontan.

"Hm? Tidak apa-apa."

"Filmnya sudah mau selesai," ucap Ara.

Aarav berusaha bangkit, namun sedikit terkejut saat Ara dengan cepat seperti menghindar, setelah terdiam beberapa detik Aarav terkekeh pelan, sepertinya Ara was-was dia akan bangkit dan menciumnya seperti yang Aciel lakukan beberapa waktu yang lalu.

"Hehehe, lo was-was?" tanyanya.

Ara mengerjapkan matanya, "Was-was? Tidak," Ya, Ara selalu berkilah.

Aarav terdiam sebentar, "Lo," ucap Aarav pelan sambil duduk dengan mengarahkan badannya sejajar dengan samping tubuh Ara, "Tidak suka kalau kami melakukan hal itu?" tanyanya hati-hati.

Tentu saja, walau mereka sudah berpacaran, Aarav sebenarnya cukup khawatir kalau Ara akan menolak mereka. Mengingat Ara yang pernah ketakutan waktu itu. Mereka menyayangi Ara tentu saja, namun tidak ingin membuatnya takut mereka ingin Ara merasa terlindungi dan aman saat bersama mereka. Entah kenapa Aarav mulai merasa murung, dia mulai mengalihkan pandangannya ke bawah.

"Bukan," jawab Ara pelan seperti gumaman. Aarav yang kurang mendengarnya, segera mengangkat kepalanya menatap Ara.

"Hm?" Aarav menuntut jawaban.

Ara merasakan pipinya kembali memanas, dia ingin menjawabnya namun malu.

"Bu bukan," ucapannya menjadi gagap.

"Bukan?"

Ara menatap Aarav lalu mengalihkan perhatiannya ke lain, dan kembali menatap Aarav.

"Bukan tidak suka. Tapi, itu..."

Aarav masih menunggu jawaban Ara dan Ara menghela napasnya dan dengan cepat menjawab.

"Bukannya tidak suka, tapi kalau kalian melakukannya secara terang-terangan dan tiba-tiba jantungku tidak siap!"

Aarav mengerjap-ngerjapkan matanya terkejut, lalu tersenyum karena merasa lega, "Jadi, lo maunya gelap-gelapan?" goda Aarav dengan sengaja menyalah artikan kata 'terang-terangan' yang Ara ucapkan.

Wajah Ara sudah dipastikan merah dan tentu saja mau meledak rasanya dan ingin bersembunyi di palung Mariana saja.

Buk!

Ara memukul Aarav dengan bantal sofa, membuat Aarav hanya tergelak.

"Kamu pasti paham maksudku!" ucap Ara.

"Ahahaha, iya-iya paham, kok. Kalau gue, sih, mungkin bisa saja mengontrol diri buat gak melakukannya secara tiba-tiba, tapi tidak tahu kalau Elios, Aciel, terlebih Nathan," ucap Aarav.

Ara mengerutkan keningnya, "Nathan?"

"Hm, Nathan," jawab Aarav.

Ara terdiam sebentar, dia yakin Nathan tidak terlalu menyukainya, oleh karena itu, Ara yakin Nathan tidak akan mau menciumnya.

"Dia tidak akan melakukannya," ucap Ara.

"Oh, ya? Nathan itu," Aarav menatap Ara, "Tidak bisa dibantah."

Bersambung...

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Blueeberriesn_

INARA AND THEM(END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora