CHAPTER 12

1.8K 140 7
                                    

Ara baru saja selesai mandi saat menemukan ponselnya yang berdering, saat akan mengangkatnya deringannya berhenti.

"Aarav? Kok di matiin?"

Ara mencoba menelepon Aarav lagi, namun tidak diangkat. Sekali lagi, masih tidak diangkat. Dan yang ketiga kalinya, tidak tersambung. Membuat Ara menjadi khawatir, dia mengatakan kalau perlu apa-apa telepon saja dia, akhirnya Ara segera bersiap untuk pergi lagi ke apartemen Aarav.

"Ara, kamu mau ke mana?" tanya mamanya.

"Ke rumah teman, dia sakit dan tinggal sendirian. Tadi dia Telepon Ara, tapi saat Ara telepon balik tidak menjawab bahkan tidak tersambung lagi, Ara jadi khawatir," jelas Ara tanpa memberi tahu bahwa teman yang ia maksud adalah Aarav yang notabenenya seorang cowok.

"Ya ampun, kasihan sekali. Bawakan dia bubur untuk minum obat, Ara perlu bawa sesuatu?" Iya, mama Ara memang...terlalu baik, dia bahkan tidak menanyakan siapa teman yang Ara maksud.

"Ara akan masakkan saja nanti untuknya, Ara berangkat dulu, ma."

"Hati-hati!"

"Iya."

25 menit kemudian Ara sampai di depan pintu apartemen Aarav, Ara berusaha mengingat passwordnya. Benar, sore tadi saat Ara mengantar Aarav, dia mengingat password yang Aarav beri tahu.

"Kalau tidak salah, 280702."

Klak, berhasil. Pintunya terbuka.

"Permisi, Aarav?" Ara mulai masuk dan memanggil Aarav, namun tidak ada sahutan.

"Aarav?"

Ara berjalan memasuki bagian kamar tidur Aarav dan terkejut dan menutup mulutnya ketika melihat kamar Aarav yang seperti kapal pecah, buku yang berserakan, vas bunga yang pecah, kertas-kertas berhamburan, dan...

cermin yang pecah dan beberapa tetes darah yang sudah membeku menempel di sisa cermin dan di karpet putih tersebut.

Ara mengalihkan pandangannya ke arah kasur yang sedikit menggembung karena sepertinya Aarav sedang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut. Ara berjalan mendekat dan mendudukkan dirinya di bibir kasur.

"Aarav?" panggilnya pelan sambil menyentuh selimut yang menyelimuti Aarav, terlihat sedikit pergerakan.

"Aarav kamu baik-baik saja?"

"..."

"Hei, kamu meneleponku, pasti kamu memerlukan sesuatu, kan? Lihat, aku sudah di sini," ucap Ara sambil berusaha menarik selimut, namun nihil tidak ada suara sedikit pun dan selimutnya tidak terbuka sama sekali.

"Aarav, jangan diamin aku."

"Pulanglah," terdengar suara pelan yang tidak terlalu jelas dan terdengar parau.

"Apa?" Ara tidak mendengarnya.

"Pulanglah Ara, aku baik-baik saja."

"Tidak mau."

"Gue mohon Ara," suaranya bergetar.

"Tidak mau, aku sudah jauh-jauh datang ke sini, setidaknya biarkan aku mengetahui kondisimu dulu," Ara dengan paksa menarik lagi selimut Aarav dan akhirnya terbuka.

Di lihatnya Aarav yang menutup matanya dengan pergelangan tangannya, Ara tahu, Aarav tengah menangis.

"Aarav bangun, kamu perlu apa? Minum? Obat? Makan?"

"Gue perlu lo pulang, ku mohon Ara pergilah," Aarav menjadi mengingat masa lalunya saat di hadapi kondisi seperti ini

Flashback

INARA AND THEM(END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora