CHAPTER 34

1.4K 99 2
                                    

"Tanyakan saja kalau kamu penasaran," ucap Aarav kepada Ara sambil tetap fokus mengendarai mobilnya.

Saat ini Aarav sedang mengantar Ara pulang, dari apartemen Aarav ke rumah Ara kalau dengan kecepatan sedang bisa sampai 20 menit.

"Um..." Ara bingung mau mulai dari mana untuk menanyakan semua hal yang ada di pikirannya.

"Kalau kamu tidak keberatan aku mau mengenalmu lebih dalam lagi," pinta Ara.

Aarav menatap Ara dengan senyuman hangatnya, "Boleh."

Ara terperangah, dia senang bisa mengenal Aarav lebih dalam lagi.

"Setelahnya aku juga mau tahu tentang Ara lebih dalam lagi," tambahnya.

"Boleh," jawab Ara. Yah, kehidupannya tidak sespesial itu untuk dirahasiakan kepada kekasihnya.

"Jadi, kamu mau tahu yang mana dulu?" tanya Aarav.

"Aku mau tahu tentang kakakmu dan Kak Vanya."

"Ah, mereka..." gumam Aarav, "Seperti yang sudah di bilang Nathan saat di apartemen, mereka bertunangan saat mereka masih kecil, seingatku sih saat berumur 10 tahun, dan saat itu aku masih berumur 4, perbedaan umur kami 6 tahun, Kak Adam dan Kak Vanya seumuran. Apakah menurutmu lucu saat di zaman milenial sekarang masih ada pertunangan?"

"Hm...Entahlah, kurasa itu karena orang tua mereka meyakini kalau pilihan mereka adalah yang terbaik untuk anaknya?"

"Hm? Jadi kamu setuju saja kalau aku bertunangan?"

Ara terkesiap, "Kamu bertunangan?!" wajahnya terlihat sekali kecemasan. Aarav terkejut melihat reaksi Ara, dia tidak menduga hal itu, "Ahahaha! Serius sekali kamu, sebegitu sukanya Ara denganku?"

Ara cemberut dan mengarahkan pandangannya ke jalan sambil bersedekap, berlagak kesal. "Tentu saja!"

Aarav mengerjapkan matanya, kemudian terkekeh pelan, "Senang mendengarnya."

"Terus, bagaimana dengan Kak Adam yang kata Nathan..." Ara menyinggung soal kematian Adam.

Aarav terdiam sebentar, sebenarnya dia agak ragu untuk menceritakan alasan kematian kakaknya, apakah Ara akan membencinya juga dan menganggapnya sebagai pembunuh seperti orang tuanya?

"Aarav?"

"Ah? Itu...Kecelakaan, Kak Adam meninggal karena kecelakaan," Aarav menarik napas, "Akibat kecerobohanku," sambungnya dengan intonasi suara yang mengecil.

"Kecerobohanmu?"

"Waktu itu, aku dibelikan bola kecil yang saat dipantulkan ke lantai akan mengeluarkan cahaya oleh Kak Adam, namun karena terlalu bersemangat, aku keluar lebih dulu dari toko dan memantulkan bola itu di jalan, dan ternyata bola itu menggelinding ke tengah jalan, aku masih kecil tentu saja tidak peduli dengan sekitar dan hanya fokus mengejar bola, kemudian..." Aarav terdiam sebentar, Ara tidak bersuara hanya mendengarkan.

"Karena jalannya yang berdekatan dengan belokan, saat itu sebuah truk tiba-tiba muncul di belokan itu, Namun Kak Adam dengan cepat berlari mendorongku agar tidak tertabrak dan saat itulah kecelakaan itu terjadi."

Ara terdiam, ternyata banyak sekali beban pikiran yang dipendam cowok ini.

"Dan orang tuaku tidak menerima hal itu, kau tahu pekerjaan orang tuaku, kan? Mereka harus memiliki penerus yang kompeten dan yang mereka inginkan adalah yang sempurna, dan semua itu ada pada Kakakku, dan kehilangan Kakakku untuk selama-lamanya membuat mereka seperti kehilangan harapan, oleh karena itulah aku yang dipinta mereka sebagai, kau tahu? Anak yang sempurna, anak yang diinginkan oleh semua orang, yang serba bisa, yang patuh, yang dewasa, dan...Normal."

Aarav tersenyum miris, kemudian dia merasakan sebuah tangan yang memegang bahunya, Aarav menatap Ara, gadis itu menangis, membuat Aarav menjadi gelabakan.

"Ara? Kenapa malah menangis?" Aarav meminggirkan mobilnya, takutnya dia tidak fokus menyetir karena Ara yang menangis di sampingnya.

"Huwaa..."

"Hei, hei sst, Kenapa malah kamu yang menangis?" Aarav melepaskan sabuk pengamannya dan sabuk pengaman Ara kemudian memeluk gadisnya yang tengah menangis.

"Pasti berat sekali...hiks, kamu kuat banget, hiks."

Aarav bukannya ikut sedih sekarang malah hendak tertawa, gadisnya terlalu imut.

"Sst, diam. Kau tahu? Wajahmu benar-benar terlihat jelek sekarang, hehe."

"Iya, aku tahu," jawab Ara masih sesenggukan, membuat Aarav terkekeh lagi. Setelah tangisan Ara mereda, Aarav melepaskan pelukannya dan memegang bahu Ara, "Terima kasih," ucapnya sambil menyapu bekas air mata Ara.

"Terima kasih karena sudah peduli," Aarav terdiam sebentar menatap wajah Ara yang kemerahan karena menangis, dia jadi ingin menanyakan sebuah pertanyaan yang selalu dia pikirkan semenjak mereka pacaran, namun dia agak ragu untuk menanyakannya, lebih tepatnya dia takut dengan jawaban yang akan Ara berikan, walaupun jujur saja dia tidak bisa menebak jawaban apa yang akan Ara berikan, namun dia tetap takut.

"Kalau ada apa-apa tanyakan saja," ucap Ara. Aarav mengerjapkan matanya, kemudian menundukkan kepala berusaha menyiapkan mental dan hatinya apa pun jawaban Ara nanti.

"Ra, apa alasanmu mencintaiku? Menerima...kami?" tanyanya dengan menekankan kata 'kami'.

Ara menatap Aarav, selang beberapa saat, "Tidak ada alasan."

Itulah jawaban Ara, Aarav menyernyitkan keningnya bingung, sudah dia duga jawaban Ara tidak tertebak.

"Hm?" Aarav menuntut penjelasan.

"Kamu tahu Aarav? Saat kamu mencintai seseorang dengan suatu alasan tertentu, misalkan kamu menyukai seseorang karena wajahnya yang cantik, atau bola matanya yang indah sehingga membuatmu bahkan jatuh cinta pada pandangan pertama, atau kamu menyukai seseorang karena sifatnya yang baik, atau dewasa, atau bijaksana, atau sifatnya yang manis, atau kamu menyukai seseorang karena kekayaannya, keluarganya yang terkenal, atau alasan apa pun, tapi saat yang mereka miliki itu hilang, bukankah kamu menjadi tidak mempunyai alasan untuk menyukai orang itu lagi?"

Aarav terdiam, terpesona dengan perkataan Ara yang mempunyai makna yang sangat mendalam.

"Aku mencintaimu, dan yang lain tidak tahu kenapa Aarav, semuanya tidak bisa aku sangka, pertemuan kita, interaksi kita, dan semua momen yang telah kita lakukan bersama benar-benar hanya kujalani sampai detik ini aku masih bersamamu," tambah Ara dengan senyum hangat di bibir ranumnya.

Tes

Sekarang Aarav lah yang meneteskan air mata.

"Terima kasih," Aarav tidak henti mengucapkan terima kasih pada Ara sambil memeluk gadis itu erat, benar-benar seakan tidak ingin melepaskannya. Dan Ara hanya membalas pelukan Aarav sambil mengelus lembut punggung Aarav yang tidak berhenti menangis.

Jika di ibaratkan, sekarang Kehidupan Aarav yang kelam benar-benar terisi kilau cahaya Ara, sesuai dengan nama yang dimiliki gadis itu, Amalthea Inara yang berarti Lembut, bercahaya, membawa cahaya ke kegelapan.

Dia membawa cahaya ke dalam kehidupan Aarav yang gelap.

kehidupannya, sisi terlemahnya, ketakutannya, kebahagiaannya, bahkan masa depannya ada pada gadis itu. Aarav sadar dia semakin terikat dengan Ara, jatuh lagi, dan lagi dengan sosok gadis yang mencintainya apa adanya.

"Aku juga sangat mencintaimu, kami semua. Jadi, jangan tinggalkan kami," gumam Aarav.

Bersambung...

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Blueberriesn_

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now