CHAPTER 52

1.1K 95 8
                                    

"Mengapa waktu pertama kali Anda mendengar cerita saya, anda langsung percaya?" Aciel yang kali ini menghadapi psikiater. Benar, sesuai janjinya agar mendapat jatah libur dia harus memenuhi permintaan orang tuanya untuk pergi ke dokter psikologi. Walaupun percuma, karena baik Ara, Enzi dan Aya sudah mengetahui kondisinya. Tapi, dia tidak menolak karena tiba-tiba saja dia ingin berbincang dengan dokter yang satu ini. Dokter yang pertama kalinya sejak dia mulai mendatangi berbagai klinik percaya dengannya.

Dokter tersebut tersenyum, "Saya awalnya terkejut karena ternyata dunia ini cukup sempit," ucapnya sambil mengusap pergelangan tangannya yang tertutup jas dokternya. Aciel tidak ingin salah sangka, namun dia tidak tahan untuk tidak berbicara secara gamblang, "Apa Anda juga seperti saya?"

Pertanyaan Aciel sukses membuat dokter itu tertawa pelan, "Bukan saya, tapi seseorang..."

"Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Dia sudah bahagia, tenang saja."

"Apa saya juga bisa seperti dirinya?"

Pertanyaan Aciel membuat dokter itu menatapnya, "Semua orang berhak bahagia dengan caranya masing-masing, begitu pula dengan Anda. Walau lelah, cukup istirahat sebentar, jangan jadikan kelelahan itu untuk mengakhiri hidup."

Aciel menunduk, seperti memahami makna tersirat dari ucapan dokter itu. "Sebenarnya akhir-akhir ini saya merasa gelisah," ujar Aciel tiba-tiba.

"Gelisah?"

"Tapi, saya tidak tahu alasannya. Padahal saya lagi diambang bahagia sekarang, terlalu bahagia..." ucapnya sambil tersenyum, "Sampai-sampai saya takut kebahagiaan itu akan diambil," sambungnya dengan raut yang mulai murung, "Kebahagiaan itu ternyata senyaman ini, membuat saya menjadi mulai serakah. Saya selalu berharap akan bisa seperti ini setiap hari, bahkan sampai seterusnya. Tapi apa itu mungkin?"

"Kita punya harapan, tapi terkadang dunia punya kenyataan. Mungkin saja kenyataan itu akan sulit anda terima tapi yakinlah, hidup ini akan berakhir bahagia, jika tidak bahagia berarti belum berakhir, berusahalah."

Aciel tersenyum, "Sangat menyenangkan memiliki teman berdiskusi mengenai keresahan saya seperti ini, anda orang kedua yang menjadi pendengar terbaik saya."

"Wah, siapa yang pertama?"

Aciel berdiri berjalan mendekati pintu, lalu membukanya kemudian berbalik, "Pacar saya," ucapnya, setelah itu keluar dari ruangan.

Dokter itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya merasa senang melihat pasiennya yang semakin membaik, "Sepertinya aku tidak perlu terlalu khawatir, kan?"

.

.

.

"Hei, apa yang kamu lamunkan?" Ara menyentuh bahu Aarav, yang saat ini tengah berdiri di depan pagar kayu rumah kecil di dekat pantai yang akan menjadi tempat mereka meletakkan barang dan memasak, kemudian mereka akan BBQ dan membakar marshmallow di tepi pantai dan bersantai di tenda yang mereka dirikan.

"Hm? Bukan apa-apa, pantainya cantik."

Ara menatap pantai yang sejak tadi Aarav perhatikan, walaupun sekarang sudah jam 12 siang dan lagi terik-teriknya sinar matahari, namun air laut yang bergemerlap akibat pantulan cahaya matahari membuatnya sangat indah dipandang, terlebih lagi langit cerah berwarna biru dan awan yang terlihat sedikit seperti goresan kuas cat air membuatnya memberikan vibes yang sangat fresh, suara deburan ombak, hembusan angin hangat dan tawa pengunjung pantai yang tidak terlalu banyak, karena mereka berada di tepian pantai sisi lain yang tidak memiliki banyak pengunjung.

"Kamu benar, sangat menenangkan bisa berlibur seperti ini," ucap Ara lalu menyandarkan kepalanya di bahu Aarav dan Aarav ikut menyandarkan kepalanya di pucuk kepala Ara, menutup mata kemudian berucap, "Aku ingin seperti ini terus."

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now