CHAPTER 22

1.6K 112 9
                                    

Angin berhembus menyapu lembut permukaan kulit Ara, yang saat ini sedang belajar di taman belakang sekolah yang terlihat sepi, dia sedang fokus membaca buku. Tentu saja, karena sebentar lagi sekolah mereka akan mengadakan ujian kenaikan kelas.

Helai demi helai buku dibaca dengan serius, Ara tidak menonjol dalam hal akademik dan non akademik, namun bukan berarti dia bodoh. Dia selalu masuk 10 besar di kelas.

"Apa buku itu lebih menarik dari pada aku?" sebuah suara memecahkan fokus Ara, dia mengintip ke bawah buku yang dia pegang, sebenarnya sejak tadi Aciel berbaring dengan paha Ara sebagai bantalan.

"Aku sedang belajar," ucap Ara yang berusaha menyembunyikan rasa malunya dengan kembali fokus dengan bukunya.

Aciel mengetuk-ngetuk buku Ara berusaha mengganggunya. Ara yang terganggu berucap, "Bukannya kamu mau tidur tadi? Kenapa malah ganggu aku, sih?"

"Aku mau Ara fokus denganku sampai tertidur," ucapnya.

Ara menjadi blushing, dia pun menutup wajahnya dengan buku, Aciel hanya terkekeh pelan, reaksi Ara yang seperti ini adalah favoritnya dan tentu saja semua kembarannya. Aciel mengambil buku Ara lalu menjatuhkannya entah ke mana.

"Hei, itu buku pelajaran Aciel," ucap Ara. Aciel menangkap sebelah tangan Ara lalu meletakkannya di kepalanya.

"Usap, sampai tidur," ucap Aciel, membuat Ara semakin blushing dan pada akhirnya mulai mengusap lembut rabut Aciel.

"Rambutmu lembut banget," celetuk Ara.

Aciel yang menutup matanya menikmati usapan di rambutnya, hanya tersenyum.

Suasana tenang seperti ini benar-benar khasnya Aciel.

"Sebentar lagi bel masuk, lho," ucap Ara.

Tidak ada sahutan dari Aciel. Sepertinya dia tertidur.

"Apakah kamu sangat kelelahan?" gumam Ara sambil menatap dalam wajah Aciel.

Ara terkejut saat tiba-tiba mata Aciel mulai terbuka, "Sangat lelah," ucapnya.

Ara hanya mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Tapi bukan aku," ucapnya lagi, "Tapi Aarav dan yang lain, aku hanya diam dan tidak pernah keluar waktu dulu, bukankah aku tidak adil dengan mereka?" lanjutnya sambil membalas tatapan mata Ara.

"Mulai sekarang aku ingin membantu mereka," ucapnya lagi.

"Aku juga," ucap Ara, "Kita bisa saling membantu." ucap Ara sambil tersenyum.

"Ngomong-ngomong, bukankah tanganmu masih sakit? Bagaimana kamu bekerja saat tanganmu tidak terlalu bisa digunakan?" tanya Ara.

"Ada sekretaris," jawab Aciel polos.

Ara mengerutkan sedikit keningnya, entah kenapa dia merasa sensitif saat mendengar kata sekretaris.

"Oh.." balas Ara cuek, namun membuat Aciel hendak tertawa jadinya. Walaupun beberapa hari terakhir dia hanya melihat interaksi kembarannya dengan Ara, namun dia menyadari kalau Ara tidak menyukai kata sekretaris. Ara yang cemburu juga merupakan hal yang menggemaskan baginya.

Hm, she's always cute, batin Aciel.

"Sekretarisnya sudah punya suami dan anak," ucap Aciel.

Ara jadi malu karena sudah berpikir yang tidak-tidak.

"Jadi tidak perlu cemburu, hehehe," kekehnya.

"Aku tidak cemburu," kilah Ara.

Aciel lalu bangkit menangkup wajah Ara dan menciumnya, membuat Ara terkejut.

"Aciel..." ucap Ara malu.

"Bibir Ara itu candu, kalau cemberut maunya ya begitu," ucapnya lalu berdiri dan mulai berjalan menjauh.

Tindakan dan ucapan Aciel memang terlalu lugas, jika dia mau ya akan dia lakukan dan dia ucapkan.

Tidak lama bel masuk kelas berbunyi.

SKIP TIME...

Setelah izin tidak bersekolah, kemudian bersekolah lagi, Aarav, alias Aciel izin sehari untuk tidak sekolah lagi, hari ini adalah final proyek yang mereka kerjakan.

Dia menatap bayangannya di cermin, postur badan tegap dan tinggi memakai setelan jas mewah dan tentu saja mahal, siapa yang menyangka ketua pelaksana proyek yang lumayan besar kali ini adalah seorang siswa SMA kelas XI.

Aciel sudah meyakinkan dirinya untuk membantu kembarannya, terutama Aarav yang lebih banyak menerima beban dari pada yang lain, di mulai dari mengambil alih proyek ini dan mengerjakannya dengan sukses sesuai apa yang sudah mereka persiapkan, Aarav bahkan sempat sakit dan tangan mereka juga sakit, namun sekarang sudah baik-baik saja, Aciel menghirup udara di sekelilingnya, lalu menghembuskan napasnya. Setelah meyakinkan diri, dia mulai beranjak dari kamarnya bersiap keluar apartemen menuju mobilnya dan segera pergi ke perusahaan ayahnya.

Jika kalian bertanya-tanya perusahaan apa yang di miliki ayahnya, yaitu Rezan Ivander adalah perusahaan dagang yang mengimpor dan mengekspor bahan baku, baik pangan, papan, dan sandang. Dan perusahaan tersebut membuat cabang yang dulunya di tangani oleh Adam, kakak Aarav, yaitu di bidang desain interior. Sekarang Aarav lah yang menangani hal tersebut walaupun tidak semuanya di tanganinya karena bagaimana pun Aarav masih harus bersekolah.

Memang berat di usianya yang masih muda harus memikirkan masalah pekerjaan, namun inilah tanggung jawabnya, Aciel menjadi mengingat setiap kali dia dihadapi dengan buku-buku dan pengajaran serta les privat yang berhubungan dengan bisnis sejak kecil setelah Adam meninggal waktu itu, kehidupannya benar-benar sangat berat. Namun sekarang...

Aciel menerima pesan masuk dari orang yang di tunggu-tunggunya.

Ara : Ku dengar hari ini final proyekmu? Semangat, ya.

Aciel tersenyum, kemudian segera menelepon Ara.

Ara yang di seberang sana terkejut, dia yang menunggu balasan pesan malah langsung mendapatkan panggilan, Ara mengangkat telepon.

"Ya?"

"Siapa yang bilang kalau hari ini final proyekku?"

Ara terdiam sebentar berusaha mengenali yang meneleponnya,

Yang menggunakan aku-kamu hanya Arvin an Aciel, tapi kurasa Aarav tidak akan membiarkan Arvin yang mengerjakan proyek, kurasa Aciel, pikir Ara.

"Enzi yang bilang," balas Ara.

"Sejak kapan kamu dekat dengan Enzi? Aku cemburu, ya."

"Apa-apaan itu, cuma bicara saja, lagi pula Enzi itu punya Aya."

"Dan Ara punyaku, kenapa tidak tanyakan saja padaku langsung, hm?"

"Aciel..." Ara menjadi malu mendengar ucapan Aciel yang seperti biasanya, lugas.

"Ahaha, aku jadi ingin melihat wajah memerahmu sekarang,"

Ara reflek memegang pipinya yang terasa panas, Ara sebenarnya sedang berada di perpustakaan yang sepi.

"Bagaimana kalau video call?" tawar Aciel.

Ara menutup telepon sepihak, membuat Aciel tertawa.

"Damn, she's so cute," guma Aciel.

Entah kenapa sekarang rasa gugup yang awalnya menghantuinya sekarang mulai sirna karena Ara.

Aciel mempercepat laju mobilnya dengan senyum di wajahnya. Dia menjadi bersemangat untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.

Bersambung...

---------------------------------------------------------------------------------------------

Blueberriesn_

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now