CHAPTER 17

1.8K 120 6
                                    

"Silakan masuk," ucap Aarav pada Ara, saat Ara sampai di apartemennya.

"Iya," jawab Ara, walaupun Ara sudah datang untuk yang ketiga kalinya di apartemen Aarav, tetap saja dia merasa kagum dengan ruangan ini.

"Maafkan gue, sebenarnya gue sudah minta Nathan untuk tidak melakukan hal itu, karena sebenarnya gue masih bisa minta bantuan Enzi," ucap Aarav.

"Tidak apa-apa, tanganmu jadi seperti itu karena aku, jadi aku tidak keberatan menyalinkan catatan sekolahmu hari ini," jawab Ara.

Benar, karena Aarav menulis dengan tangan kanan bukan kiri, dia tidak bisa menulis apa pun sejak kejadian di sekolah pagi tadi.

"Catatannya cukup banyak, lho? Lo yakin?" tanya Aarav.

"Hm," jawab Ara.

"Baiklah, gue berterima kasih sama lo. Duduk saja dulu di sofa, sudah gue sediakan cemilan dan minuman.

"iya, terima kasih Aarav."

Aarav tersenyum, lalu berjalan ke arah kamarnya untuk mengambil buku pinjaman untuk di salin ke buku catatannya.

"Ini," ucapnya sambil menyerahkan catatan tersebut kepada Ara.

Ara membuka buku tersebut, "Mulai dari mana?"

"Dari sini, sini, lalu sampai sini," jelas Aarav.

Ara sedikit terkejut karena catatan di buku ini sangat rapi dan tentu saja sangat banyak, dia melihat cover catatan dan mendapati nama seorang cewek, Farisa Nayra.

"Bukan catatan Enzi?" gumam Ara.

"Enzi catatannya aneh," jawab Aarav yang mendengar gumaman Ara.

"Eh? Um... Catatan ini rapi sekali," ucap Ara, entah kenapa ada perasaan aneh dalam dirinya.

"Itu catatan sekretaris kelas, Nayra memang rapi tulisannya," ucap Aarav sambil duduk di samping Ara.

"Ah..." Ara mengangguk-angguk, entah kenapa mengetahui Aarav meminjam buku catatan siswi membuat Ara merasa... Merasa apa, ya?

"Aku akan mulai," ucapnya sambil duduk di karpet agar bisa menulis dengan pas di atas meja.

"Lo keberatan kalau gue nonton tv?" tanya Aarav.

"Tidak, tonton saja," ucap Ara tanpa mengalihkan perhatiannya dari buku.

"Kalau ada yang bingung, tanyakan saja."

"Hm."

Ara mulai menulis, setelah beberapa menit, ia merasa kalau rambutnya yang terurai mengganggunya menulis, lalu dia mengambil jepitan rambut, lalu mulai menggulung rambutnya dan menjepitnya.

Aarav merasakan pipinya sedikit memanas saat melihat leher Ara yang terekspos, sebenarnya sejak tadi dia tidak terlalu fokus dengan tv, dia hanya memperhatikan Ara. Tidak lama dia kembali menatap tv, agar tidak membayangkan hal yang tidak-tidak, seperti mencium leher Ara misalnya.

"Ekhem," Aarav berdehem pelan, menetralkan pikirannya.

"Kenapa? Aarav haus?" tanya Ara tiba-tiba, membuat Aarav menatap Ara lagi.

"Kurasa iya," jawab Aarav.

Ara menyodorkan segelas minuman ke arah Aarav yang dia ambil di atas meja.

"Tapi ini minuman buat lo."

"Tidak apa-apa, ambil saja. Aku akan ambil gelas lagi," ucap Ara sambil berjalan ke arah dapur untuk mengambil gelas yang ada dalam lemari. Sambil memperhatikan Ara, Aarav berucap, "Sepertinya lo sudah terbiasa di sini, lo tahu letak gelas ada di dalam lemari itu."

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now