CHAPTER 10

2.2K 137 2
                                    

"Sebenarnya apa tujuan lo?" ucap Nathan dengan nada yang mengintimidasi. Ara yang awalnya malu karena posisi mereka sekarang berubah menjadi takut, Nathan kembali menunjukkan sisinya yang mengintimidasi. Ara berusaha mendorong badan Nathan, "Nathan menjauh please," namun gagal dia benar-benar di kekang, kemudian Nathan menggenggam pergelangannya kencang, "Jawab!" suaranya mulai sedikit meninggi. "Apa tujuan lo mendekati kami?"

Ara menelan salivanya, "T, tujuan? Tujuan apa?" tanyanya gagap karena takut, dia berusaha menahan ekspresinya agar tidak terlihat ingin menangis. Sakit, batin Ara meringis merasakan pergelangan tangannya yang ia yakini pasti akan memerah.

"Kenapa lo mau dekat dengan kami? Merasa kasihan?"

"Ha?"

"Lo bahkan mengiyakan saja datang ke apartemen kami, bahkan kita baru saja saling kenal beberapa minggu ini, pasti ada tujuan tersembunyi iya, kan?" tuduh Nathan dengan nada yang rendah namun penuh penekanan, "Katakan apa mau lo? Uang kami? Status kami? Mau memeras dan mengancam kami karena tahu rahasia kami?" tuduhnya lagi tanpa henti membuat Ara yang awalnya bingung mau menjawab apa dengan wajah ketakutannya tadi berubah menjadi kesal, oke Ara mulai marah sekarang, tuduhan Nathan benar-benar membuatnya kesal karena semuanya tidak benar.

"Kasihan? Uang? Status? Apa maksud kamu? Aku mengancam? Dengar Nathan, aku marah sekarang. Aku menerima kalian karena kalian juga manusia dan kita satu sekolah apa salahnya berteman? Kenapa kamu terlihat mempersulit? Uang kalian? memangnya aku pernah minta sesuatu ke kalian? Aku bahkan walau tidak kaya masih hidup berkecukupan, aku bersyukur, kok! Aku punya rumah dan kamar sendiri bahkan bisa makan tiga kali sehari! Status? Memangnya status apaan? Dan aku bersumpah tidak menceritakan kepada siapa pun tentang kondisi kalian yang aku bahkan tidak tahu dengan jelas apa yang kalian rasakan sekarang, bahkan Aya yang sahabatku saja tidak aku ceritakan!" ucap Ara dengan cepat, wajahnya memerah karena marah dan kehabisan napas.

Nathan terdiam sebentar, seperti memproses perkataan Ara, lalu menghembuskan napas pelan, dan mulai menjauh kembali duduk ke kursi pengemudi, "Keluar," ucapnya setelah menekan tombol membuka kunci pintu mobil. Ara segera bangkit dan keluar dari mobil Nathan. Nathan melihat Ara membuka gerbang rumahnya kemudian menutupnya, lalu Ara mulai hilang dari pandangannya. Nathan kembali menghela napas, lalu memijit keningnya, "Lo ini benar-benar," ucapnya bermonolog.

Drrt drrt

Ponselnya bergetar, ada sebuah pesan dari orang yang sekarang benar-benar tidak dia sukai.

Bunda : Bunda menemukan dokter baru, malam ini jam 7 sudah bunda aturkan jadwalnya, jangan sampai tidak datang.

Nathan mengerutkan keningnya.

Apa-apaan ini? Kemarin baru saja dengan dokter yang ternyata tantenya Ara, kenapa ganti lagi? Sial!

Padahal mereka lebih menyukai tante Ara karena tidak seperti dokter yang lain, tante Ara seperti teman mengobrol dibandingkan psikolog, mereka tidak merasa tertekan atau terintimidasi dianggap gila dan sejenisnya. Nathan pun membalas,

Nathan : Kenapa baru lagi? Yang kemarin baru dua kali pertemuan.

Bunda : Dokter yang itu tidak becus, masa cuma memberi pertanyaan-pertanyaan tidak guna. Bukannya obat yang bisa meredakan penyakit kamu.

Nathan mengepalkan tangannya, dia berpikir apakah dia yang sakit atau Bundanya yang sakit.

Bunda : Intinya malam ini jam 7! Bunda akan meminta hasilnya pada dokternya, jadi jangan sampai tidak datang!

Nathan : Iya.

Nathan memukul setir mobil sampai telapak tangannya memutih. Napasnya terdengar berat dan pendek, Lalu dia mendongakkan kepalanya menatap rumah Ara yang lampu di lantai atasnya yang tadinya padam menjadi menyala. Hujan semakin deras, akhirnya Nathan mulai menjalankan mobilnya untuk pulang.

INARA AND THEM(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang