CHAPTER 11

1.9K 126 3
                                    

"Jaga ucapanmu! Harusnya kamu mencontoh almarhum kakakmu yang sempurna! Padahal sedarah kenapa bisa begitu sangat berbeda?!"

"..." Nathan terdiam, lagi-lagi dia dibandingkan dengan almarhum kakaknya yang sudah pergi sejak ia berumur 7 tahun, yaitu 13 tahun yang lalu. Kakaknya yang waktu itu berumur 12 tahun, bisa dikatakan orang yang sangat di andalkan oleh orang tuanya, jenius dan berbakat terutama di bidang pembisnisan di umurnya yang bisa dibilang tergolong muda, dia sudah di cap sebagai penerus yang sempurna oleh orang tua mereka maupun keluarganya, sehingga mereka hanya fokus pada kakaknya di bandingkan dengan dirinya, bisa di katakan mulai dari sinilah kepribadiannya yang tidak mendapatkan hak untuk dihargai mulai keluar, yang di sebut dengan...

Alter Ego.

Alter Ego adalah kondisi di mana seseorang membentuk karakter lain alam dirinya secara sadar. Karakter lain ini sering kali merupakan gambaran ideal tentang dirinya, yang tidak bisa dia realisasikan dan hanya mampu ia idam-idamkan.

Oleh karena itu, semenjak kepergian kakaknya, yaitu Adam Ivander, Aarav lah yang menggantikannya, dia di paksa untuk seperti kakaknya di saat masih berumur 7 tahun, berlaku sopan, patuh, dan terus-terusan belajar, les dan sebagainya, membuat masa kecilnya yang seharusnya di habiskan dengan bermain sambil belajar dan penuh canda tawa hilang karena jeratan orang tuanya, sehingga Aarav tidak dapat mengekspresikan segala kekhawatirannya, dan Aarav meyakini kalau orang tuanya membenci dirinya yang tidak bisa seperti kakaknya dan salah satu hal lain yang membuat orang tuanya membencinya, itu karena...

Aarav yang menyebabkan kakaknya meninggal.

Flashback

"Kak Adam, Aarav mau bola kecil itu!" ucap Aarav kecil yang tengah berumur 7 tahun.

Adam, kakaknya, menolehkan kepalanya pada sebuah etalase mainan yang ada di trotoar jalan.

"Bola kecil itu?" tanyanya.

"Iya!"

"Bukankah itu terlalu kecil? Kakak bisa membelikanmu yang lebih besar dan lebih bagus."

"Tidak mau! Aarav mau yang itu."

Adam tertawa pelan melihat pipi Aarav yang menggembung karena sedang merajuk. Adam pun menyamakan posisinya dengan Aarav lalu mengusap kepalanya dengan sayang sambil berucap, "Baiklah, baiklah...Ayo kita ke sana."

"Yeah!" Aarav segera berlari memasuki toko mainan sederhana tersebut di iringi Adam yang berjalan sambil terkekeh pelan melihat adik kesayangannya kegirangan.

Akhirnya Aarav pun mendapatkan bola kecil yang membuatnya tertarik sejak tadi, bola itu dari plastik, di dalamnya berisi air dan objek-objek kecil ikan laut, ketika di pantulkan akan memancarkan cahaya yang berkelap-kelip.

Selagi Adam membayar Aarav berlari keluar toko karena ingin memantulkan mainan tersebut di trotoar, namun sayangnya bola itu memantul begitu jauh dan menggelinding ke tengah jalan, tanpa pikir panjang Aarav berlari ingin mengambilnya.

Adam yang melihat hal itu dari dalam toko segera berlari mengejar, berusaha menangkap Aarav yang sudah terjun ke tengah jalan, sayangnya ada truk besar yang tiba-tiba saja muncul dari belokan, Adam dengan sigap mendorong Aarav dan menggantikan tubuhnya tertabrak truk tersebut.

Flashback off

Inilah alasan orang tua Aarav membencinya, dengan rasa kecewa atas kehilangan anak emas mereka, orang tuanya melampiaskan kekecewaan tersebut pada Aarav, seperti balas dendam.

Aarav tidak boleh melakukan ini, dia tidak boleh melakukan itu, dia harus seperti ini, dia harus seperti itu, semua yang dilakukannya di atur oleh orang tuanya, membuatnya hampir stress di masa mudanya, kamarnya dan seluruh isinya menjadi saksi bisu atas tangisannya setiap malam, betapa dia merindukan kakaknya, yaitu satu-satunya orang yang menyayanginya, memperhatikannya, mengelus rambutnya, teman bermainnya, yang selalu mengucapkan selamat malam padanya, yang membantunya mengajar dia menghabiskan waktunya bersama kakaknya, walaupun dia sering di marahi karena dianggap mengganggu kakaknya untuk berkembang menjadi penerus, namun kakaknya selalu menyempatkan diri untuk setiap hari bermain dengannya.

2 tahun setelah kejadian tersebut, Aarav mulai memperlihatkan kepribadian yang berbeda, yaitu kepribadian yang tidak mampu dia wujudkan, ketika bersama orang tuanya atau ada acara keluarga dia akan bersikap sopan, ramah, dan terlihat berwibawa, membuatnya di senangi. Namun ada kalanya dia akan bersifat manja dan kekanakan, membuat orang tuanya jengkel, ada pula dia akan bersikap kasar membuat orang tuanya menjadi marah, kadang dia akan menjadi pemalas dan hanya tidur seharian dan dia juga bersikap santai, dan suka menyepelekan berbagai hal dan nakal, membuat orang tuanya tidak habis pikir dan menganggap dia gila, setelah 3 tahun seperti itu akhirnya orang tuanya memaksanya ke psikolog, dan setiap ke sana Aarav akan menjadi gelisah dan ketakutan, mentalnya menjadi tidak sehat, stress, dia bahkan hampir berusaha terjun dari atap rumahnya karena di anggap gila dan tidak ada yang mempercayai perkataannya tentang alter egonya. Namun semua itu dia hentikan ketika dia berada di kelas 2 smp, dia memilih menyerah dan menuruti semua keinginan orang tuanya menjadi anak emas.

Namun, seperti yang kalian tahu, tidak semudah itu menghilangkan trauma.

"Keluar kalian," ucap Nathan penuh penekanan dan tatapan tajam.

"Berani sekali kamu menatapku seperti itu!?"

"Memangnya apa yang membuatku tidak berani?" tantang Nathan.

Ayahnya tertawa sinis, "Hah, benar juga, kamu bahkan berani membunuh kakakmu, sudah pasti kamu tidak takut, kan?"

Nathan semakin mengepalkan tangannya.

"Ayah, sudah kita pulang saja," ucap bundanya berusaha menenangkan suaminya, lalu dia menatap Nathan, "Dengar, jangan lupa meminum obatmu, lihatlah! kamu menjadi tidak waras lagi, kamu itu aib keluarga, dan aib keluarga tersebut akan menjadi penerus perusahaan, bunda banar-benar masih tidak memahami ini, ayo yah, kita pulang," ucap bundanya sambil menggandeng tangan ayahnya dan keluar dari apartemen Nathan.

Setelah terdiam beberapa menit Nathan memasuki kamarnya dan mulai mengacak-acak kamar tersebut, vas bunga, buku, bantal semua kemarahannya dia lampiaskan ke objek di kamarnya, terdengar setiap teriakan yang memilukan.

Teriakan dan tangisan...

Nathan menatap wajahnya di cermin lemari pakaian, dia juga menjadi muak dengan dirinya sendiri.

PRANG!

tinjunya memecahkan cermin tersebut membuatnya retak dan menjatuhkan serpihan beling yang juga mengenai buku tangannya yang saat ini berdarah.

"Aarrrgh!" Nathan memegang kepalanya kesakitan dia juga memukul-mukul kepalanya, menyakitkan sekali melihat kondisinya seperti ini, saat itulah Nathan teringat ucapan seorang gadis yang memberikannya kehangatan.

Kalau ada apa-apa, telpon saja aku

Nathan tanpa sadar segera menelepon Ara, namun sebelum tersambung ia segera mematikannya lagi, melepaskan ponselnya dari genggaman lalu mulai berjalan menaiki kasurnya, dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Terima kasih Nathan, sudah mau menghadapi ayah dan bunda," gumamnya pada dirinya sendiri.

Lalu Aarav menutup matanya pelan menenangkan pikirannya dan mentalnya yang sedang down, di saat seperti inilah hanya Aarav dan Nathan dan terkadang Elios yang mampu menghadapi orang tua mereka.

Bersambung....

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Blueberriesn_

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now