CHAPTER 40

1.3K 92 0
                                    

"Bukankah kamu berjanji untuk mengajariku?" tanya Ara.

"Hanya sebentar saja, ya?" jawab kekasihnya.

"Tidak mau," Ara menjauh dari sosok laki-laki di depannya dan duduk di kursi sambil bersedekap dan mengalihkan perhatiannya ke arah lain. Ara akhir-akhir ini moodnya sedang naik turun dikarenakan sedang datang bulan, itu adalah hal biasa bagi Ara dan dia masih belum bisa mengontrolnya.

"Ara..."

Ara mengerlingkan matanya menatap Aarav, alias Arvin yang sedang mengambil alih.

"Aku mau belajar, bukan main game," jawab Ara tidak mau kalah.

Arvin merengut, jujur saja Ara merasa gemas, namun dia benar-benar harus belajar, karena tinggal menghitung hari untuk ujian kenaikan kelas.

Arvin yang melihat Ara masih dengan tujuannya datang ke apartemennya akhirnya pasrah, dengan lesu dia mulai duduk di karpet dan mengeluarkan buku-bukunya, lalu mulai membukanya dan membaca bagian-bagian yang sudah diperkirakan akan keluar di ujian.

Ara yang awalnya duduk di sofa, ikut duduk di karpet dan juga mulai membuka buku matematikanya. Ya, dia benar-benar harus lebih belajar mengenai matematika karena dia paling lemah di mata pelajaran itu. Namun, setelah beberapa menit berlalu, Ara mulai menemui kendala dalam memecahkan masalah matematikanya, dia menatap Arvin, terlihat jelas kalau Arvin masih merajuk.

Arvin membolak-balik buku dengan malas, sepertinya dia hanya membaca sekilas tanpa memahaminya, sepertinya Ara paham kalau Arvin lebih menyukai bermain daripada belajar, sepertinya bagian belajar lebih sering dilakukan oleh Aarav. Rasa bersalah mulai menyelimutinya, dia ingin bertanya mengenai masalah matematikanya, namun menjadi segan karena melihat Arvin yang mejadi lesu karenanya.

Akhirnya Ara memutuskan untuk mencoba soal lain, 10 menit berlalu, nihil. Ara masih kesulitan dan bahkan tambah sulit mengerjakannya. Ara menatap Arvin lagi, dia masih melakukan hal yang sama, namun kali ini dia melakukannya sambil merebahkan kepalanya di meja.

Akhirnya Ara menurunkan egonya, "Ekhem," Ara berdehem pelan.

Arvin masih tidak berkutik dari kegiatannya.

"Aku perlu bantuan," ucap Ara pelan. Masih tidak ada respon.

Ara Mengehela napas pelan, "Bantu aku memecahkan masalah yang satu ini, sebagai gantinya kamu boleh main game."

Dengan cepat Arvin mengangkat kepalanya, senyumnya terbit.

"Benarkah?"

Ugh, kenapa menggemaskan sekali, batin Ara.

"Tapi, hanya untuk 30 menit."

"Oke!"

Ara ingin menyerahkan bukunya, namun bukannya menyambut buku yang Ara serahkan Arvin berbalik menghadap tv dan segera membuka game yang ingin dia mainkan, Ara hanya membatu.

Apa-apaan? pikirnya.

"Arvin, bantu aku dulu," ucap Ara.

"Ara," panggil Arvin.

Ara menampilkan wajah bertanya-tanya, "Hm?"

"Duduk di sini, biar aku bantu mengerjakannya," ucap Arvin sambil menepuk tempat di depannya, tepatnya tempat yang berada di antara kedua kaki Arvin.

Wajah Ara memerah, itu artinya Ara diminta duduk di sana?

"Apa?! Gak, aku duduk di sini saja," tolak Ara.

"Duduk di sini," ucap Arvin lagi dengan senyumnya sambil menepuk-nepuk tempat tadi.

"Gak Arvin.."

Arvin kembali menunjukkan wajah sedih, yang tentu saja membuat Ara tidak tega melihat wajah tampan itu menjadi redup.

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now