CHAPTER 31

1.5K 96 7
                                    

"Aarav?" Ara memanggil Aarav yang sedang termenung sambil membaca bukunya, sekarang mereka sedang belajar bersama di apartemen Aarav, tepatnya di sofa karena dalam beberapa hari lagi ujian kenaikan kelas akan dilaksanakan.

"Aarav!" Ara menyaringkan suaranya karena Aarav tidak berkutik sedikit pun.

"Hm?" Aarav dengan cepat menoleh ke arah Ara yang berada di sampingnya.

"Kamu kenapa melamun? Ada soal yang sulit?" tanya Ara.

Aku melamun? batin Aarav, ternyata dia sendiri bahkan tidak sadar kalau tengah melamun.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Ara khawatir, lalu memeriksa keadaan Aarav dengan memegang jidatnya. Tidak demam, batin Ara. Sebenarnya Ara menduga kalau kemarin sore itu Aarav pergi ke psikolog, makanya sekarang dia ingin menemaninya, dan Ara bersyukur Aarav tidak demam seperti kemarin-kemarin, namun sejak dia datang dia selalu mendapati Aarav melamun, apa yang sebenarnya terjadi?

"Aku baik-baik saja," jawab Aarav dengan senyum di wajahnya, Aarav juga memutuskan mengganti panggilannya dengan Ara menggunakan Aku-kamu, begitu pula dengan Nathan.

"Jika ada hal yang sulit jangan sungkan berbagi denganku," pesan Ara.

"Tidak apa-apa, kok. Aman," jawab Aarav kembali fokus dengan bukunya, membuat Ara sedikit kesal, dia tahu Aarav tidak baik-baik saja sekarang, ada sesuatu yang dipikirkan cowok itu.

Aarav kembali membuat dinding dengannya dan Ara tidak suka itu. Dia tidak mau di abaikan oleh Aarav lagi, kemudian bertemu dengannya saat kondisinya down seperti waktu lalu membuatnya merasa ikut sakit juga.

Hei, bukankah komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam suatu hubungan? Mengingat hubungan mereka yang juga berbeda dari kebanyakan pasangan umumnya, kalau orang lain berkomunikasi secara 2 arah dengan pasangannya, Ara memiliki pasangan yang mempunyai alter ego, tidak satu atau dua saja. Tapi, lima.

Ara menatap Aarav, dan tidak ada niatan sekali pun untuk mengalihkan perhatiannya. Aarav yang merasa di tatap menoleh kepada Ara.

"Kenapa?" tanyanya.

Ara tidak menyahut, dia hanya menatap, seakan mencari kebohongan tersembunyi pada Aarav.

"Aku benar-benar baik-baik saja, oke?" tutur Aarav, dan Ara masih melakukan aksinya. Membuat Aarav ingin tertawa karena ditatap seperti itu.

Kemudian Aarav menutup bukunya, mendekati Ara dan memeluknya erat, sampai mereka terjatuh ke sofa.

"Eh? Aarav?" Ara terkejut bukan main dengan aksi Aarav yang tiba-tiba, semburat kemerahan muncul di pipinya.

"Aarav?" panggil Ara lagi, dia tidak bisa melihat ekspresi Aarav karena Aarav menenggelamkan wajahnya di lehernya, dia merasa geli karena hembusan napas Aarav di sana.

"Istirahat bentar," ucapannya terdengar seperti gumaman. Kemudian, semakin mengeratkan pelukannya. Ara menghela napas, lalu mengusap kepala Aarav.

15 menit dalam posisi itu, Ara mulai merasakan pegal, namun dia menyadari kalau Aarav sepertinya tertidur. Entah perasaan Ara saja atau bukan, cowok ini dengan mudahnya bisa tertidur saat bersamanya. Pasrah, Ara juga ikut menyamankan dirinya dan mencoba untuk ikut tidur.

.

.

.

Ara terbangun, dia masih merasakan badannya berat karena tertindih seseorang. Siapa lagi kalau bukan kekasihnya. Dilihatnya Aarav masih tidur, Ara mengalihkan matanya ke arah jam yang terpasang di dinding di atas tv besar Aarav, jam 5 sore.

Sudah 1 jam lebih Ara di apartemen Aarav. Ara menghela napas, dia ingin bangkit sekarang, karena dia merasa pegal karena tidur selama 30 menit dengan posisi ini.

INARA AND THEM(END)Where stories live. Discover now