Kordoba, Hyunjin ada

995 103 14
                                    

Untuk kamu, yang sedang rindu. Aku berikan sesuatu:

Kisah ini akan sama santun dan rapi seperti seseorang yang kini ada di depannya, seseorang yang sedang terduduk menunggu senja pada sebuah cafe dekat bangunan memukau bagi dua agama dan budaya yang membentuk Andalusia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kisah ini akan sama santun dan rapi seperti seseorang yang kini ada di depannya, seseorang yang sedang terduduk menunggu senja pada sebuah cafe dekat bangunan memukau bagi dua agama dan budaya yang membentuk Andalusia.

Ajaib bagai sihir seperti yang pernah di baca dalam buku buku fantasi, dengan intrik roman manis yang begitu menggelitik.

Voltase kecil arus listrik, Felix tersengat membentuk realitas di luar batas dengan cara yang paling tidak pernah terduga sebelumnya, klasik. Terlalu mengherankan untuk sekedar jatuh cinta pandagan pertama untuk takaran tertentu yang semestinya. Asyik.

Kisah Felix yang berciri tradisional, bukan seperti novel romantis ekperimental. Felix akan menjabarkan bagaimana terpukaunya ia dengan sosok Hyunjin Hwang dan Kordoba yang begitu indah bila di tulis dalam puisi soal asmara.

Kali ini, waktu yang ke empat bertemu lagi. Mahkluk fana itu mampu membuat Felix menoleh dari buku essai Mario Vargas Llosa, yang membahas mengenai nona tua. Bukankah itu hal yang sangat tidak bisa di duga sebelumnya.

Sosok Hyunjin bagai indahnya seorang dari barat daya yang duduk di ruang tamu villa villa mewah dengan perapian api membara atau sekedar pavilium pualam pada pinggir laguna-laguna.

Sosok indah dengan surai pirang dan hidung mancung bak seorang pangeran. Felix sudah cukup dalam membaktikan diri terjun bebas pada malam untuk berkhayal dan menciutkan apa yang di sebut orang orang hidup dalam taraf paling minimal.

Hyunjin Hwang adalah respresentasi insan yang setara dengan apa ada dalam otak kecil Felix tentang sebuah bahagia.

Pribadi yang membuat Felix tertarik tentang apa yang si Hwang tulis pada buku berlapis kulit dengan kaca mata jatuh dan rambut tanpa disingkir.

Apa yang membuat laki laki itu tidak bergerak barang se inci ketika Felix sudah menyapa bahkan menjeda selama tiga detik untuk memperlihatkan tindak tanduk sebuah bodi.

"Hai..." sapaan pertama, bukankah ini sebuah tindakan gila Felix setelah empat hari di Kordoba.

Satu, dua, tiga.

"Eh.. hai"

Bibir tebal khas orang Asia itu bergerak, mengatup dan meberikan senyum. Mampu membuat Felix nyaris bermimpi untuk menghabiskan hidup dengan Hyunjin.

"Felix Lee..."

"Hyunjin Hwang..." gerakan dasar Hyunjin menutup buku yang banyak coretan oleh pensil kayu yang sekarang di letakkan.

"Aku hanya ingin bertegur sapa... entah karena sesuatu rusak disini..." Felix menunjuk otaknya "atau disini" Felix menunjuk hatinya.

"Tidak ada yang rusak Felix... itu hanya ilusi dan kamu tertarik..."

"Tentu, jelas tentu aku tertarik dengan sesuatu itu..." Felix menunjuk buku yang Hyunjin tutup.

"Oh ini..." Hyunjin membukanya.

Itu berarti Felix tidak memaksa.

"Hanya coretan yang di gambar ketika bosan..."

"Termasuk yang ini..."

Kebetulan yang mencengangkan, takdir Tuhan yang maha dasyat. Felix menunjuk sketsa kasar seseorang di ujung kertas.

"Katedral memang indah, tempat untuk berdoa.. sekalian menggambar seseorang yang ada di sana? Bukan kah begitu?"

Tawa menguar dari Hyunjin yang memandangnya.

"Aku minta maaf untuk menggambarmu diam diam ketika disana..."

"Akan di maafkan ketika namaku di tulis di bagian bawah gambarnya..." upaya Felix untuk lebih dekat dengan Hyunjin yang betemu beberapa kali di Kordoba.

Penghakiman tegas tentang dunia yang menjijikan hilang, ketika Felix mendengarkan sang Hwang menjelaskan alasan dengan kelabakan. Akhirnya Felix sadar setelah tenggelam dalam banyak tulisan tentang kebohongan sebuah roman, Felix menukar kenyataan hidup dengan pemborosan.

Selesai

ARENAWhere stories live. Discover now