Pelayan Lagi

22.4K 2.8K 47
                                    

Sharma tidak menyangka ia benar-benar bangun kesiangan. Matahari sudah mulai meninggi dan dirinya baru keluar kamar. Dia adalah contoh Selir yang 'baik', bukan?

Kini ia berjalan bersama Selir Lira. Selir Lira adalah Selir kedua Kaisar Ariga. Sharma menoleh ke kanan dan ke kiri demi mencari pemandangan yang bagus. Namun di istana Selir ini tidak ada hal yang menarik kecuali bunga-bunga yang tumbuh di sekeliling istana Selir.

"Saya bisa berkeliling sendiri. Mengapa Selir Lira perlu repot-repot menemani saya?" Sharma akhirnya berbicara.

Selir Lira tersenyum. Ya, senyumnya secerah matahari. "Yang Mulia yang memerintahkan aku. Mungkin Yang Mulia tidak ingin ada keributan di kandang kuda lagi."

Ternyata teriakan Sharma tadi malam terdengar hampir keseluruhan istana. Bahkan para Selir yang akan terlelap pun sampai terbangun karena keributan itu. Dan Kaisar, pria itu sedang membahas masalah istana dengan beberapa menteri. Mendengar teriakkan dari kandang kuda, Kaisar langsung melihat ke tempat kejadian.

"Sepertinya Nona Sharma sering berlatih vokal di desa Teh," sindir Selir Lira yang bermaksudkan Sharma tidak anggun sama sekali. Sepertinya rumor yang tersebar hanya sekedar rumor.

"Benar, saya sering bermain dengan monyet liar," jawab Sharma asal. Tiba-tiba Sharma kesal mengingat Ader yang mengatakan kesopanannya hilang karena kepalanya terhantuk pohon.

"Oh ya." Mereka berhenti di depan paviliun yang dikelilingi oleh bunga mawar. Selir Lira duduk di bangku yang berada di bawah pohon. Sharma pun ikut duduk di sana. "Nona harus tahu, istana Selir ini sangat panas."

Sharma mengerti apa yang dimaksud oleh Selir Lira. Yang dimaksud panas adalah tidak ada kedamaian di dalamnya. Tentu saja para Selir ingin saling menjatuhkan dan ingin menjadi penguasa Selir lainnya. Memikirkan bahwa ia akan tinggal di tempat 'panas' ini juga, rasanya Sharma ingin berlari ke hutan saja.

"Mungkin ini adalah salah satu alasan Yang Mulia memisahkan Permaisuri dari para Selir dan memberikan istana tersendiri untuk Permaisuri. Permaisuri sangat baik dan lembut. Permaisuri selalu menebar senyum pada semua orang. Dia tidak mungkin sanggup melawan para Selir yang memiliki seribu trik licik," lanjut Selir Lira.

Sharma menengadah ke langit. Ia memikirkan bagaimana sosok Permaisuri itu. Sepertinya Permaisuri sangat sempurna. Baik dari segi fisik maupun hatinya. Ah, tiba-tiba saja Sharma merasa iri.

"Dan karena itu aku sarankan padamu untuk berdiri dengan kakimu sendiri. Itu lebih aman," ucap Selir Lira lagi.

Sharma menoleh pada Lira. "Anda telah memberikan saya pengetahuan. Apakah setelah ini kita bisa berteman?" tanya Sharma sambil tersenyum. Ia rasa Selir Lira adalah orang yang tulus. Mungkin hanya wanita inilah yang bisa ia jadikan teman di istana Selir.

Selir Lira terkekeh pelan. "Teman? Aku rasa tidak ada yang bisa dijadikan teman. Di sini terlalu kejam untuk mengemban hubungan pertemanan. Terkadang kita harus selalu waspada. Termasuk pada pelayan pribadi kita sendiri."

Sharma menelan ludah. Dari semua perbincangan mereka, yang tertanam dalam otaknya dengan baik hanyalah 'berdiri dengan kakimu sendiri'. Mungkin ini adalah kunci hidup aman di dunia ini.

* * * *

"Ya ampun Nona! Jangan!"

Seorang wanita berdiri di atas dahan pohon. Dua orang wanita lainnya berjaga di bawah sambil memohon kepada nonanya agar mau turun. Namun sepertinya wanita satu itu tidak berniat mendengarkan permohonan kedua pelayanannya. Siapa lagi wanita yang tidak ada anggun-anggunnya kalau bukan Sharma Ghungzi.

Gadis itu pusing karena pelayannya bertambah satu. Kali ini bukan dari Kaisar, melainkan dari kakaknya. Dan masalahnya adalah pelayan yang satu ini tidak ada sopan-sopannya pada Sharma. Menyebalkan.

"Tidak sebelum kau katakan pada kakakku bahwa aku tidak mau menerima pelayan!"

Seharian ini Sharma sudah dibuat pusing oleh Wenari. Gadis yang dua tahun lebih tua dari usianya itu benar-benar mengatur Sharma. Wenari mengajarkan tata krama dan juga cara bersikap. Bahkan pelayan itu mengajari bagaimana cara makan yang anggun. Tentu saja Sharma tidak suka. Baginya 'makan ya tinggal makan'. Namun sepertinya Ader benar-benar ingin mengajarkan Sharma etika di istana lewat Wenari.

"Saya mohon Nona. Saya janji tidak akan galak lagi." Wenari bersimpuh di tanah. Tugas dari Ader sangat banyak. Selain berkerja sebagai pelayan pada umumnya, Ader juga memberikan tugas untuk melindungi Sharma. Kalau nonanya ini terluka, maka dirinya akan habis oleh Ader.

"Tidak. Kau pasti bohong. Jika aku turun maka kau akan menyeretku masuk ke kamar dan berlatih berjalan lagi. Kau tahu? Itu melelahkan dan membosankan."

Sharma keukeuh dengan keputusannya. Ia sengaja naik ke atas pohon demi menghindari Wenari. Namun sayang, kedua pelayanannya dengan cepat menemukan dirinya di atas pohon.

"Nona, besok adalah hari penobatan Anda. Kalau Anda jatuh dan terluka bagaimana?" ucap Nora sambil mendongak ke atas. Pohon itu cukup tinggi. Jika Sharma jatuh, setidaknya wanita itu tidak akan bisa berjalan sempurna besok.

"Tidak! Aku bilang tidak ya tidak!" Sharma malah memeluk batang pohon seolah jika ia melepaskan batang pohon itu, maka Wenari akan menyeretnya.

"Turun!"

Suara itu terdengar menggelegar, padahal sang empu suara hanya berucap dengan nada rendah. Ketegasan selalu menyertai setiap ucapannya. Sharma menoleh ke belakang. Di bawahnya ada seorang pria bertubuh jangkung yang mengenakan jubah hitam. Dan di belakang pria itu ada pria yang hampir sama gagahnya namun pria itu terus menunduk.

"Hormat hamba Yang Mulia." Kedua pelayan itu langsung membungkuk hormat.

Namun mata kelam milik Kaisar masih fokus pada wanita yang ada di atas pohon sambil memeluk pohon. Gadis itu terlihat seperti ... 🐒 Ssst 🤫.

"Maafkan hamba Yang Mulia. Hamba sudah meminta Nona Sharma untuk turun, tapi Nona tidak mau mendengarkan hamba," ucap Nora sambil membungkuk. Tidak ada siapapun yang berani menatap mata Kaisar secara langsung.

Sedangkan Sharma, gadis itu diam tapi tidak menunjukkan tanda-tanda ingin turun.

"Turun." Sekali lagi suara itu menekankan.

Sharma malah menggeleng. Sekarang ia lebih enggan untuk turun karena ada Kaisar. Siapa yang menjamin bahwa kepalanya akan utuh di tempatnya nanti?
Kaisar menghela nafas. Kepalanya menoleh sedikit ke samping, tujuannya adalah memberi perintah pada pria yang berdiri di belakangnya.

Pria gagah yang berdiri di belakang Kaisar langsung mengangguk. Tiba-tiba pria itu berlari kearah pohon. Hanya dengan menghentakkan kaki ke tanah sekali, lalu ke batang pohon sekali, pria itu berhasil mendarat di dahan yang sama dengan Sharma. Tanpa meminta persetujuan, pria itu melingkarkan tangannya di pinggang Sharma lalu menariknya paksa dan terjun langsung kebawah.

"Aa!"

Itu hanya terjadi beberapa detik saja. Sungguh Sharma tidak menyangka pria ini memiliki kecepatan seperti ninja.
Sekarang Sharma sudah berhadapan dengan Kaisar. Jarak mereka hanya sekitar satu langkah. Karena Kaisar begitu tinggi, terpaksa Sharma mendongak dan merelakan lehernya yang pasti akan pegal.

"Sepertinya kau benar-benar harus diberi hukuman agar tidak membuat keributan lagi."

Deg.

Mati aku. Kakak!! Tolong aku!

Ada yang mau double up?

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang