Aturan Yang Harus Dipatuhi

19.1K 2.3K 17
                                    


Kaisar menatap tajam pada Permaisuri Ghauni yang menunduk dalam. Sedetikpun Permaisuri Ghauni tak berani mengangkat kepala. Tidak hanya takut pada tatapan Kaisar, tapi juga malu pada semua orang yang ada di dalam ruang persidangan. Ia juga malu pada ayahnya yang duduk di samping Kaisar. Sebagai penasihat hukum, pasti ayahnya akan malu karena anaknya sendiri melakukan kejahatan.

"Jelas tidak ada pembelaan apapun, Permaisuri," ucap Kaisar dengan nada mengintimidasi.

Permaisuri Ghauni membungkuk lagi. "Ampun Yang Mulia. Hamba memiliki pembelaan."

"Katakan!" titah Kaisar tegas.

"Hamba melakukan itu karena hamba sangat cemburu, Yang Mulia. Yang Mulia sangat peduli dan sangat menyayangi Selir Sharma. Di tambah lagi Selir Sharma sangat menyebalkan. Dia tidak sopan kepada hamba," ucap Permaisuri Ghauni dengan tangan gemetar.

"Alasan itu tidak bisa membenarkan kejahatanmu, Permaisuri. Sebagai Permaisuri, seharunya kau bisa memberikan contoh yang baik kepada para penghuni istana dan juga pada masyarakat. Aku tidak menutup mata soal Selir Sharma yang mungkin lupa memberikan penghormatan padamu. Akan tetapi itu masih bisa dimaklumi, kau masih baru menjadi Permaisuri, mungkin dia belum terbiasa. Dan seharusnya kau mengadukan masalah ini baik-baik padaku bukan dengan memberikan ramuan pencahar. Kau tahu? Dengan dosis yang kau berikan, Selir Sharma bisa saja mati." Kaisar berucap panjang lebar dengan emosinya.

Permaisuri Ghauni membungkuk lagi. "Ampun Yang Mulia. Hamba mengaku salah. Tolong beri keringanan pada hamba."

Kaisar dan jaksa mulai berunding untuk memutuskan hukuman yang akan diberikan kepada Permaisuri Ghauni, Selir Praniva dan juga pada pelayanannya. Setelah berunding beberapa saat, akhirnya keputusan diambil.

"Karena tidak ada bukti nyata dan juga karena Permaisuri Ghauni adalah Permaisuri yang baru saja diangkat, maka aku bebaskan dari hukuman penjara yang seharusnya. Ini semua dilakukan untuk menjaga nama baik keluarga kerajaan. Namun ada satu aturan yang harus dipatuhi. Baik untuk Permaisuri Ghauni, Selir Praniva, ataupun Selir lain dan juga pejabat lain."

Semua orang menantikan aturan baru itu. "Mulai hari ini, tidak ada yang boleh mengusik Selir Sharma. Kedua, Permaisuri Ghauni tidak boleh semena-mena pada Selir Sharma. Ketiga, Selir Sharma akan mulai tinggal di istana pribadiku mengingat tidak aman tinggal di istana Selir. Dan yang terakhir, jika kejadian ini terulang lagi, maka aku tidak akan segan lagi mencopot jabatan siapapun, termasuk mencopot jabatan Permaisuri Ghauni," ucap Kaisar mengeluarkan keputusan akhirnya.

Semuanya mengangguk setuju. Keputusan Kaisar tidak pernah diragukan oleh siapapun. Mereka yakin Kaisar tidak pernah membuat keputusan yang gegabah. Walaupun aturan baru ini sedikit seperti pilih kasih dan tidak adil, namun mereka yakin ada alasan yang penting untuk kerajaan ini. Kaisar memang tidak pernah salah ambil keputusan. Kecuali menurut Permaisuri Ghauni yang merasa semuanya semakin tidak adil.

"Ada yang ingin protes?" tanya Kaisar sebelum mengesahkan aturan untuk orang yang tinggal di istana.

Semuanya membungkuk. "Tidak ada, Yang Mulia."

Setelah itu Kaisar mengangguk. "Baiklah. Setelah ini, segera buat peraturan tulisnya dan antar ke ruang kerjaku untuk aku stempel."

"Baik, Yang Mulia."

* * * *

Malam tiba. Sharma sedang duduk di tengah ranjang sambil berselonjor kaki. Ia sedang makan dengan disuapi oleh Wenari. Sharma sudah tidak buang air besar lagi dan sakit perutnya sudah hilang. Hanya saja Sharma masih merasa sangat lemas. Oleh sebab itu ia harus disuapi. Sedangkan Nora, Nora sedang memijat kaki Sharma.

"Nona, terima kasih banyak. Anda telah membela kami di depan Kaisar," ucap Nora.

Sharma mengangguk sambil tersenyum. "Tidak masalah. Kalian memang sudah aku anggap sebagai keluarga. Aku tidak ingin kehilangan kalian."

Wenari dan Nora tersenyum. Kini mereka bertambah sayang ke pada nonanya. Mereka berjanji akan setia sampai mati pada nona mereka ini.

Saat sedang asik mengobrol santai sambil Sharma makan, mereka mendengar pintu diketuk. "Selir Sharma, Yang Mulia Kaisar akan masuk."

"Persilakan," jawab Sharma dari dalam.

Tak lama setelahnya pintu terbuka dan masuklah Kaisar. Kaisar masih memakai pakaian yang sama dengan yang tadi sore dikenakan sebelum ke istana utama. Sepertinya Kaisar belum sempat mandi setelah dari pengadilan dan langsung pergi ke istana Selir.

"Hormat kami Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Wenari dan Nora memberikan hormat.

Kaisar mengangguk kemudian menghampiri Sharma. Wenari dan Nora langsung mundur untuk memberikan ruang pada Kaisar. Kaisar duduk di samping Sharma.

"Bagaimana keadaanmu sekarang?" tanya Kaisar.

Sharma tersenyum lebar. "Sudah membaik." Jika sudah tersenyum lebar seperti itu, tandanya Sharma sudah mulai 'sangat' membaik. Tinggal menunggu baterai Sharma terisi penuh kemudian mulai merusuh di sana-sini.

"Kau sedang makan malam?" tanya Kaisar padahal tadi melihat sendiri.
Sharma mengangguk.

Kaisar menoleh pada Wenari yang memegang mangkuk bubur. "Berikan padaku."

Awalnya Wenari terkejut, akan tetapi dengan sangat sopan menyerahkan mangkuk bubur pada Kaisar. Setelah memegang mangkuk, Kaisar menyendokkan satu suap bubur. "Buka mulutmu," perintah Kaisar setelah sendok sudah di depan mulut Sharma.

Sharma tersenyum lebar lagi. Ia tidak menyangka Kaisar akan menyuapi dirinya. Tak buang-buang waktu, Sharma langsung membuka mulut dan melahap suapan dari Kaisar.

Di belakang Kaisar, Wenari dan Nora saling menggenggam tangan karena gemas dengan sikap lembut Kaisar. Sebuah keajaiban, Kaisar menyuapi Selirnya. Oh seingat Nora, Permaisuri Thanu pun tidak pernah disuapi seperti ini.

Sambil menyuapi Sharma, Kaisar mulai berbicara. "Besok perintahkan kedua pelayanmu untuk mengemasi barang-barangmu. Mulai besok kau tinggal bersamaku di istana pribadi Kaisar."

Mendengar itu, tidak ada satupun yang tidak membelalakkan mata. Nora dan Wenari hampir terkena serangan jantung.

"Yang Mulia tidak salah?" tanya Sharma. Walaupun ia baru tinggal beberapa bulan di istana Alrancus, namun ia tahu bahwa sejak dulu, bahkan sejak kakek buyut Kaisar Ariga, tidak ada satupun Kaisar yang membawa Selir untuk tinggal di dalam istana Kaisar. Jangankan Selir, Permaisuri pun tidak pernah. Begitu pula dengan Kaisar Ariga.

"Itu yang terbaik. Tinggal jauh dari jangkauan mataku, kau tidak aman," jawab Kaisar.

Sharma memandangi dua pelayannya. "Lalu bagaimana dengan mereka? Apakah hamba harus berpisah dengan mereka? Bukankah istana Kaisar tidak pernah diinjak oleh pelayan manapun kecuali bibi Anela dan pelayan yang sering bersih-bersih?"

"Mereka juga akan tinggal di sana. Mereka tetap akan membantu kebutuhanmu. Mereka akan menemani bibi Anela. Mereka sudah sangat setia kepadamu, jadi aku yakin mereka tidak akan berkhianat."

Mata Wenari dan Nora terbelalak lagi. Rasanya mereka ingin menangis bahagia mendengar keputusan Kaisar.

Wah, udah mulai naik derajat nih.

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang