Pembicaraan 'Dewasa'.

23.1K 2.6K 43
                                    

Melihat Permaisuri menangis, pelayan pribadi itu buru-buru bersujud. "Mohon Permaisuri jangan menangis. Maafkan hamba yang telah menyampaikan informasi ini dan membuat Permaisuri terluka."

Permaisuri berdiri sambil terbatuk-batuk. Air matanya terus mengalir tanpa bisa dihentikan. Apalah daya dirinya ini hanyalah wanita yang berpenyakitan. Pantas saja Kaisar menolaknya dan lebih memilih tidur dengan Selir muda yang imut dan menarik.

"Mengapa Kaisar berani membohongiku?" Permaisuri mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Hatinya begitu sakit.

Melihat Permaisuri Thanu bersedih, pelayan pribadi itu langsung pergi. Tujuannya adalah istana pribadi Kaisar. Dia akan melaporkan bahwa Permaisuri jatuh sakit.

Di istana pribadi Kaisar. "Aaaah!" Sharma mengambil satu bantal lalu memukul perut Kaisar dengan keras. Ia lupa bahwa semalam dirinyalah yang meminta Kaisar menemani nya tidur. "Dasar mesum! Cabul!"

Kaisar terkejut dengan teriakan Sharma yang memang memiliki tenggorokan super power. Belum lagi pukulan di perutnya membuat ia menangkap tangan Sharma lalu bangun dan duduk. "Jangan berteriak." Kaisar menekan tangan Sharma kuat agar gadis itu mau berhenti bergerak.

Karena cengkraman tangan Kaisar terlalu kuat, Sharma meringis kesakitan. "Auwh, Yang Mulia sakit."

Di luar pintu kamar Kaisar, Pangeran Giler dan pelayan pribadi Permaisuri menghentikan langkah mereka. Pangeran Giler datang mengantarkan pelayan pribadi Permaisuri Thanu yang ingin bertemu dengan Kaisar. Namun setelah mendengar suara Kaisar dan Sharma, mereka hanya bisa berdiri di depan pintu bak sebuah patung. Walaupun demikian, telinga mereka berfungsi layaknya manusia.

"Maka dari itu diamlah. Kau ingin semua orang mendengar teriakkan mu?" Kaisar menghempaskan tangan Sharma dengan kesal. Bagaimana tidak kesal? Baru bangun tidur sudah dihantam oleh pukulan.

"Yang Mulia kasar. Bisakah lembut sedikit? Ah, sakit!" Gerutu Sharma sambil cemberut sebal.

Pangeran Giler meneguk ludahnya kasar. Bagaimana bisa pagi-pagi begini ia malah mendengar percakapan yang ambigu.

"Jangan banyak bicara. Apakah tenggorokanmu tidak sakit setelah semalaman berteriak?"

Glek

Wajah Pangeran Giler memerah sampai telinga. Seharusnya ia segera pergi, namun kakinya terasa terpaku ke dalam tanah.

"Oh ya, apakah semalam hamba meneriakkan nama Yang Mulia?" tanya Sharma setelah mengingat mimpinya semalam. Ia tidak tahu bahwa dua orang di luar pintu menafsirkan ucapannya dengan salah.

"Ya. Kau menyebut namaku terus-menerus dan meminta tolong. Hingga akhirnya kau menangis. Dan terakhir keluar-"

Pangeran Giler tak sanggup lagi mendengarkan ini. Walaupun ia sudah dewasa, namun untuk mendengar pembicaraan 'dewasa' ini ia tidak bisa. Ia memilih pergi meninggalkan pelayan pribadi Permaisuri Thanu.

Melihat Pangeran Giler pergi, pelayan itu pun ikut pergi. Akhirnya mereka pergi tanpa mendengarkan kelanjutan ucapan Kaisar.

"Keluar cahaya biru dari tubuhmu. Aku tidak tahu apa itu, tapi setelah itu kau berhasil keluar dari mimpimu. Untung saja kau tidak mati karena tercekik tangan sendiri." Kaisar mengambil bantal dari tangan Sharma, berjaga-jaga agar gadis itu tidak memukuli nya lagi. "Mimpi apa kau semalam? Sampai berteriak seperti itu?"

Sharma membulatkan matanya dengan sempurna. Cahaya Biru? Apakah segel kekuatannya telah dibuka? Siapa yang melakukannya? Apakah Ajoz? Tapi kapan itu terjadi? Ia yakin cahaya itu berasal dari kekuatannya. Tubuhnya akan mengeluarkan kekuatan sendiri sebagai perlindungan otomatis jika bahaya tiba-tiba datang, terutama saat ia sedang tak terjaga.

Dan mengenai mimpi? Ia menghela nafas. Rasanya enggan menceritakan mimpinya kepada Kaisar. Ia tahu mimpi itu bukan sembarang mimpi. Kaisar pasti tidak akan mengerti.

"Dan siapa Haikal?" tanya Kaisar dengan nada tidak senang.

Mendengar nama Haikal disebut oleh Kaisar, tubuh Sharma menegang. Jantungnya berdetak kencang apalagi mendengar nada tidak suka saat Kaisar bertanya tadi. Ia seperti seorang istri yang ketahuan selingkuh oleh suaminya.

"Kau merindukannya, bukan?" sindir Kaisar dengan tatapan tajam.

Sharma menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia harus menjawab apa? Jangan sampai Kaisar marah karena dirinya memiliki lelaki yang dipuja selain Kaisar.

Eh, tapi dia mana mungkin peduli?

"Hmm, dia pria yang hamba sukai, Yang Mulia," jawab Sharma sambil menyengir.

Kaisar menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak pernah mendengar bahwa Sharma memiliki kekasih. Ader dan Ajoz juga tidak mengatakan apapun padanya. "Bohong," timpal Kaisar tak percaya.

Sharma menghela nafas. Jujur dikatai bohong, apakah ia harus berbohong agar dianggap jujur? "Dia memang pria yang hamba sukai, Yang Mulia. Namun sekarang hamba harus melupakan dia karena sekarang hamba adalah istri Yang Mulia."

Kaisar menatap mata Sharma dengan dalam, kemudian tiba-tiba tangan kanannya menggetok kepala Sharma. "Bagus. Tanamkan itu di otakmu." Kemudian Kaisar berdiri. "Cepat pulang. Hari ini kau akan dipindahkan ke istana Selir."

Pindahnya Sharma ke istana Selir selalu saja dibatalkan. Jika Sharma tetap tinggal di kediaman calon Selir, apa kata orang nantinya? 'Kaisar tidak adil' kata itu pasti akan menyebar ke seluruh penjuru kerajaan.

Sharma menggeleng. "Hamba tidak mau."

Jika aku tinggal dengan kumpulan nenek-nenek licik itu, aku yakin, seminggu di sana aku sudah ditemukan tidak bernyawa. Mati terkena tekanan batin.

"Kenapa?" tanya Kaisar.

"Hamba takut, Yang Mulia. Bagaimana jika nanti kejadian tempo hari terulang kembali?" Yang Sharma maksud kejadian penyerangan oleh suruhan Selir Rachi.

Kaisar terdiam sejenak. "Tidak akan ada yang berani. Lagi pula siapa yang bisa melawan tenaga badakmu itu."

Sharma kesal dikatai memiliki tenaga badak. Ingin rasanya Sharma membuat Kaisar merasakan bagaimana tendangan badak itu. Tapi Sharma tidak ingin membuat keributan lagi. Untuk kali ini ia ingin menjadi Selir pendiam. Kalau bisa.

"Kalau begitu hamba akan bersiap." Sharma pun turun dari ranjang dan langsung berjalan keluar kamar tanpa peduli dengan penampilan dirinya yang seperti kuntilanak yang baru bangun tidur.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now