Kaisar Pilih Kasih

19.2K 2.3K 54
                                    

Sharma memilih mengobati lukanya sendiri dengan bantuan Wenari dan Nora. Ia tidak bisa memanggil tabib karena tabib istana sibuk mengobati Permaisuri di istana Kaisar. Kini kepala Sharma sudah dibalut kain. Wenari yang hanya mengetahui sedikit tentang obat-obatan membuatkan obat seadanya. Kini Sharma duduk di depan jendela. Tangannya mengusap kening yang masih terasa sangat perih.

"Luka di perutku saja sembuh dengan sangat cepat. Bahkan hanya dalam satu malam. Tapi mengapa luka sekecil ini malah semakin sakit dan perih?"

Tangannya beralih ke perut. "Padahal luka ini sangat dalam."

Sharma juga merasa ada perubahan dalam tubuhnya. Awalnya tubuhnya terasa ringan, namun sekarang terasa lemah. Mungkin karena ia masih sakit. Ya, ia tidak ingin terlalu banyak pikiran.

Terdengar langkah kaki mendekat. "Nona, air mandi sudah siap. Apakah Anda ingin mandi sekarang?" tanya Nora.

Sharma mengangguk. "Ya. Rasanya badanku sudah sangat lengket."

Sharma berdiri dari bangku. Baru melangkah dua langkah, tiba-tiba badannya tak memiliki tenaga. Pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang, kemudian tubuhnya kehilangan keseimbangan. Satu detik kemudian ia pun terjatuh ke lantai dengan kondisi tak sadarkan diri.

"Nona!" Nora langsung menghampiri dan mengangkat kepala Sharma. "Nona bangun! Wenari! Wenari tolong!"

Wenari yang sedang menyiapkan sarapan pagi langsung berlari ke dalam kamar, disusul penjaga kamar Sharma. Wenari terkejut melihat Sharma tergelak lemah di lantai dengan wajah pucat. "Ya Ampun Nona!"

Dengan susah payah Wenari dan Nora mengangkat tubuh Sharma. Kedua penjaga kamar Sharma tidak berani sedikitpun menyentuh karena tahu Kaisar akan memenggal kepala mereka jika mereka berani melakukan itu. Setelah Sharma dibaringkan di ranjang, Wenari memerintahkan salah satu penjaga untuk memanggil tabib istana.

Di istana pribadi Kaisar. Kaisar sedang duduk di samping Permaisuri yang sedang diperiksa oleh tabib. Tabib baru saja selesai membalut luka di tangan Permaisuri. Kini tabib akan memeriksa dada Permaisuri yang katanya terbentur kepala Sharma dengan begitu kuat sehingga membuat Permaisuri tak berhenti terbatuk.

"Aku harus segera memanggil tabib!"

"Tidak bisa. Tabib sedang mengobati Permaisuri!"

Terdengar suara perdebatan di luar istana. Kaisar menoleh ke sumber suara. Sepertinya ada seseorang yang memaksa masuk dan penjaga istananya menahan dengan tegas. Kaisar berdiri, ia akan memeriksa keadaan.

"Ada apa ini?" tanya Kaisar begitu membuka pintu.

Penjaga yang dikenali sebagai penjaga kamar Sharma membungkuk hormat. "Hormat hamba, Yang Mulia Negeri Alrancus. Hamba datang ingin meminta tabib istana segera melihat kondisi Selir Sharma."

Kaisar teringat dengan luka kecil yang ada di kening Selir ke-enamnya. Mengingat itu ia pikir tidak terlalu parah. Yang paling membutuhkan adalah Permaisuri. Sejak tadi Permaisuri tak berhenti terbatuk. Jika dibiarkan, mungkin kondisi Permaisuri akan semakin parah. "Dia memiliki dua pelayan pribadi. Suruh mereka mengobati luka kecil itu. Tabib sedang mengobati Permaisuri Thanu."

Penjaga itu kembali membungkuk. "Ampun Yang Mulia. Tapi ini darurat-"

"Apa kau tidak mendengar perintahku dan lebih mendengar perintah Selir Sharma?" Tatapan Kaisar seakan sudah memenggal kepala penjaga tersebut.

Melihat tatapan Kaisar begitu tajam, sang penjaga tak berani lagi untuk memohon. Kaisar memang terkenal sangat menyayangi Permaisuri. Tentulah yang paling diutamakan adalah Permaisuri. Penjaga itu membungkuk untuk pamit. "Hamba tidak berani, Yang Mulia. Kalau begitu hamba undur diri."

Penjaga kamar Sharma berlari kencang kembali ke istana Selir. Begitu sampai di istana Selir ia segera menghadap pada Wenari.

"Mana tabib istana?" tanya Nora yang sedang menggosok kaki pucat Sharma.

Penjaga itu menggeleng. "Tidak bisa saya panggil. Tabib istana masih mengobati Permaisuri."

Wenari yang sedang menggosok tangan Sharma langsung berdiri. "Lalu bagaimana dengan Selir Sharma?! Apakah akan dibiarkan seperti ini?! Seluruh tubuh Selir Sharma semakin dingin. Kaisar pilih kasih sekali. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Selir Sharma?" Wenari berpikir keras. Ia tahu Kaisar pasti yang melarang penjaga ini memanggil tabib. Kaisar lebih mementingkan Permaisuri lembutnya itu.

"Begini saja. Aku tidak memiliki cara lain. Paman Ajoz adalah tabib hebat. Cepat temui pengawal pribadi Kaisar. Pinta tuan Erlanh mengirim burung merpati untuk memanggil paman Ajoz di desa Teh."

Penjaga itu mengangguk. "Baik." Kemudian kembali berlari keluar istana. Kedua penjaga kamar Sharma terbilang sangat setia. Mereka senang karena Sharma tidak seperti Selir-selir lainnya yang menganggap rendah pelayan dan penjaga. Sharma sering mengajak mereka bercanda dan berbicara walaupun mereka selalu menolak. Dan sekarang kondisi Sharma sangat mengkhawatirkan, tentu saja mereka akan melakukan apapun untuk kesembuhan Sharma.

Penjaga itu terus berlari ke arah istana utama. Tadi ia sudah bertanya pada salah satu penjaga di istana pribadi Kaisar dan mereka menjawab Erlanh sedang menghadap Perdana Menteri dan belum kembali.

Sebuah keberuntungan, tak harus berlari jauh sampai ke istana utama, ia sudah melihat Erlanh sedang berjalan kembali ke arah istana Kaisar. Segera ia menghampiri.

Erlanh mengerutkan keningnya begitu penjaga itu sampai di depannya. Sepertinya penjaga itu sengaja menemuinya. "Ada apa?"

"Tuan, saya butuh bantuan Tuan," jawab penjaga itu sambil ngos-ngosan.

"Apa yang bisa ku bantu?" tanya Erlanh.

"Selir Sharma pingsan. Kondisi tubuhnya sangat dingin. Saya telah berusaha memanggil tabib istana tapi tabib sedang mengobati Permaisuri. Kaisar malah memerintahkan pelayan pribadi Selir Sharma untuk mengobati. Tak ada satupun dari kami yang bisa berbuat apa-apa. Pelayan Wenari berkata bahwa pamannya Selir Sharma adalah tabib. Dia meminta Anda mengirimkan surat untuk tuan Ajoz."

Erlanh tahu apa yang dimaksud oleh penjaga kamar Sharma. Pasti kondisi Sharma sangat menghawatirkan hingga penjaga ini terlihat sangat panik dan khawatir. Ia juga tahu Kaisar pasti tidak bisa diganggu jika sudah menyangkut Permaisurinya. Oleh sebab itu ia harus mengirim surat ke desa Teh tanpa izin Kaisar. Lagi pula ini untuk memanggil Ajoz, bukan hal lainnya. Ia yakin Kaisar bisa memahami.

Di tempat lain.

"Hahahahahaha, kau tidak bisa berbuat apa-apa, kan? Hahahahahaha Kematianmu akan datang perlahan Amora! Terimalah nasib burukmu! Hahahahahaha." Seorang nenek tua tertawa terbahak-bahak dengan suara serak yang mengerikan. Di depannya ada sebuah mangkuk berisi darah hitam dan sebuah lilin.

"Kau."

Tiba-tiba muncul sosok hitam. "Hamba mendengar pengawal pribadi Kaisar akan mengirim surat untuk seseorang yang bernama Ajoz. Katanya Ajoz adalah paman dari gadis itu."

Nenek tua itu tertawa lagi. "Hahahaha. Lalu mengapa kau masih disini!" Tiba-tiba nenek tua itu membentak. "Cepat pergi dan halangi surat tersebut. Lalu, kau tau apa yang harus kau lakukan, bukan?"

Sosok hitam itu mengangguk lalu membungkuk. "Akan segera hamba laksanakan."

Aduh, apa yang akan terjadi pada Sharma😭

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now