Sakitnya Tuh Di Sini

20.7K 2.4K 120
                                    

Pagi ini matahari bersembunyi di balik awan hitam yang sebentar lagi akan menurunkan rintikan air yang besar. Sharma belum kembali ke istana Selir karena ia ingin menunggu Kaisar untuk menanyakan apakah hukumannya sudah selesai atau belum. Sungguh Sharma penasaran ke mana perginya Kaisar. Tadi malam Kaisar ada urusan apa dan tidur di mana?

Sharma menyangga dagunya di kayu jendela. Matanya menatap pepohonan yang bergoyang ditiup oleh angin, dan juga butiran halus yang mulai turun. Bosan? Jangan ditanya. Setiap kali ia berdiam diri, maka ia akan merasa bosan.

"Oh ya, Wenari dan Nora pasti sangat mengkhawatirkan aku. Apakah mereka sudah tahu jika aku sudah kembali?" Sharma langsung berdiri tegak. "Aku harus segera kembali. Bicara dengan Kaisar bisa dilakukan nanti."

Sharma berjalan cepat keluar dari istana pribadi Kaisar. Sambil berjalan ia mengulurkan tangan untuk merasakan rintikan hujan yang semakin lama semakin deras dan besar. Hujan akan turun lebih deras, ia harus berlari sekarang. Sebelum lari, hujan sudah lebih dulu membasahi bajunya.

Sharma cemberut sambil berkacak pinggang. "Ini pasti karena aku belum mandi." Tapi sesaat kemudian ia tersenyum. Ia menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Di sekitar tempat dirinya berdiri sekarang tidak ada penjaga. Ia ingat, tempat ini adalah tempat di mana ia dipanah oleh penjahat suruhan Selir Rachi.

"Heheheheh, sudah terlanjur basah. Mending sekalian main."

Sharma menyeringai lebar sambil menggoyangkan pinggulnya. Sejak kecil hingga dewasa, ia memang sangat suka mandi hujan. Akan tetapi selama ini selalu tidak memiliki kesempatan karena Ajoz selalu melarang. Dan sekarang? Tentu saja tidak ada yang melarang selain Kaisar. Tapi peduli apa, Kaisar sedang tidak ada. Entah kemana pria tampan itu.

Di lain tempat, Kaisar baru selesai mandi dan memakai pakaiannya kembali. Di tempat tidur, Permaisuri Thanu masih bergulung dengan selimutnya. Permaisuri sudah bangun namun ia belum bisa mandi karena air hangat belum disediakan.

"Maaf Yang Mulia, hamba lupa memanggil pelayan untuk menyediakan baju bersih untuk Yang Mulia," ucap Permaisuri Thanu dengan wajah bersalah.

Kaisar tersenyum kecil. "Tidak masalah, baju ini pun masih cukup bersih. Nanti aku akan ganti pakaian setelah sampai di istanaku."

Kaisar mengambil pedangnya yang ia sandarkan di dekat jendela. Setelah memasukkan pedang ke sarungnya, dari jendela tak sengaja mata Kaisar melihat seseorang yang berlari seperti anak kecil di tengah derasnya hujan.

"Gadis itu benar-benar ...!" Kaisar menggeram pelan.

"Ada apa, Yang Mulia?" tanya Permaisuri Thanu yang menyadari perubahan ekspresi Kaisar.

Kaisar menoleh pada Permaisuri. "Tidak ada."

Kembali membahas Sharma, gadis itu meliuk-liukkan badannya. (Kalau sekarang seperti film Bollywood). Ia menari sambil bernyanyi dengan setengah berteriak untuk mengalahkan suara hujan.

"Nanana ... Nanana ... Nana ...." Sharma berputar ke sana kemari. Ketika ia melihat satu pohon, ia menghampiri pohon tersebut kemudian memeluknya, berkhayal itu adalah Kaisar. "Nananan-!"
Duar

"Emak!" Sharma langsung berjongkok sambil menutup telinga ketika suara petir terdengar dibarengi kilatan cahaya yang menyeramkan.

Duar!

"Ampun!" Sharma memejamkan mata sambil komat-kamit tak jelas. Tiba-tiba ia teringat dengan ucapan temannya di desa Teh dulu, 'jika ada petir, jangan berdiam diri di bawah pohon'. Sharma langsung berlari menjauh dari pohon. Kini ia berjongkok di bawah derasnya air hujan.

"Masih ingin cari masalah?"

Suara bariton itu membuat Sharma menengadahkan kepala. "Yang Mulia." Sharma berdiri dan langsung memeluk Kaisar. Ia memeluk Kaisar dengan sangat erat. "Yang Mulia, hamba takut."

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now