Akan jadi Permaisuri?

19.1K 2.3K 50
                                    

Kaisar menatap Selir Ghauni dan Sharma secara bergantian dengan tatapan tajamnya. Mata Kaisar berhenti saat melihat wajah Sharma terluka. Kaisar berjalan lebih dekat lagi.

"Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Semua orang memberi hormat kecuali Sharma. Gadis itu enggan untuk bangun, perutnya sakit sekarang.

"Kalian berkelahi?" tanya Kaisar pada siapapun yang mau menjawab.

Selir Ghauni membungkuk dengan anggun walaupun penampilannya sudah tidak anggun lagi. Rambutnya acak-acakan seperti baru saja diserang oleh puluhan monyet. "Selir Sharma yang lebih dulu memulai, Yang Mulia. Yang Mulia tahu sendiri bahwa Selir Sharma sering membuat kerusuhan."

Kaisar kini beralih menatap pada Sharma. "Kau lagi?"

Berbeda dengan Selir Ghauni yang berbicara dengan anggun, Sharma memilih untuk berpura-pura menangis dengan bibir yang dibuat melengkung ke bawah. "Hamba sedang bercanda dengan Wenari dan Nora. Saat berlari hamba tidak sengaja menabrak Selir Ghauni. Hamba sudah meminta maaf dan berbaik hati ingin membantu, tapi Selir Ghauni malah marah-marah dan berkata 'Ini istana, bukan tempat bermain di pinggir hutan. Jika kau ingin bermain, kembalilah ke desa busukmu itu!'"

Sharma menunjuk pipinya yang merah. "Jelas hamba marah dan membalas ucapannya, tapi dia lebih dulu menampar hamba."

Selir Ghauni mulai mencak-mencak. "Jika kau tidak menggigit jariku dengan gigi singamu itu, aku tidak akan menamparmu."

"Jika kau tidak menunjuk wajahku dengan tidak sopan, aku tidak akan menggigitmu," balas Sharma tak mau kalah.

"Cukup Sharma. Ini salahmu." Kaisar malah menyalahkan Sharma. "Aku pernah memperingati mu agar tidak membuat rusuh lagi." Kaisar menatap Selir Ghauni. "Dan kau juga salah, tidak seharusnya marah seperti itu. Selir Sharma sudah meminta maaf dan membantumu berdiri. Jadi kalian berdua aku hukum."

Sharma berdiri karena mendengar kata 'hukum'. Sudah cukup ia selalu dihukum. "Tidak Yang Mulia. Selir Ghauni yang bersalah. Jika dia tidak marah-marah, maka ini tidak akan terjadi. Aw!" Sharma memegangi pipinya yang luka akibat cakaran dari kuku panjang Selir Ghauni.

Kaisar maju selangkah lebih dekat pada Sharma. Kaisar menyingkirkan tangan Sharma kemudian mengamati luka di pipi Sharma. "Obati dulu luka ini. Luka ini cukup dalam."

Selir Ghauni mengepalkan tangan. Ini kali pertama ia melihat langsung kepedulian Kaisar terhadap Sharma. Ternyata rasanya lebih sakit dari pada mengetahui Sharma mengandung anak Kaisar. Lebih sakit melihat dengan mata kepala sendiri.

"Aw aw aaaw! Jangan disentuh, Yang Mulia." Sharma berteriak dengan lebay.
Kaisar menurunkan tangannya kemudian hendak pergi. Tapi ia terhenti saat tiba-tiba Nora berteriak kaget dan panik.

"Yang Mulia, Selir Sharma pendarahan!"

Seketika itu wajah Ghauni berubah pucat pasi. Tadi dirinya mendorong Sharma hingga terjatuh. Apakah Sharma akan keguguran. Jika hal itu terjadi, maka dirinya sama saja seperti membunuh anggota keluarga kerajaan. Apalagi anak yang dikandung Sharma adalah anak Kaisar, calon penerus Kekaisaran.

Sharma memejamkan matanya karena malu. Benar dugaannya, hari ini ia akan datang bulan. Dan sialnya lagi datangnya sangat tiba-tiba sehingga ia tidak memakai lapisan yang tebal.

Dasar Nora! Yang Mulia tahu aku tidak hamil. Pasti Yang Mulia langsung bisa menebak kalau aku ini sedang datang bulan. Huhuhu, mau ditaruh di mana mukaku ini.

Tanpa diduga oleh Sharma, Kaisar langsung memangkunya dengan wajah panik. Ia yakin Kaisar sedang bersandiwara.

Hehehe, sudah tampan, postur tubuh bagus, pintar akting lagi.

"Cepat panggil tabib istana."

* * * *

"Ish, pelan-pelan Yang Mulia, ini sangat perih. Bayangkan jika yang terluka adalah Yang Mulia, apakah Yang Mulia masih bisa sekasar ini mengobati lukanya?"

Sejak tadi Sharma terus menggerutu. Hal ini membuat Kaisar ingin menekan luka Sharma lebih kuat lagi. Bukan dirinya yang kasar, melainkan obatnya yang memang sangat perih. Masih untung dirinya mau mengobati.

"Diamlah dan diamkan juga mulutmu itu," sergah Kaisar dengan tegas.

Sharma langsung mengerucutkan bibirnya. Saat Kaisar menawarkan diri untuk mengobati lukanya, ia berpikir akan ada adegan romantis. Nyatanya sejak tadi ia hanya melihat wajah datar Kaisar yang mengobatinya dengan tidak berperasaan. Ia tahu Kaisar sedang khawatir. Namun wajah Kaisar memang seperti itu. DATAR.

Kaisar menghentikan gerakan tangannya. Ia diam menatap wajah Sharma yang cemberut kemudian tiba-tiba.

Cup.

Seketika Sharma melotot sambil menutup bibirnya, kemudian menatap Kaisar dengan kaget.

"Sekarang masih aku kecup. Besok akan aku tebas bibirmu itu jika masih berani cemberut padaku. Masih untung aku ini mau berakting untuk nama baikmu. Sekarang kebohongan ini sudah berakhir, kau tidak perlu lagi berpura-pura hamil dan mengidam." Kaisar meletakkan mangkuk obat di meja Sharma.

Kaisar telah bekerja sama dengan tabib istana agar mengatakan bahwa Sharma mengalami keguguran. Dengan begitu Kaisar bisa berhenti membantu Sharma berbohong dan nama baik Sharma akan tetap terjaga.

"Lalu bagaimana dengan Selir Ghauni?" Sharma penasaran bagaimana dengan nasib Ghauni selanjutnya. Ghauni akan dicap sebagai penyebab 'keguguran' Selir kesayangan Kaisar.

"Dia tidak akan dihukum berat karena dia akan diangkat menjadi Permaisuri," jawab Kaisar seperti tidak peduli dengan topik yang sedang dibahas.

Sharma melebarkan matanya. "Apa? Permaisuri? Yang Mulia serius? Nenek lampir itu akan dijadikan Permaisuri? Bagaimana bisa? Hamba tidak terima."

Kaisar menghela nafas. Sebenarnya dirinya juga tidak sudi menjadikan Ghauni sebagai Permaisuri. Namun apalah daya, dari segi logika Selir Ghauni memang pantas.

"Aku tidak memiliki pilihan lain. Baru saja aku selesai rapat dengan petinggi kerajaan. Hasil rapat menetapkan dia sebagai Permaisuri pengganti Thanu. Dia adalah Selir pertamaku. Dia cerdas, anggun, berpendidikan, dan anak dari bangsawan terpandang. Ayahnya seorang penasihat hukum. Dari segi manapun, dia memang pantas menjadi Permaisuri."

Sharma ingin bangkit, akan tetapi ia mengurungkan niatnya karena sekarang ia belum berganti pakaian. Ia yakin bercak merah masih menghiasi area bokongnya. "Tapi Yang Mulia tidak pernah menyentuhnya. Dia juga tidak mengandung anak Yang Mulia. Bagaimana bisa? Masih banyak Selir yang bisa dipilih Yang Mulia."

Kaisar menoleh pada Sharma, tatapnya selalu saja dingin. "Kau ingin menjadi Permaisuri?" Kaisar mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah Sharma. "Jangan lupa, Sharma. Kehamilanmu hanya sandiwara. Dan kau juga belum pernah aku sentuh."

Sharma menunjuk bibirnya. "Pernah, bahkan beberapa kali."

Kaisar memundurkan tubuhnya lagi. "Terkadang otakmu tak bisa berjalan."

"Hamba tetap tidak setuju kalau Selir Ghauni dijadikan Permaisuri. Apa Yang Mulia tidak memikirkan Selir lainnya? Mereka akan kurus kering karena siksaan batin." Sharma masih saja keukeuh.

Kaisar berdiri tegak. "Keputusanku tidak pernah ditentang siapapun. Jika Selir Ghauni tidak dijadikan Permaisuri, maka akan banyak protes dari berbagai pihak. Mengerti?"

"Hamba tetap tidak setuju!" ucap Sharma tegas.

"Kalau begitu naiklah ke ruang pengadilan," balas Kaisar.

"Tidak mau. Tapi hamba tetap tidak setuju."

"Terserah apa katamu, aku tidak bisa melakukan apapun." Kaisar benar-benar meninggalkan Sharma dengan ketidak setujuannya.

Haduh, bagaimana ini? Jangan sampai Nenek lampir itu menjadi Permaisuri. Sharma, kau harus bertindak. Para readers mendukungmu.
Para Readers, sampai jumpa di episode selanjutnya. Love you.

Seperti biasa, ada satu episode lagi😘

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now