Bukan Ajoz

18.8K 2.5K 44
                                    

Malam hari tiba, Sharma tak kunjung membuka mata. Kini Erlanh sedang berdiri tak jauh dari ranjang tempat Sharma terbaring lemah. Ia ingin memastikan kondisi Sharma masih cukup baik-baik saja sampai Ajoz datang. Sebenarnya ia ingin menyampaikan kabar ini pada Kaisar. Namun Kaisar masih sibuk mengurus Permaisuri yang malah batuk berdarah lagi. Jika ia memaksa ingin berbicara, ia yakin Kaisar akan sangat murka.

"Apakah sebelumnya Selir Sharma sakit?" tanya Erlanh pada Wenari.

Wenari mengangguk. "Kemarin Selir Sharma pingsan dan demam mendadak. Demam Selir Sharma sempat turun dari sore sampai malam. Pada saat itu Kaisar menunggu Selir Sharma hingga siuman. Namun sepertinya Selir Sharma dengan Kaisar bertengkar. Sepeninggal Kaisar, suhu tubuh Selir Sharma kembali naik. Baru tadi pagi membaik, dan Selir Sharma ingin mencari keringat dengan main lari-larian berasama kami. Kami tak menduga Selir Sharma akan menabrak Permaisuri. Setelah kejadian itu, kami membantu Selir Sharma mengobati luka. Saat akan pergi mandi, Selir Sharma tiba-tiba pingsan dan tubuhnya langsung dingin seperti ini." Wenari bercerita panjang lebar menceritakan kronologi sebelum Sharma jatuh pingsan.

Erlanh juga tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia melihat Nora dan Wenari sudah berkali-kali mencoba menyadarkan Sharma dengan daun aroma terap, tapi tidak ada tanda-tanda Sharma akan sadar. Ia juga tahu Sharma tidak keracunan. Ia tahu apa saja ciri-ciri orang yang keracunan, dan penyakit Sharma ini tidak menunjukkan gejala ke arah sana.

Erlanh menghela nafas. "Aku hanya berharap tuan Ajoz segera datang, atau setidaknya tabib istana segera menyelesaikan pengobatan pada Permaisuri."

Tok tok tok

Erlanh, Wenari dan Nora langsung menoleh.

"Tuan Ajoz telah sampai," ucap salah satu penjaga.

Erlanh mengerutkan keningnya. Dalam hati ia bertanya-tanya. Mengapa Ajoz cepat sekali sampai? Seharunya masih membutuhkan waktu 1 jam lagi. Tapi ia tidak dapat terus berpikir akan hal itu, yang terpenting Sharma segera ditangani.

Masuklah Ajoz setelah penjaga membukakan pintu. Wenari, Nora dan Erlanh segera memberikan tempat untuk Ajoz agar Ajoz bisa duduk di sisi ranjang. "Sudah berapa lama dia tak sadarkan diri?" tanya Ajoz.

"Hampir seharian, Paman. Sejak pagi hingga sekarang," jawab Wenari.

Ajoz mengangguk sambil memperhatikan wajah Sharma. "Tolong tinggalkan kamar ini. Aku butuh konsentrasi," ucap Ajoz.

Wenari dan Nora ingat. Waktu lalu, saat Sharma hampir mati karena panah beracun, Ajoz dan tabib istana tidak membiarkan siapapun masuk karena tidak ingin seorangpun mengganggu konsentrasi. Dan hasilnya Sharma langsung membaik. Maka dari itu ia dengan cepat mengajak semuanya untuk meninggalkan kamar Sharma.

Setelah semua orang pergi. Ajoz kembali berdiri. Ia memperhatikan wajah Sharma yang sangat pucat. "Sebenarnya apa yang terjadi padamu?"

Tapi kemudian Ajoz menyeringai. "Tentu saja karena tuanku. Gadis yang malang."

Perlahan-lahan wajah tua Ajoz mulai berubah. Mulai keluar darah dan nanah. Tak lama kemudian disusul dengan belatung. "Aku tidak akan membunuhmu langsung. Aku tidak ingin kematianmu yang mendadak menyebabkan semua orang diperiksa. Itu akan membahayakan posisi tuanku. Aku hanya akan memasukkan bibit racun iblis ke dalam tubuhmu. Racun ini akan menggerogoti jantungmu setiap waktu. Kemudian, selang tiga bulan, kau akan mati. Sama seperti ibu Ratu."

Sosok hitam itu menggerakkan tangannya seperti seseorang yang sedang melukis. Tak lama kemudian, muncul sebuah botol berwana hitam dari genggaman tangannya. Ia menyeringai lagi. "Ucapkan selamat tinggal pada dunia, Amora."

Dengan hati-hati sosok itu membuka mulut Sharma. Sekarang ia tidak perlu khawatir tubuh Sharma akan melawan dengan sendirinya. Kekuatan Sharma telah disegel, jadi tidak mungkin melawan. Tapi tiba-tiba ....

Ciaaaak!

"Akh!"

Tiba-tiba burung elang hitam menyerang wajahnya hingga racun yang hampir masuk ke dalam mulut Sharma terpental jauh dan botolnya pecah. Beberapa detik kemudian, racun iblis itu melebur seperti debu yang tertiup angin.

Sosok hitam itu mengepalkan tangan. "Kau!" Tapi ia sudah tidak memiliki waktu. Sepertinya akan ada yang segera masuk begitu mendengar suara pecahan botol kaca. Ia harus segera pergi.

Sebelum elang hitam itu kembali menyerang, sosok hitam itu sudah lebih dulu menghilang menjadi asap hitam.

* * * *

Tok tok tok!

Tok tok tok!

Kaisar yang baru akan terlelap di samping Permaisuri kembali membuka matanya. Ia menoleh pada wajah damai Permaisuri. Permaisuri sudah terlelap, ia harus bangkit dengan hati-hati.

Setelah berhasil turun dari ranjang, Kaisar mengambil jubahnya dan segera memakainya. Ia ingin memaki orang yang berani mengetuk pintunya dengan sangat tak sopan. Di tambah ini adalah waktu istirahatnya.

Begitu Kaisar membuka pintu. "Hormat hamba, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Ampun Yang Mulia."

Kaisar menatap dingin. "Jika tidak penting, aku penggal kepalamu."

Erlanh membungkuk lagi. "Ini tentang Selir Sharma, Yang Mulia."

Kaisar menghela nafas. Sepertinya Selir mungilnya itu telah membuat ulah ditengah malam seperti ini. Entah apa maunya Selir lincahnya itu? Harus bagaimana lagi ia menghukumnya? "Keributan apa lagi yang dia buat?"

Erlanh membungkuk untuk yang ketiga kalinya. "Selir Sharma tidak membuat keributan, Yang Mulia. Seharian ini Selir Sharma tak sadarkan diri. Dan-"

"Apa? Tak sadarkan diri? Mengapa kau tidak melapor?" Kaisar tampak marah besar.

"Hamba tidak berani, Yang Mulia. Anda sedang bersama Permaisuri. Bahkan penjaga kamar Selir Sharma yang ingin memanggil tabib saja Anda usir."

Tiba-tiba Kaisar teringat bagaimana tidak acuhnya saat penjaga kamar Sharma datang dengan berlari dan dengan wajah penuh khawatir. Mungkin waktu itu Sharma sudah pingsan dan membutuhkan tabib segera. Jujur, ia merasa marah pada dirinya sendiri sekarang.

"Lalu bagaimana kondisinya sekarang?" tanyanya.

"Karena tabib istana tak kunjung selesai mengobati Permaisuri, hamba mengirim surat untuk tuan Ajoz tanpa seizin Yang Mulia. Ketika itu hamba harus bertindak cepat. Tapi ... Ternyata ada keanehan, tuan Ajoz tiba-tiba menghilang. Saat hamba masuk, hamba melihat burung elang hitam milik Azoch pergi dengan cepat seperti mengejar sesuatu."

Kaisar mengepalkan tangan. Ia yakin yang menyamar menjadi Ajoz adalah sosok hitam itu. Amerta diperintahkan untuk mencari sosok hitam. Dugaannya pasti tidak salah. Tanpa berkata apa-apa lagi, Kaisar langsung melesat pergi ke istana Selir.

Noh, rasain nyesel kan ngusir penjaga kamar Sharma.
Nanti update satu lagi ya. Sekarang Sely mau sholat Maghrib dulu.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now