Haikal Adalah Viath

17.5K 1.9K 77
                                    

Duk duk duk. Seorang pria berwajah tampan sedang berjongkok di depan perapian sambil menumbuk dedaunan. Walaupun angin berhembus kencang malam ini, akan tetapi api yang ada di dalam perapian masih bisa menyala dengan tenang. Beberapa saat kemudian pria itu memeras daun yang telah halus sehingga menghasilkan air hijau yang pekat. Air tersebut dimasukkan ke dalam kendi yang dipanaskan di perapian.

Kriet. Pintu belakang dibuka. Seorang wanita paruh baya memperhatikan apa yang dilakukan oleh putranya. "Haikal, hujan akan turun. Sudahi saja membuat ramuannya."

Pria itu menoleh kemudian tersenyum hangat. "Sebentar lagi selesai, Ibu. Ibu masuklah, nanti Ibu bisa sakit terkena angin malam."

Wanita paruh baya yang dipanggil ibu itu tersenyum. Dia selalu senang melihat anaknya sangat memperhatikan dirinya. "Baiklah. Setelah selesai cepat masuk ke dalam. Ibu tidak akan mengunci pintunya."

Haikal mengangguk. "Ya, Bu."

Pintu ditutup kembali dan Haikal meneruskan pekerjaannya. Haikal berdiri kemudian menatap kendi yang berisi air perasan daun. Air berwarna hijau tua itu mulai panas hingga mengepulkan uap hangat.

"Wuh ...." Haikal meniup kendi tersebut dan sebuah keanehan terjadi. Air berwarna hijau itu berubah menjadi warna hitam pekat. Haikal tersenyum setelahnya. "Racun ini tidak akan terdeksi oleh siapapun, baik oleh Amora ataupun Phoenix putih."

Haikal bertepuk tangan tiga kali. Tak lama kemudian dari belakang Haikal muncul sosok bayangan hitam yang menyeramkan. Sosok itu langsung membungkuk. "Hormat hamba Yang Mulia Raja Iblis Viath. Hamba datang menghadap."

Haikal berbalik kemudian menatap sosok bayangan itu. "Mana Azoch?"

Sosok bayangan itu membungkuk lagi. "Tuan Azoch sedang bertapa untuk menyembuhkan luka dalamnya setelah diserang oleh Amora."

Haikal tersenyum miring. "Pria itu memang lemah dan bodoh. Tapi dia sangat berguna untukku. Jika tidak ada dia, aku tidak mungkin bisa memasukkan Lira dan Thanu ke istana. Azoch lah yang menyegel kekuatan Kaisar Ariga. Sayang sekali dua pionku yang masuk ke istana itu pada akhirnya akan tetap tidak berguna. Begitu juga dengan Azoch. Sepertinya setelah aku sudah sampai pada tujuanku, dia harus aku bunuh. Dia adalah Phoenix merah, hubungan darah antara dia dan Ariga sangat kuat. Phoenix adalah musuh terbesarku. Kakak beradik itu harus mati. Dan kau."

Haikal menatap tajam pada sosok bayangan hitam itu. "Jangan sampai gagal. Kau sudah ku selamatkan dari Ajoz."

Sosok bayangan hitam itu mengangguk. "Sebagai bangsa dari suku iblis, hamba tidak akan mengecewakan Yang Mulia."

Haikal berbalik lagi untuk melihat air hitam yang bergejolak. "Lira dan Thanu hanya aku perintahkan untuk membunuh Ariga. Tapi mereka dengan serakah ingin membunuh Amora juga. Beruntung aku menyimpan Azoch untuk mengawasi kerja mereka."

Sosok bayangan itu mengangkat kepala. "Jadi yang menyerang hamba di danau teratai adalah tuan Azoch?"

Haikal tersenyum. "Kau pikir siapa lagi yang memiliki pedang bayangan selain Kaisar Ariga dan Azoch? Kau dengan bodohnya mau saja diperintahkan nenek tua itu untuk membunuh Amora, beruntung Azoch berada di sana tepat waktu. Nenek Lira itu meminta racun iblis padaku. Aku pikir untuk membunuh Ariga seperti waktu itu dia membunuh Permaisuri Achia. Ternyata untuk membunuh Amora. Dan lagi-lagi beruntung elang hitam itu datang tepat waktu."

Sosok bayangan itu membungkuk. "Ampun Yang Mulia. Hamba hanya menjalankan perintah dari atasan Lira. Akan tetapi, jika boleh tahu, apa yang membuat Yang Mulia tidak ingin membunuh Amora?"

Haikal terdiam. Tak menjawab pertanyaan Han, sosok bayangan yang sudah setia kepadanya selama bertahun-tahun. Tak mungkin ia mengatakan bahwa dirinya telah mencintai sosok Amora. Ia sendiri tidak menyangka akan menyukai sosok gadis itu. Perasaannya tumbuh seiring dirinya melihat pertumbuhan gadis itu dari gadis kecil sampai menjadi gadis dewasa. Dulu ....

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now