Cahaya Biru

21.8K 2.6K 83
                                    

Sring

Tiba-tiba tubuh Sharma memancarkan cahaya biru. Cahaya itu sangat menyilaukan hingga Kaisar menutup matanya. Akan tetapi cahaya itu hanya bertahan satu detik saja. Satu detik kemudian cahaya itu menghilang dan digantikan oleh Sharma yang tiba-tiba bangun.

"Yang Mulia!" Sharma duduk di ranjang sambil mengatur nafas.

Walaupun Kaisar sangat terkejut dengan cahaya itu, namun Kaisar lebih memilih meraih Sharma dan memasukkan gadis itu kedalam pelukannya. Sharma tampak sangat ketakutan. "Aku di sini. Jangan takut, tenanglah."

Sharma membalas pelukan Kaisar. Tangisnya tiba-tiba pecah. Bagaimana ia tidak menangis. Dalam mimpinya, Haikal mencekiknya tiba-tiba. Pria yang ia cintai tega ingin membunuhnya dan mengatakan 'Aku mencintaimu, namun aku harus membunuhmu'. Dan beruntung Kaisar datang tepat waktu.

"Yang Mulia, jangan jauh-jauh dari hamba. Hamba takut." Sharma menenggelamkan wajahnya di dada bidang Kaisar.

Kaisar mengusap rambut Sharma, berharap gadis dalam pelukannya bisa segera tenang.  "Hmm, aku akan tetap di sini."

Sebenarnya apa yang terjadi? Sharma selalu mengalami hal yang aneh. Aku tahu dia adalah Amora. Tapi bukankah kekuatannya sudah disegel. Seharusnya tidak ada hal seperti ini. Aku harus bertindak secepatnya.

Secepatnya Kaisar akan menyelidiki hal ini. Apalagi ia sangat penasaran dengan cahaya yang keluar dari tubuh Sharma. Apakah itu baik atau pertanda buruk. Apakah kekuatan Sharma terbuka sendiri atau perlindungan dari seseorang.

Tak berselang lama, tangis Sharma sudah mereda. Hanya terdengar isakan kecil. Sharma melepaskan pelukannya lalu mengusap air matanya. Sekarang lehernya terasa sangat sakit. Ia pun mengusap bagian sakit itu.

"Apakah sakit?" tanya Kaisar, kali ini sedikit lembut. Ya walaupun masih tidak bisa dibilang lembut.

Sharma mengangguk.

"Aku akan memanggil Anela untuk-"

Sharma menggenggam tangan Kaisar kemudian menggeleng. "Jangan pergi. Biarkan saja. Lagi pula tidak terlalu sakit."

Kaisar menghela nafas. "Baiklah. Kalau begitu tidurlah."

Sharma menggeleng lagi. "Hamba takut tidur, hamba takut bermimpi lagi."

Kaisar menaikan kedua kakinya. Kini dia duduk berselonjor kaki di atas ranjang seperti Sharma. "Aku akan menemanimu. Jangan takut."

Kaisar membaringkan dirinya dan diikuti oleh Sharma. Kaisar membiarkan tangannya menjadi bantalan untuk kepala Sharma. Setelah Sharma berbaring dengan nyaman, tangan Kaisar melingkar di pinggang Selir ke-enamnya. Merasa nyaman, Sharma menelusupkan kepala ke dada Kaisar, setelah itu memejamkan mata.

"Tidurlah. Jangan dipikirkan lagi." Kaisar mengecup pucuk kepala Sharma dengan lembut. Hal tersebut guna menenangkan Sharma. Tidak ada maksud lain sama sekali.

Sedangkan di sini lain, ada seorang wanita tua yang muntah darah. Kembang tujuh rupa berhambur keluar dari piring. Lilin yang diletakkan di atas mangkuk hitam padam begitu saja. Dan darah hitam di dalan mangkuk yang ditaburi bunga sudah kembali menjadi air bening.

"Sialan! Mengapa bisa gagal? Padahal sedikit lagi." Wanita tua itu meludah lalu menendang semua yang ada di hadapannya. Baru kali ini ia mengalami kegagalan.

"Sharma? Dia adalah Amora. Dia benar-benar Amora. Bagaimana bisa ramalan itu benar-benar nyata. Gadis itu ternyata benar-benar gadis yang diramalkan oleh peramal kerjaan dulu. Dia lah Amora yang diramalkan akan mengguncang seluruh kekuatan yang ada di seluruh negeri. Itu artinya dia akan menghancurkanku juga. Aku harus membunuhnya lebih cepat. Tidak peduli dengan jantungnya, yang terpenting dia harus lenyap sebelum dia menghancurkanku."

Ia memanggil seseorang dan tak lama kemudian bayangan hitam sudah berada di kamar itu.

"Lancarkan rencana kedua," ucapnya.

"Tapi bukankah Anda bilang jangan sampai dia mati keracunan?"

Ia memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Semua cara telah ku lakukan, bahkan kau saja tidak bisa membunuhnya. Selalu saja gagal."

"Hamba tidak bisa bertindak gegabah. Ada seseorang yang melindunginya dari belakang. Kejadian di danau teratai itu bukti nyata. Jika saja pada saat itu tidak ada yang diam-diam melindunginya, maka hamba pasti sudah berhasil," jelas bayangan hitam itu.

"Apakah dia Yang Mulia?" tanyanya.

Bayangan hitam itu menggeleng. "Pasti bukan. Indra keenam Kaisar sudah disegel oleh seseorang. Orang yang menyerang hamba di danau teratai memiliki kekuatan yang luar biasa juga. Bahkan pisau yang digunakan bukan pisau sembarangan. Jika itu pisau biasa, mana mungkin bisa melukai hamba."

"Apakah itu pisau bayangan?" tanyanya.

"Sepertinya seperti itu."

Ia tersenyum miring. "Hanya ada dua orang yang memiliki pisau bayangan. Selain Kaisar, siapa lagi kalau bukan dia." Ia pun tertawa nyaring. "Bagus. Seluruh kekuatan mulai berdatangan ke kerajaan ini. Itu artinya, tujuan utamaku akan terwujud. Sekarang kau pergilah. Laksanakan perintahku tadi."

Bayangan hitam itu mengangguk patuh.

* * * *

Mentari pagi mulai menyingsing. Seperti biasanya, setiap pagi pelayan memasak, bersih-bersih, mencuci, mengurus taman istana, dan lain-lain. Sedangkan penjaga yang berjaga malam digantikan oleh penjaga yang berjaga pagi. Para Selir sibuk di kamar masing-masing memulai ritual kecantikan mereka, sedangkan pejabat lain disibukkan dengan pekerjaan dan laporan-laporan.

Dua pelayan yang sedang menyapu taman depan istana Permaisuri mengisi kegiatan mereka dengan sesekali bergosip ria. Tentu saja yang mereka gosipkan adalah topik yang sedang hangat-hangatnya.

"Yang Mulia membawa Selir Sharma ke istana pribadinya. Sungguh, beruntung sekali Selir Sharma. Sebelumnya tidak pernah ada satu Selir pun yang boleh masuk ke istana pribadi Kaisar, kecuali Permaisuri," ucap pelayan satu.

"Ya kau benar. Dan kabarnya, Selir Sharma belum kembali ke kediaman calon Selir," ucap pelayan kedua.

"Kau tahu dari mana?" tanya pelayan pertama sambil terus mengayunkan sapu.

Mereka tidak tahu bahwa dibelakang mereka ada seorang pelayan lagi.

"Dari pelayan yang bekerja di kediaman calon Selir. Pelayan pribadi Selir Sharma pun sedikit khawatir karena semalaman Selir Sharma tidak pulang," jawab pelayan kedua.

"Apakah Selir Sharma akan mati di istana Kaisar. Mungkin Kaisar membunuhnya diam-diam karena Selir Sharma sudah membuat keributan besar kemarin?" tanya pelayan pertama takut.

Pelayan kedua menggeleng. "Sepertinya tidak seperti itu. Buktinya tidak ada huru-hara sejak pagi. Lagi pula Selir Sharma itu ajaib, dia berani melawan Kaisar, dan Kaisar pun tidak pernah menghukum berat Selir Sharma. Mungkin yang terjadi adalah ...." Pipi pelayan itu bersemu merah. "Menghabiskan waktu bersama semalaman."

Pelayan pertama tertawa pelan. "Kau benar. Mungkin Kaisar tertarik karena Selir Sharma memang beda dari yang lain. Selir Sharma manis, cantik, dan imut. Walaupun tidak anggun, namun sikap tak mau diamnya memang menarik."

Pelayan yang sejak tadi mendengarkan pun pergi dengan langkah kaki tergesa-gesa. Ia harus menyampaikan ini pada seseorang.

"Permaisuri!"

Permaisuri Thanu yang sedang menyisir rambut menoleh ke arah pelayan pribadinya. "Ada apa?" Tidak ada rasa marah karena pelayan pribadinya masuk dengan lancang. Ya, Permaisuri Thanu adalah wanita lembut yang tak mudah marah.

"Permaisuri, saya mendengar gosipan dari para pelayan yang membersihkan istana. Semalaman Selir Sharma tidak keluar dari istana pribadi Kaisar. Kata mereka, Kaisar menghabiskan malam bersama-"

Trang

Guci dilempar ke lantai. "Cukup! Aku tidak ingin mendengar ini lagi." Permaisuri Thanu tak kuasa menahan air mata. Dadanya terasa sesak. Ternyata Kaisar mengkhianatinya, semua kata-kata pria itu dusta. Dulu Kaisar berkata bahwa Kaisar hanya akan mencintai nya, tidak akan menyentuh Selirnya dan tidak akan melirik sedikitpun pada mereka. Namun kenyataannya, Selir Sharma berhasil membuat Kaisar tergoda.

Wah wah wah. Akan ada drama apa lagi nih? Oh ya, mungkin nanti malam akan ada lagi. Mohon ditunggu ya.

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang