Bodoh

20K 2.5K 76
                                    

Di kamar Kaisar, Sharma masih terbaring tak sadarkan diri. Di samping tempat tidur ada Kaisar yang sejak berjam-jam lalu tetap setia menunggu. Kaisar tak pernah mengalihkan pandangannya dari Sharma. Kaisar tak jenuh memandangi wajah Sharma. Gadis yang ternyata pernah ia selamatkan adalah Sharma. Bukan Permaisuri Thanu. Ah, sebentar lagi wanita itu akan dipanggil Thanu sang pengkhianat, bukan Permaisuri lagi.

"Ader."

"Hamba Yang Mulia." Ader membungkuk hormat. Pria itu kebetulan pulang ke istana untuk melaporkan kemajuan keamanan di perbatasan barat. Sesampainya di istana, ia melihat Kaisar menggendong Sharma yang tak sadarkan diri menuju istana Kaisar. Oleh sebab itu ia langsung mengikuti Kaisar dan sangat mengkhawatirkan kondisi adiknya. Setelah Kaisar menceritakan semuanya, Ader merasa sedikit lega. Ternyata adiknya baik-baik saja.

"Buat pengumuman tentang pengkhianatan Permaisuri malam ini juga," titah Kaisar tanpa mengalihkan pandangannya dari Sharma.

Ader membungkuk. "Maaf Yang Mulia. Tapi dengan alasan apa? Kita tidak bisa membongkar identitas Sharma."

Kaisar berbalik badan dan mentap Ader. "Umumkan Permaisuri berkhianat karena berpura-pura hamil dan hampir membunuh Sharma." Kemudian Kaisar berjalan ke arah tempat duduk. "Soal bukti, aku yang akan mengurus."

Ader kembali membungkuk. "Baik, Yang Mulia. Akan segera hamba laksana."

Setelah Ader pergi meninggalkan kamarnya, Kaisar menarik kursi untuk lebih dekat dengan ranjang. Sambil duduk, Kaisar memandangi wajah Sharma. Ia tersenyum. Rasanya sangat bahagia mengetahui fakta bahwa Sharma lah gadis yang pernah ia tolong. Tapi, bagaimana bisa Permaisuri Thanu memiliki ikat pinggangnya? Apapun alasannya, yang terpenting ia sudah mengetahui kebenarannya. Akan ia tanyakan ketika Sharma bangun nanti.

"Maafkan aku."

Kaisar menghela nafas. Rasanya begitu tidak nyaman melihat Sharma tak sadarkan diri seperti ini. Mungkin ia terlalu kuat saat menekan titik lemah Sharma sehingga Sharma sulit untuk sadarkan diri. Namun ia terpaksa melakukan itu. Pada saat itu Sharma dikendalikan oleh sihir hitam. Ia harus melindungi Sharma, Selir kecilnya yang lincah dan ceria. Ia tidak ingin kelincahan dan keceriaan itu hilang dari diri Selir kecilnya. Ia ingin Selir kecilnya tetap tertawa riang.

Aku berjanji, aku akan melindungimu, bagaimanapun caranya.

Kaisar mengusap kepala Sharma yang belum kunjung membuka mata. Dalam hati ia sangat menyesali perbuatannya pada Sharma. Seandainya ia bisa melindungi Sharma, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Dan jika saja ia tak terperdaya oleh Permaisuri, Sharma tak seharusnya mengalami ini semua. Ia telah tertipu oleh wajah polos dan lembut milik Permaisuri.

* * * *

Kaisar menutup buku tebal setelah selesai membaca semuanya. Pada saat itu pula ia baru menyadari bahwa hari sudah pagi. Sembari menunggu Sharma sadar, ia memutuskan untuk membaca buku 'Burung Phoenix' dan tak tahunya ia membaca hingga hari menjadi pagi.

Kaisar mengalihkan pandangan ke arah Sharma yang masih belum terbangun juga. Mungkin karena kejadian semalam Selir kecilnya ini menjadi merasa lelah. Dengan hati-hati ia menyimpan buku di atas meja agar tidak menimbulkan kebisingan.

Ia menarik nafas sembari memperbaiki posisi duduknya yang sejak semalam berselonjor di samping Sharma. Baru akan menurunkan kakinya, ia melihat mata Sharma mulai bergerak.

"Hooaamm ...." Sharma merentangkan kakinya dengan lebar dan merentangkan tangan ke atas kemudian melebar. Untung saja Kaisar bisa menghindar dengan cepat, jika tidak, maka wajah tampannya akan menjadi korban keganasan tangan yang baru bangun itu.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now