Buah Sraca Yang Aneh

17.3K 2K 11
                                    

Penjaga menahan Permaisuri Ghauni yang hendak masuk. Mereka menyilangkan pedang di pintu utama. Sudah berulang kali mereka mengatakan bahwa sekarang siapapun sedang tidak diperbolehkan masuk, akan tetapi Permaisuri Ghauni tetap memaksa.

"Kalian bodoh! Sudah aku katakan aku ada kepentingan yang sangat penting. Tidak bisakah kalian pergi ke dalam dan menyampaikannya pada Yang Mulia Kaisar?"

Penjaga yang dibentak itu membungkuk. "Ampun Permaisuri Ghauni. Tapi ini adalah perintah Yang Mulia Kaisar. Siapapun dan kepentingan apapun tidak diperbolehkan mengganggu Yang Mulia."

Permaisuri Ghauni menyilangkan tangan di depan dada. "Memangnya Kaisar sedang apa? Tidak biasanya siang-siang begini Kaisar tidak bisa menemui siapapun."

Para penjaga saling berpandangan. Mereka bingung harus menjawab apa. Sekitar dua jam yang lalu Kaisar menegaskan bahwa siapapun dilarang masuk ke dalam istana dan siapapun dilarang mengetuk pintu kamar Kaisar. Jika mereka tebak, ekhm. Mereka malu untuk mengatakannya.

"Maaf, Permaisuri Ghauni. Kami tidak tahu. Tapi yang jelas Kaisar mengatakan bahwa siapapun dilarang masuk dan dilarang mengetuk pintu kamar Kaisar sampai Kaisar keluar kamar."

Seketika tangan Permaisuri Ghauni terkepal kuat. Ia tahu apa yang sedang dilakukan oleh Kaisar.

Kurang ajar!

Tanpa berkata-kata apa-apa lagi Permaisuri Ghauni langsung pergi meninggalkan teras istana Kaisar.

* * * *

"Paman!" Sharma berlari kecil menghampiri Ajoz yang baru saja berdiri di depan pintu istana Kaisar.

"Pelan-pelan Sharma, nanti jatuh." Kaisar memperingati sambil berjalan santai di belakang Sharma. Kaisar membiarkan Sharma memeluk Ajoz untuk melepas rindu. Ia memilih duduk langsung di bangkunya.

Ajoz memeluk Sharma dengan erat kemudian melepasnya. "Sepertinya kau begitu rindu pada Paman."

Sharma mengangguk. "Ya. Dan juga calon cucu Paman." Sharma mengusap perutnya yang masih rata.

Ajoz tersenyum kemudian menyapa perut Sharma. "Semoga dia sehat-sehat saja di dalam. Dan semoga di dalam sana ia tidak pusing karena selalu terguncang-guncang. Dia harus memaklumi ibunya yang tak mau diam."

Sharma tertawa kemudian mengajak Ajoz untuk duduk di depan Kaisar. "Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."

Kaisar mengangguk dan mempersilahkan Ajoz duduk. "Paman tidak bersama pemuda itu, kan?" Yang dimaksud oleh Kaisar adalah Haikal.

Ajoz tertawa kecil kemudian menggeleng. "Tidak Yang Mulia. Setelah hamba tahu Anda sangat cemburu, hamba tidak akan lagi membawa Haikal." Ajoz berbicara apa adanya tanpa peduli wajah Kaisar yang berubah masam karena ia goda.

"Aku hanya memastikan tidak ada pria yang mendekati Sharma kemudian membuat Sharma celaka," ucap Kaisar berdalih.

Ajoz hanya mengangguk. Ia ingin mengejek Kaisar yang selalu mengelak akan tetapi ia masih tahu batasan bercanda dengan seorang Kaisar.

"Paman, apakah Paman membawa buah Sraca?" tanya Sharma penuh harap.

Ajoz malah mengerutkan kening. "Sraca?"

Sharma mengangguk. "Buah yang dibawa oleh Haikal saat itu."

Ajoz ber-oh saja kemudian menggeleng. "Mana paman sempat. Tadi pagi paman mendapat berita kehamilanmu dan paman langsung berangkat."

Sharma langsung cemberut. "Padahal aku ingin sekali makan buah itu." Sharma benar-benar menginginkan buah itu. Entah mengapa sejak pertama kali makan buah itu, ia menjadi ketagihan. Rasa manis dan asam menjadi satu dengan perpaduan rasa yang pas. Sungguh itu buah terenak yang pernah ia makan.

Ajoz mengusap kepala Sharma. "Maafkan paman ya. Lain kali akan paman bawakan."

Sharma masih cemburut. Sepertinya bujukan Ajoz tak mempan untuk Sharma. "Memangnya buah Sraca hanya tumbuh di sana? Apakah tidak ada di hutan istana? Bukankah itu buah yang tumbuh di hutan? Harusnya ada bukan?"

Kaisar langsung menatap Ajoz dan Ajoz menatap Kaisar. Mereka seperti menemukan sesuatu. Kaisar juga baru menyadari akan hal itu. "Benar. Segala buah hutan ada di hutan istana. Tapi aku belum pernah mendengar nama buah itu." Sebagai Kaisar, Kaisar Ariga harus mengetahui semua tentang kerajaan, termasuk buah itu. Buah Sraca, nama buah yang baru Kaisar dengar. Ajoz pun juga baru tahu padahal ia adalah tabib istana.

Sedangkan Ajoz. Ia baru menyadari bahwa buah itu bernama Sraca. Ia baru menyadari bahwa buah yang diberikan oleh Haikal sungguh aneh. Namun pada saat itu ia tidak terlalu memperhatikan buah yang dibawa oleh Haikal. Pada saat itu ia tidak peduli.

Ajoz menatap Sharma. "Yang memberikanmu buah itu hanya Haikal?"

Sharma mengangguk polos. "Ya. Saat Paman memerintahkan dia mengantarkan aku pulang ke istana, dia mengambilkan buah itu untuk ku untuk pertama kali. Di hutan perbatasan desa Xululun dan desa Teh."

Kaisar langsung duduk tegak setelah mengingat sesuatu yang tadinya ia tidak anggap penting. "Hutan perbatasan desa Xululun dan desa Teh? Kau ingat, saat paman Ajoz datang bersama Haikal, sebelumnya kau mengatakan kau ingin ke desa Teh untuk bertemu paman Ajoz. Aku mengatakan bisa memanggilkan paman. Namun saat itu kau mengatakan ingin makan buah Sraca juga. Aku mengatakan aku akan mengutus prajurit mencarikan buah itu untukmu. Aku benar-benar mengirim prajurit ke sana dan memerintahkan mengambil buah itu dengan jumlah banyak. Akan tetapi dia pulang dan mengatakan tidak menemukan pohon buah di hutan perbatasan desa Xululun dan desa Teh karena di sana hanya ditumbuhi pohon-pohon kayu saja."

Ajoz langsung berwajah tegang, ia juga tampak terkejut. Ajoz menepuk keningnya. "Ya Tuhan mengapa aku baru menyadarinya! Ini sebuah keanehan. Mengapa Haikal bisa menemukan buah aneh itu sedangkan yang lain tidak? Lagi pula yang dikatakan oleh Yang Mulia benar. Di hutan perbatasan tidak ada pohon buah."

Sharma menatap Kaisar dan Ajoz secara bergantian. Ia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Ajoz dan Kaisar.

Kaisar diam dan tampak berpikir dengan keras. Setelah hening beberapa saat, Kaisar langsung menggebrak meja. "Sialan! Bunuh Haikal!"

Sharma langsung membelalakkan mata. Ia tidak mengerti mengapa Kaisar berkata seperti itu. Apa salah Haikal? Apa hanya karena Kaisar cemburu? Apa Kaisar merasa tersaingi karena Haikal bisa mencarikan buah itu sedangkan Kaisar tidak?

Ajoz juga ikut berdiri. "Mengapa Yang Mulia?"

Kaisar menatap Sharma. "Kau ingat Sharma? Kau pernah bermimpi buruk dan hampir membunuh dirimu sendiri dengan mencekik diri? Dalam mimpimu kau bermimpi tentang Haikal kan?"

Sharma mengangguk mengingat mimpi itu. "Ya. Di dalam mimpi Haikal datang menjemput hamba. Setelah hamba memeluknya dan mencurahkan isi hati hamba." Tepatnya mengatai Kaisar. "Haikal tiba-tiba mencekik hamba dan mengatakan 'maafkan aku Sharma. Walaupun aku mencintaimu, aku harus membunuhmu'. Tapi Yang Mulia, itu hanya mimpi."

"Tidak," ucap Kaisar tegas. "Itu bukan sekedar mimpi. Saat itu mutiara biru bersinar untuk memutuskan sihir." Kaisar menatap Sharma dan Ajoz secara bergantian. "Dan sepertinya dia menggunakan sihir untuk membuat pohon Sraca itu."

"Apa maksud Yang Mulia Haikal adalah penyihir gelap?" tanya Ajoz.

Kaisar menggeleng. "Bukan. Dia adalah orang yang menulis surat misterius yang aku temukan beberapa tahun lalu. Dan dia lebih dari seorang penyihir gelap."

Ajoz mengerutkan kening. "Maksud Yang Mulia? Dan surat misterius apa?"

"Surat yang membuat semua masalah ini terjadi," jawab Kaisar dengan mata yang menyiratkan kekhawatiran.

Hayo ...kaget kan? Masih inget gak sama episode yang membahas surat ini? Ada loh diawal-awal episode. Ayo putar balik ingatannya 🤭😁. Tapi biar gak pusing, nih Sely kasih penggalan dari episode 2 yang judul episodenya MENGINGAT NAMANYA.

Kaisar menyandarkan punggungnya ke kursi. Mata elangnya terus menatap ke selembar kertas warna kuning. Dilihat dari tulisan dan kertasnya, sepertinya seseorang sudah menulis di kertas itu sejak lama. Sepertinya Kaisar sudah banyak terlambat untuk mengatasi ini.

Yah, semua masalah ini terjadi karena surat itu. Lebih tepatnya karena orang yang menulis surat itu. Kira-kira isi suratnya apa ya?

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now