Rindu Siapa

19.4K 2.4K 25
                                    

Tok tok tok tok!

"Yang Mulia buka pintunya!"

Kaisar yang sedang membahas masalah penting dengan Ader langsung menghela nafas. Dari teriakkan Sharma yang seperti ini, biasanya tidak ada hal yang penting. Selir lincahnya itu pasti hanya ingin mengacau.

"Yang Mulia, apakah Sharma sudah baik-baik saja?" Ader cukup terkejut. Tadi malam Sharma masih terbaring tak sadarkan diri. Lalu tiba-tiba siang ini sudah heboh saja.

"Kau dengar sendiri teriakkannya," jawab Kaisar singkat.

"Yang Mulia mohon ampun. Selir Sharma terus memaksa," ucap salah satu penjaga ruang kerjanya. Penjaga itu seperti sudah kelelahan menjaga pintu agar tidak terbuka.

Kaisar menghela nafas. "Biarkan dia masuk."

Setelah pintu dibuka, Sharma langsung berlari masuk. Bukannya menghampiri Kaisar, Sharma malah memeluk Ader yang sedang duduk di depan meja kerja Kaisar. Awalnya Ader terkejut, namun kemudian Ader membalas pelukan Sharma.

"Kakak, aku merindukanmu," ucap Sharma sambil memeluk Ader dengan erat.

Ader hanya tersenyum. Jika sedang berada di rumah, mungkin ia akan menggetok kepala Sharma dan mengatakan bahwa Sharma terlalu berlebihan. "Ya. Aku juga merindukanmu."

"Ekhm." Kaisar berdekham agar kakak beradik di depannya menyudahi kemesraannya. "Ada apa kau datang ke mari dengan cara menggedor pintu seperti tadi?"

Sharma melepaskan Ader kemudian menatap Kaisar. Sharma diam beberapa detik, kemudian langsung membelalakan matanya. Tiba-tiba saja Sharma berlari mengitari meja Kaisar yang panjang. "Yang Mulia! Hamba merindukan, Anda!"

Ciiitt .... Kaisar mengangkat tangan sehingga Sharma langsung mengerem. "Berhenti bermain. Cepat katakan ada urusan apa? Aku sedang bekerja."

Sharma langsung cemberut. "Baiklah, baiklah. Mau memeluk suami sendiri saja tidak boleh," kemudian Sharma merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan karena tadi memeluk Ader. "Yang Mulia. Hamba merindukan paman Ajoz. Bolehkah hamba pulang ke desa Teh?"

Kaisar melirik pada Sharma kemudian beralih pada kertas di tangannya. "Merindukan paman Ajoz atau merindukan pemuda itu?" ucap Kaisar dengan nada sinis.

Ader langsung melirik Kaisar dan Sharma secara bergantian. Eits? Ada apa ini? Mengapa sepertinya Kaisar tidak suka saat mengatakan pemuda itu? Siapa yang dimaksud Kaisar dengan 'pemuda itu'?

"Maksud Yang Mulia Haikal?" tanya Sharma.

"Hm." Kaisar hanya bergumam. Malas mengiyakan nama itu. Matanya masih fokus pada kertas.

Sharma memangku tangan sambil mengusap dagunya seperti sedang berpikir. "Hmm, setelah hamba pikir-pikir, sepertinya hamba juga merindukan bebep Haikal."

Kaisar langsung menoleh cepat sambil melayangkan tatapan tajam.

Melihat Kaisar menatapnya seperti itu, Sharma malah cengengesan tak jelas. "Hehehehe, habisnya Yang Mulia malah bertanya."

Ader ingin tertawa melihat ekspresi Kaisar sekarang. Apakah Kaisar tidak tahu bahwa Selir kecilnya itu memang sengaja membuat Kaisar marah dan cemburu? Uh, Ader baru tahu begitulah ekspresi Kaisar saat Selirnya mengucapkan nama lelaki lain di hadapannya.

"Kau masih merindukannya Sharma? Mungkin dia juga merindukanmu sekarang. Dulu saat kau masih tinggal di desa Teh, kata paman setiap hari kau main ke rumah Haikal dan mengajaknya bermain. Bahkan setahuku kau selalu mendekati Haikal sejak kecil. Apakah dia cinta masa kecilmu? Pasti setelah kau pergi dia baru menyesal karena sering mengabaikan dirimu. Orang-orang berkata, kalau sudah tiada baru terasa bahwa kehadirannya sungguh berharga." Ader malah membantu Sharma memanas-manasi Kaisar. Ya, mode jahil Ader mulai aktif lagi.

Kaisar beralih menatap Ader dengan tajam. "Kau hanya boleh berbicara untuk urusan penting."

Ader langsung membungkuk. "Ampun Yang Mulia." Sambil membungkuk Ader tersenyum bahkan hampir tertawa.

"Dan kau." Kaisar menatap Sharma. "Jika merindukan paman Ajoz, aku akan panggilkan dia untukmu. Tak perlu pergi ke desa Teh. Ingat bagaimana terakhir kali kau ke sana."

Sharma mengusap perutnya yang rata. "Tapi hamba juga rindu buah Sraca. Sepertinya hamba mengidam."

Ader yang tahu Sharma pura-pura hamil hampir tersedak karena menahan tawa. Namun sebisa mungkin ia tahan karena tidak sopan tertawa di depan Kaisar.

Kaisar kembali pada pekerjaannya. "Nanti akan aku perintahkan beberapa prajurit untuk mencari buah hutan itu. Sekarang pergilah, aku masih banyak urusan."

Sharma langsung berjingkrak senang. "Terima kasih Yang Mulia. Dadah." Tanpa memberi hormat, Sharma berjalan riang meninggalkan ruang kerja Kaisar.

Melihat tingkah adiknya, Ader ingin menepuk jidat. Beruntung Kaisar selalu memberi toleransi. Jika tidak, mungkin sejak masuk istana adiknya itu sudah tinggal nama.

"Sepertinya adikmu itu harus aku ikat agar bisa diam," celetuk Kaisar sebelum mereka kembali pada pekerjaannya.

Ader hanya tersenyum.

* * * *

Di dalam sebuah ruangan yang gelap, duduk seorang wanita cantik berpakaian indah namun sudah lusuh. Wanita itu sepertinya sudah sangat tak bertenaga. Sedangkan di depan wanita itu, berdiri seorang nenek tua sambil memegang lilin. Raut wajah nenek tua itu sepertinya sangat tidak senang. Di sana hanya ada mereka berdua.

"Bodoh! Sampai kapan aku harus menyembunyikan dirimu dari Kaisar? Jika begini terus, bisa-bisa penyamaranku ikut terbongkar." Nenek tua itu marah dengan suara yang menyeramkan.

Permaisuri Thanu terbatuk sekali lagi. "Ini bukan keinginanku. Bukankah Anda sendiri yang memerintahkan saya untuk melakukan ini?"

Nenek tua itu langsung melotot. "Berani-beraninya kau menyalahkan aku. Justru semua terjadi karena kau tidak becus!" Nenek tua itu mendengus frustasi. "Sia-sia sudah usahaku selama 15 tahun memasukkanmu ke dalam negeri Alrancus. Sekarang kau sudah tidak ada gunanya!"

Permaisuri Thanu beringsut mundur. Ini yang ia takutkan, kemarahan nenek tua ini.

Nenek tua itu maju selangkah. "Aku sudah memberikanmu kehidupan yang enak. Masuk ke istana, menjadi permaisuri, menjadi kesayangan Kaisar, dan bonus wajah cantikmu ini. Aku sudah memberikan yang terbaik untukmu. Tapi apa? Kau tidak bekerja dengan baik."

Air mata Permaisuri jatuh membasahi pipinya. "Hanya karena gagal sekali Anda mengatakan seolah-olah saya tidak ada gunanya. Apakah Anda tidak ingat siapa yang memasukkan racun iblis ke dalam minuman Ibu Ratu? Apakah Anda tidak ingat siapa yang mengambil setetes darah Kaisar untuk Anda jadikan bahan ritual agar Anda bisa menguasai emosi Kaisar? Apakah Anda tidak ingat bahwa saya yang telah membantu mengambil mutiara biru milik Sharma? Dan untuk wajah cantik ini, saya telah menebusnya dengan kesehatan saya."

Brak!

Nenek tua dan Permaisuri Thanu langsung menoleh pada jendela kamar yang tiba-tiba terbuka karena angin kencang. Cepat-cepat nenek tua itu melindungi Permaisuri Thanu yang duduk di sudut ruangan.

"Ada apa?" tanya Permaisuri Thanu.

"Aku merasakan aura kekuatan yang luar biasa," ucap nenek tua sambil mengedarkan pandangannya. "Seperti kekuatan yang mirip dengan kekuatan Amora."

Tenang, masih ada satu episode lagi. Maaf ya Guys lambat up-nya, karena signal di sini lagi susah😭. Jadi kalau ada komentar yang lama dibalas maaf ya. Nanti kalau udah normal lagi, nanti pasti langsung sely balas.

Kaisar & Sang AmoraOn viuen les histories. Descobreix ara