Karena Izin Kaisar

21.3K 2.8K 138
                                    

Beberapa jam setelah keberangkatan Kaisar.

"Lagi ... Goyang lagi! Uhuuuuuy krrrrrihaa ....!" Sharma senang karena hari ini ia bisa berbuat sesuka hatinya. Bahkan Wenari dan Nora tidak bisa berkutik saat ia mengatakan Kaisar sendiri yang mengizinkan dirinya berbuat semaunya.

Kini seisi istana dihebohkan oleh Sharma. Para penjaga diperintahkan Sharma tanding panco. Beberapa pelayan diperintahkan lomba tarik tambang. Sharma mengadakan perlombaan itu di lapangan utama istana. Di sana ada lomba tarik tambang, lomba memanah, lomba makan apel, dan lain-lain. Peserta dari kalangan prajurit dan pelayan, sedangkan Sharma sebagai panitia lomba sekaligus wasit. Dan tentunya Sharma lah yang paling heboh. Namun berkat Sharma, seisi istana merasa terhibur dan tertawa lepas.

Kini masuk lomba yang terakhir, yaitu lomba menari. Pesertanya adalah para pelayan wanita. Karena tidak ada musik yang sesuai dengan selera Sharma, Sharma meminta kendang dari kulit, lalu ia memainkannya sesuai kemampuan. Dan dirinya juga yang menyanyi walaupun suaranya agak sumbang. Sharma bermain kendang di pinggir lingkaran tempat menari. Di tengah lingkaran ada sepuluh pelayan yang asik menari walaupun lagu Sharma sedikit aneh.

"Ashooy geboy." Sharma malah asik sendiri. "Krrrrrr ...rihaa. Digoyang Mas!"

Sedangkan di koridor istana utama, berdiri seorang pria yang fokus memperhatikan Sharma sejak awal Sharma mengadakan lomba hingga sekarang. Pria itu tak kuasa menahan senyumannya. Manik matanya menatap Sharma dari samping tanpa bosan. Ia adalah Pangeran Giler. Pangeran yang ingin Sharma jadikan suami kedua.

Sring

Jantung Pangeran Giler berdetak tak karuan. Hampir saja pedang itu menancap di hidung mancungnya. Beruntung sekali orang yang menyerangnya tidak benar-benar berniat menancapkan pedangnya ke hidungnya, hanya lewat satu milimeter di depan hidung dan mata.

"Lain kali akan ku tusuk mata lancangmu itu."

Pangeran Giler melirik sedikit tanpa menggerakkan kepalanya. "Ampun, Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."

"Goyang dombret ... Eeet. Goyang dombret. Aw, aw." Kendangan Sharma berubah menjadi kendang koplo (Gak usah pusing mikirin orang zaman dulu kok tahu koplo? Yang penting goyang mas!!)

Para pelayan semakin gencar mengikuti tempo kendang. Sedangkan badan Sharma sudah asik bergoyang ke sana-kemari mengikuti tempo musiknya sendiri. Ia lupa menilai gerakan para pelayan, ia asik sendiri.

"Goyang dombret ... Eeet, goyang domb-" Sharma menghentikan nyanyian, kendangan, dan jogetannya, ketika melihat para pelayan yang menari dan seluruh orang yang ada si sana berhenti tertawa lalu membungkuk hormat. Bahkan pelayan yang menari tadi sampai bersujud.

"Hormat kami Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus. Ampun, Yang Mulia."

Sharma menoleh kebelakang karena bungkukan semua orang tertuju padanya. Begitu berbalik, Sharma langsung cengengesan.

"Mengapa berhenti?" Kaisar menatap tajam pada Sharma dan Sharma masih saja cengengesan.

"Oh, mau lanjut?" Tiba-tiba Sharma bergoyang dengan jurus goyang ngebor. "Goyang dombret ... Eeet, Goyaaang ... Kabur!"

Belum sempat Sharma berlari, tangan kekar Kaisar lebih dulu melingkar di pinggangnya. Dengan sekali hentakan Kaisar berhasil mengangkat Sharma di pundaknya. Kini Sharma seperti karung beras yang dipanggul. Wajah Kaisar masih suram seperti biasa, semua orang tidak berani mengangkat kepala mereka.

"Bersihkan sisa kekacauan ini!" titah Kaisar pada semua pelayan.

"Yang Mulia, turunkan hamba." Sharma memberontak sambil memukul-mukul punggung tegap Kaisar.

Kaisar tidak menggubris. Kaisar membawa Sharma ke istana pribadi Kaisar. Entah apa yang ada di pikiran Kaisar, Kaisar terlihat tidak tenang sekarang.

Bruk

"Aduh, bokongku sakit." Sharma meringis saat dirinya di lempar ke atas bangku ruang utama. Ia mendongak ke atas untuk melihat wajah suram penuh tekanan milik Kaisar tampan. "Kenapa Yang Mulia marah?" Entah mengapa sekarang Sharma bisa membedakan ekspresi Kaisar yang dimata orang lain adalah sama saja. Datar, dingin, kelam, tajam, dan tegas.

"Mengapa kau suka sekali membuat keributan?" tanya Kaisar.

Saat pulang tadi, ia sangat lelah. Dan lelahnya bertambah setelah melihat keramaian di lapangan utama istana. Di sana ia melihat pelayan istana menari sambil disoraki oleh penonton. Dan yang paling membuat matanya sakit adalah ketika melihat Sharma bergoyang dengan sangat heboh. Bagaimana bisa ia membiarkan Selirnya menjadi tontonan gratis para prajurit? Apalagi Pangeran Giler. Ia yakin pria satu itu sudah puas melihat Sharma.

"Bukankah Yang Mulia sendiri yang mengizinkan hamba untuk melakukan apapun sesuka hati?" Sharma malah balik bertanya. Ia memang suka melawan sejak dulu. Pada Ader saja ia sering sekali membantah.

"Ya, tapi tidak dengan bergoyang di depan para prajurit dan pelayan. Kau ini Selirku, jaga kehormatanmu dan juga aku," ucap Kaisar. Kehormatan istri, adalah kehormatan suami. Istri harus menjaga kehormatan suami, jadi istri harus menjaga kehormatan dirinya terlebih dahulu.

"Hamba masih merasa terhormat, Yang Mulia. Mereka masih menghormati hamba," jawab Sharma ringan.

Kaisar membungkuk sedikit agar sejajar dengan Sharma yang mulai berdiri. "Kau bergoyang sesuka hati di depan mereka. Apa kau tidak malu?" ucap Kaisar dengan suara dalamnya.

Sebenarnya Sharma sudah takut dengan tatapan intimidasi dari Kaisar. Rasanya leher sudah dicekik oleh tatapan itu. Ia harus mencairkan suasana.

"Baiklah, hamba tidak akan melakukannya lagi," ucap Sharma dengan patuh. Kemudian Sharma tersenyum. "Jangan hukum hamba ya, Yang Mulia." Untuk kali ini Sharma tidak akan berdebat dengan Kaisar.

Kaisar menegakkan badannya lagi. Wajah Kaisar sudah tidak terlihat suram lagi. Sharma menarik nafas lega. Namun hal itu tidak bertahan lama ketika Kaisar menarik tengkuknya, kemudian Kaisar mendekatkan bibirnya dengan bibir Kaisar.

Cup

Mata Sharma membulat lebar. Ia tidak menyangka Kaisar akan menciumnya.

"Maaf mengganggu Yang Mulia, hamba akan kembali lagi nanti."

Itu suara Pangeran Giler. Berarti Pangeran Giler melihat adegan ini? Aaaahh, mau ditaruh mana mukaku nanti.

Kedua tangan Sharma mendorong dada Kaisar. Setelah Kaisar melepaskannya, Sharma mengelap bibirnya dengan lengan baju. Matanya menatap kesal pada Kaisar. Sedangkan Kaisar hanya menunjukkan ekspresi datar.

"Yang Mulia lancang," ucap Sharma tidak suka.

"Itu hakku," jawab Kaisar singkat lalu berlalu meninggalkan Sharma begitu saja. Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia berpikir untuk membuat Pangeran Giler melihatnya mencium Sharma.

Saat menegakkan badan tadi, sebenarnya Kaisar ingin langsung pergi, namun sudut matanya melihat Pangeran Giler yang akan masuk ke ruangan. Maka dari itu ia langsung mencium Sharma begitu saja. Ia ingin Pangeran Giler ingat bahwa Sharma adalah miliknya.

Wah, ada apa dengan Kiasar? Dan ada apa dengan Pangeran Giler? Hehehe, gimana juga dengan keributan Sharma hari ini? Dia sudah menggegerkan satu Istana. Kira-kira akankah Kaisar memberikan hukuman?

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now