Hampir Mati

23.5K 2.8K 23
                                    

Kaisar menatap Sharma dengan lekat. "Baiklah, aku tidak akan mencambukmu karena melanggar peringatan dari Kaisar. Tapi ... Hukum harus dijalankan. Kau harus menghitung jumlah prajurit yang berjaga di istana." Kaisar bergulir menatap Pangeran Giler. "Pangeran Giler akan mengawasi."

Pangeran Giler membungkuk. "Baik, Yang Mulia."

Sharma menelan ludahnya. Kaisar sungguh tega padanya. Bukankah ia baru saja sakit dan baru sedikit membaik. Penjaga di Istana sangatlah banyak. Setiap penjuru Istana, setiap pintu-pintu ruangan, hingga pintu gerbang Istana. Entah ada berapa ratus prajurit penjaga di sini. Tapi ini lebih baik dari pada harus dicambuk. Walaupun ia memiliki kulit badak, namun tetap saja akan terasa sakit.

"Baik, Yang Mulia." Sharma pun membungkuk.

Kaisar membiarkan Pangeran Giler membawa Sharma untuk menjalankan hukuman. Kaisar sendiri kembali ke ruang bacanya.

Kini Pangeran Giler dan Sharma sedang berjalan sambil menghitung para prajurit yang ditemui. Sejauh ini baru terhitung sekitar 200 penjaga.

Tuk

Pangeran Giler membulatkan matanya setelah tangan Sharma memukul kepalanya. Baru kali ini ada orang seberani Sharma. Para Putri dari kerajaan tetangga saja menunduk hormat dan bersikap anggun di depannya, tapi gadis satu ini memukul kepalanya dengan santai seolah itu bukan masalah serius.

"Beraninya Nona memukul kepalaku?" Pangeran Giler tidak terima.

Sharma berjalan mendahului Pangeran Giler, matanya fokus mencari para penjaga untuk mulai menghitung lagi. "Tadinya aku ingin menendang kepalamu," jawab Sharma santai.

Pangeran Giler menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Sebelumnya mereka belum pernah bertemu. Ia hanya pernah mendengar Ibu Ratu memilih Selir ke-enam untuk Kaisar. Bahkan saat Sharma datang pun ia tidak melihat. Sudah sebulan ini ia melatih ilmu pedang di akademi militer istana. Tadi malam ia baru pulang ke istana dan kebetulan melewati kediaman calon Selir. Pada saat itulah ia mendengar Sharma berteriak.

"Oh, jadi kau tidak ingin berbicara sopan padaku. Baiklah, aku juga tidak akan memanggil kau nona lagi." Pangeran Giler bersidekap tangan sambil membuang muka ke arah lain.

"Aku juga tidak butuh dipanggil nona." Sharma menoleh pada Pangeran Giler. "Oh ya. Aku mendengar namamu dari penghormatan para pelayan. Kau ini sebenarnya siapa? Dan mengapa aku baru melihatmu?"

Pangeran Giler melirik Sharma dengan ujung matanya. "Untuk apa kau ingin tahu?"

Sharma tersenyum miring. "Barangkali kau bisa menjadi suami keduaku," jawab Sharma asal.

Pangeran Giler terkekeh mendengar jawaban yang jelas asal-asalan. "Kau bisa dipenggal oleh Yang Mulia."

Sharma berhenti berjalan kemudian berbalik. Matanya menatap mata coklat Pangeran Giler. "Yang Mulia tidak mungkin melakukan hal itu."

Pangeran Giler menaikkan sebelah alisnya. Dari mana asal kepercayaan diri Sharma ini. "Mengapa kau begitu yakin?"

Sharma tersenyum lebar. "Kau lihat aku masih berdiri di sini dengan kepala utuh. Sudah banyak keributan yang aku buat, tapi Yang Mulia tidak benar-benar menghukumku." Sharma berbalik badan membelakangi Pangeran Giler. Ia mengacungkan jari telunjuk. "Dan satu lagi. Bahkan hantu itu pun tidak berhasil mencekikku tadi malam."

Pangeran Giler menyipitkan mata, memperhatikan leher Sharma dari belakang. Di sana ada bekas merah menyerupai jari yang melingkar. "Hantu?" gumam Pangeran Giler yang hanya gisa di dengar oleh dirinya sendiri.

Sharma merahasiakan penampakan yang ada di kamarnya tadi malam. Ia merasa hantu tersebut dikirim oleh seseorang. Mana ada hantu yang tiba-tiba mencelakai sedangkan ia baru tinggal di Istana. Pasti ada orang yang mengirim hantu tersebut untuk mengganggunya. Beruntung ia adalah Amora sehingga hantu pun tidak mudah membunuhnya. Akan tetapi tetap saja, kejadian tadi malam membuatnya trauma dan takut. Namun demi menjalani hari-hari yang masih panjang, ia menutupi semua ketakutannya.
Huhuhuhuhuhu, sebenarnya aku takut sekali. Aku penyihir putih, bukan pawang hantu. Tentu saja aku takut.

Kaisar & Sang AmoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang