Bikin Gempar Se-Istana

16.1K 2K 69
                                    

Sharma menunduk, mengusap perutnya sambil berpikir. Saat ini ia sedang duduk di bawah pohon rindang di dekat danau teratai. Ia membiarkan rambutnya tertiup angin sepoi-sepoi. Walaupun udara di siang ini cukup sejuk dan cerah, akan tetapi ia tidak bisa menikmatinya. Ia masih kepikiran dengan surat yang ia baca tadi malam. Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia mencari Haikal?

Sharma menggeleng. "Tidak, tidak dengan seperti itu." Sharma berpikir lagi. Mencoba mencari solusi.

Wenari, Nora, dan dua penjaga Sharma datang menghampiri. Mereka semua terlihat kelelahan. Rupanya tadi mereka sempat kehilangan Sharma kemudian mencari ke sekeliling istana. Tak tahunya Selir kesayangan Kaisar itu tengah duduk melamun di bawah pohon.

"Nona, Anda ke mana saja? Kami mencari Anda." Wenari berbicara dengan nafas ngos-ngosan.

Sharma menoleh ke belakang, pada Wenari. "Kaisar ada di mana?" tanya Sharma.

"Yang Mulia Kaisar sedang ada di ruang kerjanya bersama tuan Ajoz, Nona." Nora yang menjawab.

Sharma mendengus. Ia sedang banyak pikiran dan juga bosan sekali. Jadi apa yang harus ia lakukan? "Wenari, Nora, mari main."

Nora mengangkat kepala untuk melihat langit. "Ini siang hari, Nona."

"Siapa bilang malam," ucap Sharma ketus.

Wenari menahan tawa, begitu juga dengan dua pengawal Sharma. "Maksud hamba ini masih siang, panas sekali Nona. Lebih baik Anda pergi tidur siang," usul Nora.

Sharma menggeleng sambil mengerucutkan bibirnya. "Aku bosan sekali. Yang Mulia Kaisar sedang sibuk mengurus masalah-masalah yang tak kunjung usai. Aku ingin bermain."

"Tapi untuk mu aku akan meluangkan waktu."

Semuanya berbalik kemudian membungkuk. "Hormat kami Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus." Setelah itu mereka memberikan jalan untuk Kaisar yang sedang melangkah menghampiri Sharma.

Sharma langsung tersenyum cerah. Sharma langsung berdiri dan meloncat pada Kaisar. "Yang Mulia!"

Beruntung Kaisar dengan cepat dan sigap menangkap Sharma sehingga Selir kesayangannya itu tidak jatuh. Sharma melingkarkan tangannya di leher Kaisar, sedangkan Kaisar memeluk pinggang Sharma. Karena Sharma pendek, ups bukan, melainkan Kaisar yang tinggi, jadi kaki Sharma menggantung di udara. "Pelan-pelan Sharma. Ingat, sekarang kau membawa calon anak kita."

Sharma cengengesan. "Hehehehe. Maaf Yang Mulia. Habisnya hamba sangat merindukan Yang Mulia."

Kaisar mencubit pipi Sharma menggunakan tangan yang bebas. "Baru beberapa jam ditinggal saja sudah rindu."

Yang lain menundukkan kepala sambil tersenyum. Menatap interaksi antara Kaisar dengan istrinya adalah tindakan yang sangat tidak sopan, oleh sebab itu mereka semua menunduk.

Tanpa diduga Sharma mengecup pipi Kaisar. "Tidak tahu mengapa ditinggal sebentar oleh Yang Mulia hamba sudah sangat merindukan Yang Mulia. Rasanya seperti sudah lama. Dan jika Yang Mulia pergi lama, mungkin hamba akan menangis uring-uringan."

Kaisar tersenyum samar. Di sana ada kedua pelayan Sharma dan juga kedua pengawal Sharma, sehingga ia menahan senyumnya. Ia tidak ingin ada orang lain yang melihat senyumnya. Cukup Sharma seorang. "Sekarang aku sudah ada di sini. Kau ingin apa?"

Sharma malah melingkarkan kakinya di pinggang Kaisar. Kaisar sampai melebarkan matanya. "Gendong keliling istana."

"Dengan posisi seperti ini?" tanya Kaisar.

Sharma mengangguk. "Ya."

"Ini sangat ambigu Sharma."

Sharma menggeleng. "Tidak apa-apa. Hamba ingin sekali berkeliling sambil digendong. Berkeliling istana dengan kuda sudah pernah. Jadi sekarang hamba ingin berkeliling istana sambil digendong oleh Yang Mulia. Apakah Yang Mulia keberatan?"

Yang lain masih menunduk. Mereka mengira Kaisar akan keberatan.

"Tentu saja tidak. Tapi aku hanya akan menggendongmu dipunggungku. Jika seperti ini, aku rasa aku akan kesulitan berjalan," jawab Kaisar.

Yang lain langsung mengangkat kepala dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Apakah mereka tidak salah dengar? Kaisar akan menggendong Selirnya keliling istana? Di tengah panas seperti ini? Apakah tidak salah?

"Asiiik!" Tanpa turun, Sharma mengubah posisi hingga menjadi memeluk leher Kaisar dan kini sudah berada di punggung Kaisar.

"Siap?" tanya Kaisar.

Sharma mengangguk. "Sangat siap!"

Kaisar menoleh pada kedua pelayan Sharma. Kalian siapkan saja makan siang untuk Sharma. Dan rapikan tempat tidur." Pipi kedua pelayan Sharma langsung bersemu. "Sharma akan tidur siang setelah ini. Jangan berpikir yang aneh," tegur Kaisar kemudian.

"Baik, Yang Mulia."

Setelah itu Kaisar mulai berjalan dengan Sharma di punggungnya. Selama digendong oleh Kaisar, Sharma terus tersenyum tanpa henti. Sharma juga terus mengecoh tentang ini dan itu. Semua prajurit dan pelayan yang melihat Kaisar menggendong Sharma langsung menunduk dan memberi hormat. Akan tetapi setelah Kaisar pergi, mereka memasang wajah terkejut yang tak main-main. Mereka benar-benar syok.

Sampai di depan istana Permaisuri, ada Permaisuri Ghauni yang menghentikan Kaisar. "Hormat hamba Yang Mulia Kaisar Negeri Alrancus."

Kaisar mengangguk, sedangkan Sharma langsung memasang wajah cemberut. "Ada apa?" Yang bertanya malah Sharma.

Permaisuri tersenyum padahal dalam hati ingin mencakar-cakar wajah Sharma. "Yang Mulia, hamba dengar banyak yang bergosip tentang Yang Mulia karena menggendong Selir Sharma. Wibawa Anda menjadi dipertanyakan. Ini adalah kali pertama ada seorang Kaisar menggendong Selir. Apalagi ini Selir terakhir. Jika alasan yang Mulia karena Selir Sharma sedang mengandung, lalu mengapa dulu saat Permaisuri Thanu mengandung Anda tidak melakukan hal yang sama?"

Kaisar langsung memberikan tatapan dingin. "Jika kau ingin mengatakan berhenti menggendong Sharma, maka katakanlah. Tapi ingat, aku tidak akan menuruti kata-katamu. Dan kau bilang apa tadi? Banyak yang bergosip dan wibawaku dipertanyakan? Aku rasa kau mengada-ada. Tidak ada yang berbicara seperti itu. Mereka hanya terkejut dan itu wajah."

Sharma mengangguk semangat. "Benar. Tidak ada salahnya. Lagi pula ini bukan kemauanku. Ini kemauan anak Kaisar. Tadi dia membisikkan kepadaku agar aku digendong. Anak Yang Mulia yang ingin digendong."

Permaisuri menghela nafas kemudian tersenyum sangat manis.

Tiba-tiba Sharma menutup kedua mata Kaisar menggunakan telapak tangannya. "Sharma apa yang kau lakukan? Aku tak dapat melihat?"

Sharma mendekatkan mulutnya pada telinga Kaisar kemudian berbisik. "Dia sedang menebar pelet lewat senyumnya. Dia nenek lampir yang memiliki ilmu hitam. Dia sok manis sekali padahal tidak. Yang Mulia tidak boleh melihatnya."

Kaisar langsung tertawa kecil mendengar ucapan Sharma. Ternyata Selirnya ini cemburu dan sedang bersikap overprotektif. Kaisar merasa itu sangat lucu dan ia sangat suka.

Permaisuri Ghauni menatap tawa Kaisar dengan tatapan terpesona. Ia juga terkejut. Baru kali ini ia melihat Kaisar tertawa walaupun hanya tawa kecil. Jangankan tawa seperti ini, senyum Kaisar saja ia belum pernah melihat.

Kini Sharma membekap mulut Kaisar. Kaisar ingin berbicara namun ditahan. Alhasil Kaisar hanya bisa mengerutkan kening tanda ia bertanya-tanya tentang apa yang dilakukan oleh Sharma.

"Yang Mulia tidak boleh tertawa seperti itu di depan wanita lain. Cukup hamba yang melihatnya. Yang Mulia lihat, Permaisuri Ghauni sedang menatap dengan tatapan terpesona."

Kaisar menggeleng sedikit agar tangan Sharma terlepas dari mulutnya. "Kau menutup mataku, aku mana bisa melihat."

Sharma langsung tertawa. "Oh iya ya. Hamba lupa Yang Mulia. Ya sudah, ayo jalan lagi." Setelah itu Sharma melepas mata Kaisar.

Kaisar pun kembali berjalan tanpa peduli dengan Permaisuri Ghauni.

Selir Ghauni mengepalkan tangan sambil menatap kepergian Kaisar dan Sharma. Kau beruntung sekali, Sharma. Setiap hari bisa melihat Kaisar tertawa dan tersenyum di depan mu. Dan itu hanya untukmu. Seandainya aku ada di posisi. Hah, lihat saja. Aku pasti bisa menggantikan dirimu di hati Yang Mulia Kaisar.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now