Hati Mulai Panas

20K 2.4K 27
                                    

Habis sudah kesabaran Kaisar. Sejak tadi Sharma menggedor-gedor pintu ruang bacanya. Siapa yang mengizinkan Selirnya itu masuk ke dalam istana pribadinya? Tapi ia tidak bisa menyalahkan penjaga, ia sendiri saja sudah kesulitan menghadapi Sharma, apalagi para penjaga istana. Pada akhirnya Kaisar meletakkan buku yang biasa ia baca kemudian menghampiri pintu.

Begitu pintu dibuka ...."Yang Mulia, katanya Yang Mulia akan memanggil paman Ajoz dan mengambilkan buah Sraca. Tapi mana? Sudah malam begini paman belum datang juga."

Kaisar menghela nafas. "Sharma, jarak desa Teh ke istana tidaklah dekat. Tunggulah sebentar lagi, Erlanh sedang menjemput."

"Tapi hamba sudah bosan menunggu di Istana Selir. Bolehkah hamba menunggunya di sini?" pinta Sharma sambil merengek seperti anak kecil.

"Ada kedua pelayanmu, kau bisa mengajak mereka mengobrol agar tidak bosan," ucap Kaisar yang sedang malas diganggu. Otaknya sedang pusing karena membereskan banyak masalah.

"Mereka tidak asik. Mereka sedang mengerjakan pekerjaan mereka. Melipat baju, masak untuk makan malam, dan merapikan tempat tidur. Lebih baik hamba di sini bersama Yang Mulia." Sharma terus merengek. Entah mengapa sekarang ia ingin sekali bersama Kaisar.

"Sudahlah Sharma, kembali lah ke istana Selir. Aku sedang tidak ingin diganggu. Pergilah istirahat." Kemudian Kaisar menutup pintu agar Sharma tidak bisa masuk.

Sharma mendengus kesal. "Baiklah! Kalau nanti Yang Mulia ingin menemui hamba, hamba tidak akan membukakan pintu untuk Yang Mulia!" teriak Sharma dari balik pintu.

Kaisar duduk di kursinya lagi. "Aku juga tidak berminat."

Dengan bibir yang dimajukan lima sentimeter, Sharma berjalan menghentakkan kaki keluar dari istana Kaisar. Saat melewati pintu utama, di sana ada dua penjaga yang tadi sempat menahannya agar tidak masuk.

Saat penjaga itu melirik, Sharma langsung melotot. "Apa kau!" Kemudian Sharma lanjut berjalan dengan kaki dihentak-hentakkan.

Para penjaga itu sempat terkejut tapi kemudian langsung tersenyum menahan tawa. Selir yang satu ini memang berbeda dari yang lain. Seperti anak kecil dan sangat menghibur.

Di pertengahan perjalanan ke istana Selir, Sharma membelalakan matanya kala melihat dua orang yang sangat ia kenali jalan sambil tersenyum padanya. Dan oh ya, jangan lupakan salah satu dari mereka sangat Sharma puja-puja.

"Paman! Haikal!" Sharma berlari ke arah keduanya bak anak kecil yang melihat kepulangan ayah dan ibu mereka.

"Ups, pelan-pelan Sharma." Ajoz menangkap Sharma yang langsung meloncat memeluknya. Haikal yang ada di samping Ajoz hanya tersenyum melihat kelakuan Sharma yang seperti anak kecil. "Paman sudah tua, pinggangku bisa patah jika kau melompat seperti ini," ucap Ajoz sambil melepaskan Sharma.

"Paman, aku sangat merindukan Paman. Rasanya sudah lama tidak berjumpa," ucap Sharma dengan wajah ceria. Kemudian Sharma menoleh pada Haikal. Seandainya saja ia bukan Selir Kaisar, pasti ia sudah melompat juga pada Haikal. "Aku juga merindukanmu, bebep Haikal."

Haikal terkekeh. "Benarkah?"

Sharma mengangguk cepat.

Kemudian Haikal mengeluarkan sesuatu dari kantung jubahnya. "Ini sebagai hadiahnya."

Mata Sharma langsung berbinar melihat buah Sraca yang ada di tangan Haikal. "Aaa! Senangnya! Terima kasih." Sharma langsung menyambar dua buah Sraca dan langsung memakannya. "Hmm, enak dan segar sekali."

Haikal tersenyum senang melihat Sharma begitu ceria. "Kata pengawal pribadi Kaisar, kau mengidam ingin buah Sraca. Oleh sebab itu tadi aku memetiknya untukmu. Tapi jangan banyak-banyak, nanti perutmu bisa sakit."

Sharma berhenti mengunyah sebentar. Sepertinya Haikal benar-benar mengira dirinya sedang mengandung. Ia melirik pamannya, Ajoz terlihat menahan tawa. Pasti pamannya itu ingin menertawakan kebodohan Haikal yang percaya saja dengan berita kehamilan dirinya. Tapi kemudian ia lanjutkan mengunyah lagi. "Ini sangat enak."

"Tuan Ajoz, Tuan Haikal." Datang Erlanh yang seperti kelelahan. "Dari mana saja? Saya lelah mencari Anda."

Ajoz tertawa melihat pengawal pribadi Erlanh yang kelelahan. Pasti pria itu sehabis mencarinya ke segala penjuru istana. Tadi saat masuk ke gerbang istana, ia mencium adanya aura sihir gelap. Biasanya ia tidak pernah bisa mendeteksinya. Mungkin karena telah bertapa beberapa hari, inderanya jadi semakin kuat. Saat itu Erlanh dan Haikal berjalan lebih dulu. Karena ia harus pergi diam-diam, ia pun langsung melesat cepat meninggalkan Erlanh dan Haikal. Setelah selesai dengan urusannya, ia bertemu dengan Haikal. Ternyata Haikal dan Erlanh berpencar mencari dirinya.

"Aku tidak kemana-mana. Tadi aku hanya ingin mencari Sharma saja," jawab Ajoz berbohong.

"Baiklah, kalau begitu mari kita temui Yang Mulia terlebih dahulu," ajak Erlanh.

Mengingat Kaisar, Sharma kembali teringat kekesalannya. Huh, dia tidak ingin bertemu dengan Kaisar lagi. "Jika paman ingin bertemu dengan Yang Mulia silahkan Paman. Aku akan pulang ke istana Selir," ucap Sharma dengan wajah cemberut.

Haikal menyadari Sharma yang ceria berubah menjadi muram. "Mengapa kau tidak ingin ikut?" tanya Haikal.

Sharma menggeleng. "Dia sedang tidak mau diganggu olehku," jawab Sharma dengan nada kesal.

Ajoz menepuk bahu Haikal. "Kau antar Sharma sampai ke kediamannya. Setelah itu baru susul aku ke istana Kaisar." Ajoz tidak ingin Sharma pergi sendirian. Ia tahu kekuatan Sharma telah tersegel, oleh sebab itu ia tidak ingin Sharma dalam bahaya.

Haikal yang memang pada dasarnya selalu mengikuti perintah Ajoz langsung mengangguk patuh. "Baik, Paman."

Kemudian Ajoz mengajak Erlanh untuk pergi.

Setelah Erlanh dan Ajoz pergi, Haikal mempersilahkan Sharma berjalan lebih dulu. Sharma pun berjalan dua langkah lebih depan dari pada Haikal. Di belakang, Haikal memperhatikan Sharma, gadis yang mengisi hatinya.

Ia tersenyum ketir. Sekarang gadis di depannya ini tak akan pernah bisa ia sentuh lagi. Tidak bisa ia genggam tangannya seperti dulu saat ia mengajak Sharma berlari di perkebunan teh. Jujur, ia rindu saat-saat itu. Sayangnya dulu ia lebih sering mengabaikan Sharma. Jika waktu bisa diulang, maka ia akan menerima pernyataan cinta Sharma dulu.

"Kau cantik." Tiba-tiba pujian itu keluar begitu saja dari mulut Haikal.

Sharma pun menoleh, langkahnya terhenti. "Kau baru menyadarinya sekarang?"

Haikal mengangguk. "Tidak, dulu kau cantik dan sekarang bertambah cantik."

Seketika wajah muram Sharma berubah kembali ceria. "Kau sedang menggodaku?"

Haikal menggeleng sambil tersenyum. "Tidak. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."

Sharma tersenyum lebar. "Uhh, mau tidak menjadi suami ketigaku?"

Haikal tertawa. Ternyata Sharma masih menginginkan dirinya sebagai suami ketiga. Tidak bisakah naik satu peringkat menjadi suami kedua? "Kau ini benar-benar."

Di lain tempat, Ajoz telah sampai di istana Kaisar. Ajoz, Erlanh, dan Kaisar berkumpul di ruang utama. Ajoz baru saja sampai dan menyapa. Tak lupa Kaisar meminta Anela menjamu Ajoz dengan baik.

"Apakah Paman datang sendirian?" tanya Kaisar.

Ajoz menggeleng. "Tidak Yang Mulia. Hamba datang bersama Haikal. Tapi tadi Haikal mengantarkan Sharma ke istana Selir terlebih dahulu."

Wajah datar Kaisar berubah sedikit. Matanya mengisyaratkan rasa terkejut. "Mengantar Sharma?" Terselip sedikit nada tak suka dan marah.

Erlanh sendiri terkejut dengan perubahan Kaisar. Mungkin bagi orang lain reaksi Kaisar biasa saja. Akan tetapi bagi dirinya yang sudah lama mengabdi pada Kaisar, reaksi Kaisar sungguh diluar kebiasaan. Kaisar sepertinya marah.
Waduh, ada apa ini? Erlanh sendiri kebingungan apa gerangan yang membuat Kaisar marah.

Segini dulu ya Guys.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now