Harus Dicatat Dalam Sejarah

21.9K 2.7K 47
                                    

Plak!

Panas. Itulah yang Kaisar rasakan saat ini.

Nora membulatkan matanya melihat keberanian nonanya. Ia yakin tak lama lagi kepala nonanya akan menjadi tontonan di alun-alun eksekusi. Selama Kaisar hidup, tidak ada yang berani melayangkan tangan pada Kaisar, bahkan Ibu Ratu sekalipun.

Pria yang bersama dengan Kaisar pun ikut melongo. Ia tidak percaya Kaisar akan mendapatkan tamparan keras. Parahnya lagi tamparan dari seorang gadis yang belum memiliki kedudukan apa-apa. Ia tidak percaya ia menjadi salah satu saksi mata penamparan Kaisar. Apakah ini sebuah kehormatan dan keberuntungan? Ini harus dicatat dalam sejarah hidupnya menggunakan tinta emas.

Kaisar tidak mengusap pipinya yang terasa panas, ia tidak merasakan sakit. Yang harusnya diusap adalah dadanya. Ia terkejut dengan tamparan tiba-tiba dari calon Selirnya. Ingatlah, 'calon Selir' saja sudah berani seperti ini, apalagi setelah menjadi Selir. Sungguh ibunya paling juara soal memilih-memilah Selir untuk nya.

Ia kembali menatap Sharma, dan kali ini tatapannya lebih tajam dan dingin. Aura kelam menyelimuti seluruh ruangan. Tidak ada satupun yang berani mengeluarkan suara. Bahkan suara nafaspun berusaha di tahan agar kepala mereka tidak mengucapkan selamat tinggal pada leher.

"Beraninya kau-" Suara Kaisar lebih dalam dari biasanya. Mungkin kali ini Sharma akan benar-benar kehilangan kepalanya. Percayalah, jika Ader ada di sana, mungkin ia akan menangis melihat tingkah adiknya.

Tidak merespon amarah Kaisar, Sharma malah menarik lengan Kaisar hingga Kaisar duduk berhadapan dengannya. Ia mengulurkan tangan dan menempelkan telapak tangan di dada Kaisar.

Berdetak.

Kemudian Sharma memegang dagu Kaisar. Ia menolehkan wajah Kaisar ke kiri dan ke kekanan. Matanya menyelidik dengan serius. Tidak ada satupun yang terlewat dari penelitiannya.

Masih utuh dan tidak ada belatungnya.

Sharma menghembuskan nafas lega. "Huft, ternyata asli."

Selama kegiatan aneh Sharam berlangsung, Kaisar hanya memasang wajah datar dan dingin. Tangannya mengepal kuat agar tidak melayang ke wajah manis Sharma.

"Kau pikir aku ini palsu?" Kaisar semakin geram setelah mendapatkan anggukan santai dari Sharma.

Setelah mengangguk, Sharma baru menyadari sesuatu.

Kalau ini Kaisar asli, berarti tadi aku menampar Kaisar?

Sharma membulatkan matanya. Mati sudah! Aku pasti mati!

Tanpa diduga oleh semua orang termasuk Kaisar, Sharma berhambur memeluk Kaisar erat. Wajahnya ia tenggelamkan di dada bidang milik Kaisar kemudian ia mulai mengeluarkan air mata buaya.

"Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak bermaksud menampar Yang Mulia. Hamba tidak sengaja. Tolong jangan hukum hamba, Yang Mulia."

Nora, penjaga dan pria yang mengikuti Kaisar langsung menunduk. Mereka malu untuk melihat Kaisar yang dipeluk erat oleh seorang gadis. Begitu juga dengan Wenari yang baru keluar dari kamar mandi.

"Setelah menampar sekuat badak, kau bilang tidak sengaja?" Kaisar berusaha melepaskan Sharma. Namun lagi-lagi Sharma mempererat pelukannya.

Sharma terlalu takut jika harus melihat mata kelam Kaisar. Ia juga takut dihukum, maka dari itu lebih baik memeluk Kaisar dan memohon pengampunan. Ia pikir Kaisar akan memaafkannya jika ia memohon dengan cara seperti ini.

Kaisar menghela nafas. Sharma sudah seperti seorang anak yang menangis meminta permen pada ayahnya. Setelah menghela nafas, emosi Kaisar menurun. Entah mengapa ia bisa menjadi penyabar saat menghadapi Sharma. Jika itu orang lain, maka tangan yang menampar sudah tinggal separuh sejak tadi. Dan beberapa jam kemudian orang tersebut tinggal nama.

"Baiklah, aku tidak akan menghukum mu. Lepaskan pelukanmu ini."

Pelayan, penjaga dan juga pria berbaju coklat itu mengangkat wajah karena terkejut. Mereka tidak menyangka Kaisar akan memaafkan kesalahan fatal dari seorang Sharma. Mereka semua tahu bahwa Sharma sudah sering membuat keributan, tapi lagi-lagi Kaisar tidak menanggapi dengan tegas. Sungguh hebat gadis mungil yang satu ini.

Setelah Sharma melepaskan Kaisar, Kaisar langsung berdiri dan merapikan jubah putihnya. "Nanti malam kau diangkat menjadi Selir, jadi bersiaplah dan istirahatlah lebih dulu. Kondisi kesehatanmu masih belum begitu pulih."

Lagi-lagi semua orang melongo. Sejak kapan Kaisar begitu perhatian pada Selirnya. Selama ini Kaisar hanya peduli pada dua orang. Pertama pada Ibu Ratu, dan kedua pada Permaisuri. Mereka yakin ini akan menjadi adegan 'ku menangis ....'

* * * *

Ader sedang beristirahat di tendanya. Di dalam tenda tersebut ia tidak sendirian. Ada Erlanh, pengawal pribadi Kaisar. Pria itu menyampaikan titah Kaisar untuk menjemput Ader. Erlanh juga memberitahukan tentang kejadian-kejadian aneh yang menimpa Sharma. Tak lupa juga menceritakan betapa Sharma sangat gemar membuat keributan. Bahkan tadi pagi berani menampar Kaisar.

"Apa? Menampar Yang Mulia?" Jantung Ader seperti hampir keluar dari dadanya. Bisa-bisanya adiknya itu melakukan hal konyol yang berakibat fatal? Menampar Kaisar adalah hal yang sangat tidak boleh dilakukan. Orang yang menampar Kaisar sama saja tidak menghormati, membangkang, dan termasuk pemberontakan. Seharusnya adiknya itu dihukum mati karena bukan keluarga Kaisar. Namun entah keberuntungan dari mana, nyawa adiknya masih terselamatkan.

"Benar. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Aku tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Seharusnya kejadian tadi masuk ke dalam catatan sejarah. Dan anehnya Kaisar tidak bersikap tegas," jawab Erlanh.

Ader menghela nafas. "Apapun itu, yang terpenting adikku selamat."

Erlanh mengangguk. "Ya. Dan Kaisar meminta kau datang bersama pamanmu. Tidak baik saat pengangkatan Selir, satu anggota keluarga dari pihak wanita tidak datang satu pun."

Ader mengangguk. "Ya. Setelah ini aku akan menjemput pamanku terlebih dahulu. Soal di sini, aku masih bisa percaya pada beberapa orang-orangku."

Nah, episode selanjutnya adalah pernikahan Kaisar sama Sharma. Jangan harap pernikahan mereka akan menjadi adegan romantis sepenuhnya. Tidak afdol jika Sharma tidak membuat ulah sehari saja. Yuk intip keseruannya.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now