Kaisar Adalah Phoenix Putih

20.2K 2.6K 26
                                    

Wenari, Nora, dan Erlanh berdiri di dekat pintu. Mereka tak berani untuk bergerak. Kaisar benar-benar sedang marah. Mata gelapnya semakin mengerikan seperti siap membunuh siapapun yang berani mengganggunya. Akhirnya mereka hanya bisa berdiri sembari diam-diam mengamati Kaisar yang sedang duduk di tepi ranjang Sharma.

"Kalian pergilah. Aku akan menemani Sharma."

Suara dingin Kaisar membuat semuanya mengangkat kepala. Mereka saling menatap satu sama lain untuk bertanya apa yang harus mereka lakukan. Melihat Erlanh mengangguk, Wenari dan Nora pun langsung membungkuk. "Kami undur diri, Yang Mulia."

Setelah semuanya meninggalkan kamar, Kaisar menghela nafas. Mata gelap dan dingin yang begitu mengerikan berubah sedikit menghangat. Kaisar menatap wajah Sharma yang sangat pucat. Luka di kening Sharma juga tak luput dari perhatian Kaisar. Dengan lembut Kiasar mengusap luka yang diperban itu.

"Kau ini selalu membuatku marah dan khawatir di saat yang bersamaan. Tidak bisa kah kau mendengar ucapanku sekali saja? Tidak bisakah kau diam tak bertingkah beberapa menit saja? Kau hanya bisa diam saat tubuhmu sakit seperti ini."

Saat Sharma tak mungkin mendengar ucapannya, Kaisar menjadi banyak bicara.

"Aku tahu yang kau alami ini bukan sakit biasa. Aku tahu kau adalah Amora. Aku berjanji akan mengatasi semua masalahmu secepatnya."

Saat sedang bicara, tak sengaja mata Kaisar melihat darah merembes dari perut Sharma mengenai bajunya. Kaisar sangat penasaran. Tanpa berpikir dia adalah pria, ia menyingkap pakaian Sharma. Seketika mata Kaisar membulat.

"Luka ini?"

Sumpah demi apapun ia baru ingat bahwa Sharma terluka parah saat menghilang beberapa hari yang lalu. Ia lupa Sharma sedang terluka karena saat bertemu di hutan perbatasan desa Teh dengan desa Xululun, Sharma terlihat baik-baik saja. Sungguh tega dirinya, Sharma terluka seperti ini tapi dirinya malah tak peduli. Dan ia masih ingat, saat membawa Sharma menjauh dari Haikal, ia memanggul Sharma di pundak. Akan tetapi pada saat itu Sharma tidak mengeluh sakit dan lukanya tidak terbuka. Apakah ini keistimewaan seorang Amora? Atau dirinya yang tak pernah menyadari Sharma terluka?

Dengan hati-hati Kaisar mengusap luka itu. "Sepertinya luka ini pernah mengering. Lalu mengapa terbuka lagi."

Ah, Kaisar baru ingat. Sharma terluka oleh sosok bayangan itu. Jelas sosok bayangan hitam itu bukan manusia. Dan tentunya luka yang dibuat oleh sosok itu tidak mudah ditangani.

"Siapa yang mengobati luka Sharma sebelumnya? Apakah Haikal?" Kaisar menggeleng cepat. Tak ingin membayangkan pria lain mengobati luka di perut Sharma. Siapa yang berani melihat tubuh Selirnya, maka dia harus mati.

"Aku sudah tidak bisa menahan rasa penasaran ini lagi. Aku harus meminta Azoch mencarikan paranormal itu. Dan ... Akh!"

Kaisar memegangi kepalanya yang terasa sakit. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit saat tangannya menyentuh darah Sharma. Saat memejamkan mata, hadir sebuah bayangan yang sepertinya pernah ia lupakan. Dalam sekelebat bayangan itu, ia melihat seseorang berjubah hitam mendorongnya kemudian mengarahkan telapak tangan di depan matanya.

"Akh!" Bayangan itu terputus lagi. Bersamaan dengan bayangan yang menghilang, rasa sakit yang tadi menderanya pun ikut menghilang.

Kaisar menghela nafas. "Apa yang terjadi barusan?"

Kaisar berdiri untuk memanggil tabib. Luka Sharma harus segera diobati. Dan ia berharap, setelah tabib mengobati luka itu, Sharma akan kembali sadar.

* * * *

Sharma membuka mata sambil memegangi kepalanya yang terasa sakit. Huh, mengapa ia tidur? Bukankah tadi ia ingin mandi? Atau jangan-jangan ia pingsan lagi? Baru ingin bangkit, sebuah tangan besar menahan bahunya. Ia menoleh dan terkejut. Sejak kapan Kaisar ada di sampingnya.

Kaisar & Sang AmoraWhere stories live. Discover now