29. Perasaan Asgavaro Immanuel Greyson

92 41 184
                                    

Tandai jika typo and happy reading guys
.
.
.

Sudah sejak beberapa jam yang lalu ia duduk melamun sembari menatap pohon mangga dihadapannya. Ternyata pohon itu masih menyimpan kenangan masa kecil nya, kenangan yang mengingatkan nya pada seorang gadis yang baru beberapa hari ia kenal.

"Tadi kamu tidak masuk sekolah"

Anak perempuan itu masih menangis dan enggan untuk menatap dirinya

"huh, tidak sopan"

Dengan tega Asga kecil membuka tutup botol lalu menuangkan air didalam nya keatas rambut anak perempuan tersebut

"Ihhh Kak Asga kenapa jahat banget sie sama Cacaa"

Mendadak Asga tersenyum kala rengekan Caca kecil berhasil menembus memori nya, ia tidak akan pernah melupakan saat mereka bermain kejar-kejaran hingga Caca kecil mengeluh capek karna tak kunjung berhasil menangkap dirinya. Dengan rasa terpaksa Asga kecil harus berjalan menghampiri Caca yang terduduk ditengah taman dan menjadi korban atas jambakan yang Caca berikan kala itu.

Rasa sakit karna jambakan yang Caca berikan ternyata tidak sembanding dengan rasa sakit dihati nya. Setelah Caca membalas pesan nya untuk menemui nya sekitar pukul 5 sore ditaman yang sudah dijanjikan, Asga berinisiatif untuk menjemput Caca ditempat kerja nya dan mengajak nya ketaman.

Begitu Asga tiba di cafe -tempat Caca bekerja- salah satu pegawai yang bernama Bang Ucok berkata "Alamak anak itu sejak 3 bulan yang lalu resign, kata nya mau fokus sekolah"

Asga bertanya-tanya dalam hati, jika Caca resign dari pekerjaan nya agar ia fokus pada sekolahnya lalu bagaimana cara Caca membayar uang bulanan sekolah yang bisa dibilang memakan biaya hingga belasan juta? Tentu uang tersebut sangat lah besar bagi Caca, mengingat untuk makan saja susah apalagi harus membayar uang sewa rusun dan sekolah. Dari mana Caca mendapatkan uang?

Asga sedikit frustasi memikirkan kehidupan Caca yang miris, ia memijit pangkal hidung nya. Kemana saja rasa perduli itu, kenapa baru mucul sekarang?

Semakin Asga berpikir keras semakin ia tidak menyadari sebuah payung hitam yang terbentang menaungi tubuh nya dari hujan. Asga baru sadar bahwa pakaian nya sudah basah kuyup diterpa hujan yang entah sejak kapan membasahi bumi.

"Caca," Asga bangkit dari duduk nya, kini kedua remaja itu saling berhadapan dibawah payung hitam yang menaungi kedua nya dari hujan lebat.

"Kenapa loe hujan-hujanan?" Jeda nya tak kunjung mendapat jawaban "Ini kenapa?" Kini telunjuk Caca terjulur, menekan luka lebab disudut bibir Asga membuat pemuda itu menggeram.

Tanpa pikir panjang Asga merengkuh tubuh Caca yang hanya sebatas bahu, ia tidak perduli lagi jika pakaian yang Caca kenakan menjadi basah karna ulah nya.

"Sorry... Sorry selama ini gue selalu cuekin loe. Sorry kalau gue sering nyakitin loe karna kata-kata gue yang nggak pantas gue ucapin," Asga memeluk tubuh mungil itu semakin erat, menumpahkan segala penyesalan nya selama ini.

Walau suara gemercik hujan nan cukup keras Caca masih bisa mendengar isak tangis Asga, "Gue maklumin kak, karna gue paham nggak setiap manusia bisa menjadi pendengar yang tepat ketika hati ini mencoba untuk bicara"

"S-ssory"

"Its okay, nama nya juga manusia mereka pasti punya beban tersendiri yang harus mereka tanggung, dan dengan gue ngeluarin keluh kesah gue ke mereka otomatis beban mereka semakin bertambah walaupun mereka hanya menjadi pendengar. Kadang sifat cuek mereka keluarin entah karna cuek beneran atau sekedar ingin tahu"

RADICAWhere stories live. Discover now