37. Rumah Sakit Jiwa

8 0 0
                                    

Tandai jika typo and happy reading guys
.
.
.

Sesuai dengan rencana, kini keempat remaja itu sudah berada didepan rumah sakit jiwa yang letaknya berada dipinggir kota. Walaupun berada dipinggir kota justru rumah sakit jiwa tsb memiliki lahan yang sangat luas dengan beberapa bangunan yang menjulang tinggi serta fasilitas yang memadai.

"Cukup mewah dan berkelas," Batin mereka berempat.

Caca sedikit ragu, apakah benar Faza yang terlihat sangat membenci istrinya justru menaruh Sarah dirumah sakit semewah ini? Caca pikir jika Faza membuang Sarah, dia akan memilih panti jompo atau RSJ yang biasa-biasa saja. Atau jangan-jangan hati kecil Faza masih menaruh cinta pada Sarah hingga tak tega untuk meninggalkan Sarah sendirian ditempat yang sama sekali tidak bisa dia percayai. Huh, buah jatuh tak jauh dari pohonnya

"Jadi masuk sekarang?" Tanya Pietter yang sudah kepanasan.

Xavier mendelik tajam, saat ini situasi mereka berada disebrang RSJ atau lebih tepatnya mereka melipir keangkringan entah untuk menghilangkan dahaga atau memantau keadaan sekitar. Takut-takut jika Faza menyuruh beberapa orang untuk mengawasi RSJ tsb.

"Bentar, gue bayar dulu," Tutur Reza menyerahkan selembar uang pada pemilik angkringan "Kembaliannya ambil aja pak"

"Waduh, yang bener mas?" Tanya pemilik angkringan nampak tak percaya. Padahal harganya tidak sampai 25 ribu tetapi Reza memberikan pecahan uang 100 ribuan.

Reza mengangguk membuat senyum diwajah pemilik angkringan terbit, ia juga mengucap terimakasih karna sedari buka belum ada satupun pelanggan yang datang.

"Kita mulai dari mana dulu nih?" Tanya Pietter yang sudah tidak sabaran. Sedari kemarin ia sudah menahan rasa keingin tahuannya hingga berujung tidak masuk sekolah. Katanya ia tidak bisa fokus belajar kalau jiwa ketidak sabarannya terus muncul.

Alhasil saat ini mereka bertiga membolos, minus Caca yang kena skors

"Tanya aja langsung ke resepsionis nya," Jawab Caca

"Kalian yakin kalau kita tanya kesana bakal dijawab jujur?" Tanya Xavier bersedekap dada

Reza mengernyit, beberapa detik berikutnya ia mulai paham dengan jalan pikiran Xavier "Terus siapa yang bisa kita percayai disini?"

Xavier memajukan dagunya, padangan mereka berempat tertuju pada seorang pegawai laki-laki yang nampak menghitung uang secara diam-diam

"Lah kenapa ngitung uang aja sampai sembunyi-sembunyi gitu? Jangan bilang itu uang hasil curian," Argumen Caca diangguki Xavier. Terkadang disaat seperti ini otak Xavier lebih berguna dari pada saat disekolah atau ditempat nongkrong yang sibuk mencari gadis-gadis cantik hanya untuk sekedar cuci mata.

Pietter berkaca pinggang, ia menoleh kearah Xavier "Loe yakin dia bakal bantuin kita?"

Xavier mengeluarkan smiriknya dengan pandangan tak lepas dari pegawai tsb "Kita buktiin aja definisi uang bicara itu seperti apa?"

Xavier berjalan memimpin, mendekati pegawai tsb yang masih belum merasakan kehadiran mereka. Satu deheman keluar dari bibir tebal Xavier membuat pegawai laki-laki terkejut dan menoleh kebelakang, mendapati keempat remaja yang menantapnya tajam, seolah-olah ia adalah seekor kijang yang siap diterkam oleh kawanan harimau.

"S-siapa kalian? M-mau apa kesini?" Tanyanya gugup. Ia sangat takut jika remaja-remaja dihadapannya melaporkan tindakannya pada salah satu pimpinan. 

"Nggak usah takut, kita cuma minta 1 hal dari loe," Ucap Xavier membaca name tag pegawai tsb yang diketahui bernama Dodi

RADICAWhere stories live. Discover now